Network
GALAMEDIANEWS – Gunung Kelir adalah saksi kisah pilu dan mengharukan, sebuah perpisahan cinta di bawah paksaan tahta Raja Amangkurat I. Dalam babad tanah jawi diceritakan, semua berawal dari keinginan Raja Amangkurat I, untuk mencari sosok wanita cantik jelita untuk dijadikan selir.
Karena beliau menghadapi masalah pada organ biologisnya, meskipun sudah memiliki banyak selir. Kemudian diceritakan ada seorang dalang bernama Ki Wayah, yang memiliki seorang anak perempuan cantik namun sudah bersuami. Putri beliau bernama Retno Gumilang atau Nyai Tuntrum, yang kelak bergerak Ratu Mas Malang.
Beliau sudah bersuami yang bernama Ki Dalang Panjang Mas, atau Anjang Mas seorang dalang terkenal yang sudah hidup sejak masa Panembahan Seda Krapyak. Konon Raja Amangkurat I melihat sosok Ratu Mas Malang ini, saat tengah menemani suaminya. Dalam sebuah pertunjukan wayang, di keraton Mataram Islam waktu itu.
Amangkurat I yang terpikat oleh kecantikan, Ratu Mas Malang kemudian meminta kepada Ki Dalang Panjang Mas untuk menyerahkan istrinya. Kemudian hal tersebut ditolak oleh Ki Dalang Panjang Mas, secara halus dengan alasan istrinya tengah mengandung 3 bulan. Alasan tersebut diterima oleh Raja Amangkurat I, dari sini ada beberapa versi cerita yang beredar.
Ada yang menyebutkan bahwa Raja Amangkurat I kemudian membentuk pasukan, untuk merebut Ratu Mas Dalang dari tangan Ki Dalang Panjang. Diambil secara paksa sebagaimana yang terkenal dari watak beliau, namun ada juga versi yang menyebutkan. Bahwa orang-orang disekitar Raja Amangkurat I yang demi jabatan, atau cari muka di hadapan raja.
Baca Juga: Tempat Terunik di Kudus Wisata Alam Puser Angin Instagramable, View Sunset Seperti di Raja Ampat
Kemudian menginisiasi rencana jahat tersebut, kemudian dalam sebuah pagelaran wayang ada yang menyebut bahwa Ki Dalang Panjang Mas. Dibunuh menggunakan racun pada jamuan, ada juga yang menyebutkan beliau dipanah pada dada kirinya. Singkat cerita akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhirnya.
Beliau mengerti siapa yang ada di balik tragedi ini, pada akhir hayatnya beliau mengeluarkan kutukan. Bahwa keraton Mataram akan hancur akibat perempuan, kutukan ini kemudian dikaitkan dengan tragedi Rara Oyi. Tragedi yang berlangsung beberapa waktu setelah, kejadian kematian tersebut.
