Di Balik Blaming The Victim Pesantren Pembawa Limbah Wabah

10 Oktober 2020, 07:23 WIB
/

GALAMEDIA - Menjelang Hari Santri Nasional yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober, dunia pesantren dihebohkan dengan viralnya di sosial media terkait video ungkapan Ketua DPRD Kabupaten Kuningan, Nuzul Rachdy, yang menyatakan bahwa jangan sampai Husnul ini hanya limbah, limbah wabah, dan limbah segalanya. (Channel Youtube Kuningan AYEUNA, Sabtu, 3 Oktober 2020, https://youtu.be/HZosubMHgqg).

Pernyataan ini disampaikan Nuzul di hadapan sejumlah awak media pada Rabu, 30 September 2020, saat merespon munculnya Klaster Covid-19 di Pondok Pesantren (Pontren) Husnul Khotimah, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Diketahui hingga 7 Oktober 2020 sebanyak 412 orang terkonfirmasi positif Covid-19 di Pontren Husnul ini, terdiri dari santri, para pengajar, dan pegawai. Dan hingga 9 Oktober 2020, sekitar 2.000 santri sudah dipulangkan usai hasil swab massal dinyatakan negatif, mayoritas mereka berasal dari Jabodetabek dan beberapa wilayah di Pulau Jawa.

Sungguh sangat disayangkan pernyataan ini terlontar dari seorang pejabat publik yang terikat kode etik dan setiap pernyataannya harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Alih-alih menyampaikan rasa empati dan membantu penyelesaian musibah yang menimpa Pontren Husnul, ungkapan Nuzul ini justru telah memperkeruh suasana di tengah pandemi Covid-19 yang belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.

Berbagai komentar dan kritikan pun muncul dari sejumlah tokoh, praktisi hukum, ormas, dan elemen masyarakat yang mengecam pernyataan Nuzul. Bahkan muncul aksi protes menuntut Nuzul mundur dari jabatannya serta membawa kasusnya ke ranah hukum saat sebagian masyarakat menilai permohonan maaf Nuzul baru sebatas desakan masyarakat, belum disertai itikad baik dan penyesalan.

Baca Juga: Waspada, Kota Bandung dan Sekitarnya Hari Ini Bakal Diguyur Hujan Lebat

Insiden lisan yang melibatkan Ketua DPRD Kuningan ini dinilai sebagai sikap "blaming the victim" yang menutupi ketidakberesan para pejabat negara dalam mengatasi wabah dan mengurusi rakyatnya di masa pandemi Covid-19 yang terus menunjukkan lonjakan kasus. Penguasa yang seharusnya mampu menjaga kesantunan dalam bertutur, bersikap, serta sensitivitas dalam memahami alam pikiran maupun suasana batin publik, terlebih di masa pandemi ini, malah menyakiti hati rakyat.

Tentu siapa pun tidak ingin tertimpa sakit ataupun musibah. Dan Pontren Husnul pun tidak pernah merencanakan musibah itu. Semestinya pemerintah menunjukkan keprihatinannya dan bahu-membahu untuk membantu Pontren Husnul menangani musibah ini, bukan bersikap 'blaming the victim' yang menyudutkan Pontren Husnul. Hal ini kian menunjukkan lepasnya tanggung jawab penguasa dalam mengurusi problem rakyatnya di tengah pandemi Covid-19 ini.

Diksi 'limbah' yang disematkan ke Pontren Husnul dinilai bias, multitafsir, dan sangat bertendensi negatif terhadap keberadaan pontren tersebut sebagai lembaga pendidikan Islam. Keberadaan Pontren Husnul yang telah memberikan kontribusi positif yang besar selama 26 tahun bagi dunia pendidikan Islam di Indonesia dan membangkitkan ekonomi masyarakat sekitar, seolah dikonotasikan sebagai limbah yang hanya membawa kotoran, sampah, serta segala hal yang tidak berguna dan tidak berharga bagi masyarakat.

Baca Juga: Jokowi Bantah UU Cipta Kerja Sengsarakan Buruh, Berikut Penjelasannya Soal UMR Hingga Amdal

Jelas pernyataan yang tidak berdasar dan melukai hati civitas akademika dan alumni Pontren Husnul, juga umat Islam secara umum di Indonesia. Terlebih bagi masyarakat Jawa Barat yang dikenal religius, eksistensi pontren selama ini dianggap sebagai tempat yang terhormat dan mulia, bagian dari perjalanan sejarah, serta kebudayaan masyarakat Sunda yang menghormati kedudukan setiap simbol agama yang hidup di tengah mereka. Narasi yang dibangun Nuzul dengan diksi 'limbah' itu dinilai telah merendahkan, melecehkan, membunuh karakter, serta merusak kehormatan pontren yang seharusnya dijaga.

Secara historis, sumbangsih pontren dalam perjuangan di masa prakemerdekaan maupun masa revolusi tidak bisa dipandang sebelah mata. Institusi ini memiliki andil besar dalam melahirkan santri-santri terdidik dan pemberani yang tergabung dalam berbagai laskar perjuangan di bawah pimpinan para Kiai/Ulama sebagai arsitek pertempuran. Mereka tersebar di sejumlah front pertempuran di berbagai daerah untuk membantu Tentara Nasional Indonesia dalam mengusir penjajah Belanda maupun Jepang. Fakta sejarah ini membuktikan pontren memiliki saham besar atas berdirinya negara ini sehingga harus selalu dijaga eksistensi dan kehormatannya.

Pada masa kontemporer, kiprah pontren sebagai lembaga pendidikan Islam dengan misi mencetak dan mengkader SDM umat agar menjadi para ulama dan da'i yang tafaqquh fiddin, berkepribadian Islam tinggi, serta warasat al-anbiya yang mukhlis dan tepercaya dalam menegakkan agama Allah di muka bumi ini.

Baca Juga: Kuta Selatan Bali Diguncang Gempa Bermagnitudo 3,7, Tidak Berpotensi Tsunami

Keberadaan para ulama ini bagaikan bintang-bintang di langit,
«إِنَّ مَثَلَ اْلعُلَمَاءِ فِى اْلأَرْضِ كَالنُّجُوْمِ فِى السَّمَاءِ يُهْتَدَى بِهَا فِى الظُّلُمَاتِ اْلبَرِّ وَاْلبَحْرِ»
"Perumpamaan para ulama di bumi adalah seperti bintang-bintang di langit yang bisa dijadikan petunjuk dalam kegelapan di daratan maupun di lautan." (HR Ahmad).

Ulama juga adalah pewaris para nabi :
«إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ اْلأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِيْنَاراً وَلاَ دِرْهَامًا، وَرَّثُوْا الْعِلْمَ»
"Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi, sementara para nabi tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham, tetapi mewariskan ilmu." (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Dari sini, tentu sangat tidak pantas diksi 'limbah' disematkan kepada pontren yang bernilai strategis dalam melahirkan SDM berkualitas ini. Dengan pengamatan yang mendalam dan objektif, justru akan kita dapatkan bahwa limbah yang sesungguhnya adalah sistem rusak demokrasi kapitalis yang nyata terbukti gagal menuntaskan pandemi Covid-19, serta gagal dalam mengayomi dan mengurusi rakyat negeri ini dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Baca Juga: Daftar 9 Bioskop di Kota Bandung yang Sudah Kembali Beroperasi, Yuk Nonton Biar Bahagia

Sejak awal pandemi melanda negeri ini, pemerintah sangat tidak serius menangani wabah. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan, dinilai tidak jelas, tumpang tindih, bahkan tidak sinkron antara kebijakan pemerintah pusat dengan daerah. Terlebih kebijakan "New Normal Life" di tengah kurva pandemi Covid-19 di negeri ini yang masih melonjak dan belum mencapai puncaknya, kian menunjukkan pemerintah negeri ini sangat abai dan tidak peduli dengan kesehatan, keselamatan, dan nyawa rakyatnya, demi kepentingan ekonomi para kapitalis dan pemilik modal. Alih-alih menuntaskan pandemi, kebijakan "New Normal Life" justru kian melonjakkan kasus Covid-19 di Indonesia dan kian menyengsarakan rakyat di tengah ancaman pandemi dan resesi ekonomi dunia.

Dari sini, masihkah layak rakyat di negeri ini menggantungkan keselamatan dan kesejahteraan hidupnya pada sistem demokrasi kapitalis dan rezim oligarki yang korup dan menyengsarakan ini?

Sejatinya, negeri ini dan seluruh dunia sedang membutuhkan sistem alternatif yang mampu mewujudkan terselenggaranya fungsi negara secara konsisten sebagai pengayom dan penanggung jawab terhadap segala urusan rakyatnya. Negara akan mampu bekerja optimal dalam mengatasi wabah pandemi Covid-19, menuntaskan krisis dan resesi ekonomi, serta menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan dasar dan pelengkap setiap individu rakyatnya, sehingga kesejahteraan hidup benar-benar dirasakan seluruh rakyat. Dan sistem ini bukanlah demokrasi, bukan pula otokrasi.

Baca Juga: Prancis Terbuka 2020: Rafael Nadal dan Novak Djokovic Bertemu di Partai Final

Namun sistem Khilafah Islam sebagai sistem pemerintahan Islam warisan Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, yang telah terbukti secara historis selama 13 abad, sukses mewujudkan kesejahteraan dan keemasan peradaban Islam yang membawa keberkahan dan rahmat bagi seluruh alam. Sistem ini pula telah terbukti sukses mengatasi wabah penyakit secara tuntas yang pernah melanda negeri dari masa ke masa. Inilah sistem alternatif yang akan menerapkan syariat Islam secara kaffah sebagai solusi tuntas bagi setiap persoalan umat manusia di dunia, di samping sebagai kewajiban bagi setiap Muslim untuk menegakkannya, dan hidup di bawah naungannya. Wallahu a’lam bishshawwab.

Penulis Ummu Zahwa Salsabila
Pemerhati Keluarga dan Generasi dari Wilayah III Cirebon.

Editor: Kiki Kurnia

Tags

Terkini

Terpopuler