Akhirnya Terungkap Siapa Biang Keladi Penyebab Hiu Megalodon Punah, Ternyata Ini Sosoknya?

- 12 Maret 2024, 06:45 WIB
Ilustrasi hiu putih
Ilustrasi hiu putih /pexels/@Samson Bush/

GALAMEDIANEWS – Terungkap juga sosok biang keladi yang membuat hiu megalodon punah. Para Ilmuwan telah menyelidi terkait pola makan megalodon, hiu terbesar yang pernah hidup menggunakan isotop seng.

Dalam studi baru itu menyebutkan para peneliti membandingkan seberapa tinggi rantai makanan megalodon dan hiu putih besar dengan menganalisis terkait rasio isotop stabil seng pada gigi mereka.

Ditemukan bahwa ada kemungkinan terdapat tumpang tindih dalam mangsa kedua spesies tersebut, persaingan makanan dengan hiu putih inilah yang berkontribusi terhadap kepunahan megalodon.

Hiu megatooh seperti Otodus megalodon lebih dikenal sebagai megalodon hidup antara 2,3 – 3,6 juta juta tahun silam di lautan yang menyebar ke seluruh dunia dan panjang tubuhnya sekitar 20 meter (66 kaki). Hiu putih besar saat ini mencapai panjang sekitar 6m (20 kaki).

Baca Juga: Fakta Menarik: Apakah Hiu Tidur?

Banyak faktor yang menjelaskan gigantisme dan kepunahan megalodon dengan pola makan dan persaingan makanan yang sering dianggap sebagai faktor kunci dari itu semua.

Dalam studi ini, para peneliti telah menganalisis rasio isotop seng stabil pada gigi hius sekarang dan fosil hiu dari seluruh dunia, termasuk gigi megalodon dan hiu putih besar yang hidup pada modern sekarang ini dan fosilnya.

Metode ini memungkinkan para ilmuwan untuk menyelidiki tingkat trofik suatu hewan yang menunjukkan seberapa jauh rantai makanan yang dimakan hewan tersebut.

Analisis isotop stabil seng pada enameloid gigi, bagian gigi yang sangat termineralisasi, sebandingkan dengan analisis isotop nitrogen yang lebih mapan pada kolagen gigi, jaringan organik di dentin gigi yang digunakan untuk menilai tingkat konsumsi bahan hewani.

“Namun dalam rentang waktu yang telah diselidiki, kolagen tidak bisa diawetkan, dan oleh karena itu analisis isotop tradisional tidak mungkin tidak dilakukan. Disini kami menunjukkan, untuk pertama kalinya bahwa ciri isotop seng yang terkait pola makan terawetkan dalam enameloid mahkota gigi hiu yang sangat termineralisasi,” ungkap Jeremy McCormack, peneliti di Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology dan Goethe-University Frankfurt.

Dengan metode ini, tim membandingkan tanda isotop seng gigi dari beberapa spesies Miosen awal yang punah yang berkisar antara 20,4 hingga 16,0 juta tahun lalu dan Pliosen awal (5.3 hingga 3.6 juta tahun lalu) dengan spesies hiu modern.

Baca Juga: Rekomendasi Film: The Shallows (2016), Kisah Perjuangan Melawan Hiu Putih

“Kami melihat koherensi sinyal isotop seng dalam fosil dan taksa analog modern, yang meningkatkan keyakinan kami terhadap metode ini dan menunjukkan bahwa mungkin terdapat perbedaan minimal dalam isotop seng di dasar jaringan makanan laut, yang merupakan faktor penentu dalam isotop nitrogen,” kata Sora Kim, selaku profesor dari Universitas California Merced.

Para peneliti menganalisis rasio isotop zinc pada gigi megalodon dari Pliosen awal dan hiu megatooth sebelumnya, otodus chubutensis, dari Miosen awal serta hiu putih besar pada zaman sekarang untuk menyelidiki dampak spesies terhadap ekosistem pada masa lalu dan keterikatan satu sama lain.

“Hasil kami telah menunjukkan megalodon maupun nenek moyang hiu memang merupakan predator puncak yang memakan rantai makanan masing – masing. Tapi, yang benar luar biasa adalah nilai isotop seng dari gigi hiu Pliosen awal di Carolina Utara, menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat trofik hiu putih besar awal dengan megalodon yang lebih besar,” ucap Michael Griffiths, selaku profesor di Universitas William Paterson.

“Hasil ini kemungkinan besar telah menunjukkan adanya tumpang tindih terhadap mangsa yang diburu oleh kedua spesies tersebut, meskipun penelitian diperlukan, hasil kami mendukung kemungkinan persaingan makanan antara megalodon dengan hiu putih besar Pliosen awal,” ujar kata Kenshu Shimada, selaku profesor di DePaul University,

“Penelitian kami menggambarkan kelayakan penggunaan isotop seng untuk menyelidiki pola makan dan ekologi trofik hewan yang punah selama jutaan tahun, sebuah metode yang juga dapat diterapkan pada kelompok fosil hewan termasuk nenek moyang sendiri,” ungkap McCormack.***

Editor: Tatang Rasyid

Sumber: scitechdaily.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah