Di Balik Blaming The Victim Pesantren Pembawa Limbah Wabah

- 10 Oktober 2020, 07:23 WIB
/

Jelas pernyataan yang tidak berdasar dan melukai hati civitas akademika dan alumni Pontren Husnul, juga umat Islam secara umum di Indonesia. Terlebih bagi masyarakat Jawa Barat yang dikenal religius, eksistensi pontren selama ini dianggap sebagai tempat yang terhormat dan mulia, bagian dari perjalanan sejarah, serta kebudayaan masyarakat Sunda yang menghormati kedudukan setiap simbol agama yang hidup di tengah mereka. Narasi yang dibangun Nuzul dengan diksi 'limbah' itu dinilai telah merendahkan, melecehkan, membunuh karakter, serta merusak kehormatan pontren yang seharusnya dijaga.

Secara historis, sumbangsih pontren dalam perjuangan di masa prakemerdekaan maupun masa revolusi tidak bisa dipandang sebelah mata. Institusi ini memiliki andil besar dalam melahirkan santri-santri terdidik dan pemberani yang tergabung dalam berbagai laskar perjuangan di bawah pimpinan para Kiai/Ulama sebagai arsitek pertempuran. Mereka tersebar di sejumlah front pertempuran di berbagai daerah untuk membantu Tentara Nasional Indonesia dalam mengusir penjajah Belanda maupun Jepang. Fakta sejarah ini membuktikan pontren memiliki saham besar atas berdirinya negara ini sehingga harus selalu dijaga eksistensi dan kehormatannya.

Pada masa kontemporer, kiprah pontren sebagai lembaga pendidikan Islam dengan misi mencetak dan mengkader SDM umat agar menjadi para ulama dan da'i yang tafaqquh fiddin, berkepribadian Islam tinggi, serta warasat al-anbiya yang mukhlis dan tepercaya dalam menegakkan agama Allah di muka bumi ini.

Baca Juga: Kuta Selatan Bali Diguncang Gempa Bermagnitudo 3,7, Tidak Berpotensi Tsunami

Keberadaan para ulama ini bagaikan bintang-bintang di langit,
«إِنَّ مَثَلَ اْلعُلَمَاءِ فِى اْلأَرْضِ كَالنُّجُوْمِ فِى السَّمَاءِ يُهْتَدَى بِهَا فِى الظُّلُمَاتِ اْلبَرِّ وَاْلبَحْرِ»
"Perumpamaan para ulama di bumi adalah seperti bintang-bintang di langit yang bisa dijadikan petunjuk dalam kegelapan di daratan maupun di lautan." (HR Ahmad).

Ulama juga adalah pewaris para nabi :
«إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ اْلأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِيْنَاراً وَلاَ دِرْهَامًا، وَرَّثُوْا الْعِلْمَ»
"Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi, sementara para nabi tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham, tetapi mewariskan ilmu." (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Dari sini, tentu sangat tidak pantas diksi 'limbah' disematkan kepada pontren yang bernilai strategis dalam melahirkan SDM berkualitas ini. Dengan pengamatan yang mendalam dan objektif, justru akan kita dapatkan bahwa limbah yang sesungguhnya adalah sistem rusak demokrasi kapitalis yang nyata terbukti gagal menuntaskan pandemi Covid-19, serta gagal dalam mengayomi dan mengurusi rakyat negeri ini dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Baca Juga: Daftar 9 Bioskop di Kota Bandung yang Sudah Kembali Beroperasi, Yuk Nonton Biar Bahagia

Sejak awal pandemi melanda negeri ini, pemerintah sangat tidak serius menangani wabah. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan, dinilai tidak jelas, tumpang tindih, bahkan tidak sinkron antara kebijakan pemerintah pusat dengan daerah. Terlebih kebijakan "New Normal Life" di tengah kurva pandemi Covid-19 di negeri ini yang masih melonjak dan belum mencapai puncaknya, kian menunjukkan pemerintah negeri ini sangat abai dan tidak peduli dengan kesehatan, keselamatan, dan nyawa rakyatnya, demi kepentingan ekonomi para kapitalis dan pemilik modal. Alih-alih menuntaskan pandemi, kebijakan "New Normal Life" justru kian melonjakkan kasus Covid-19 di Indonesia dan kian menyengsarakan rakyat di tengah ancaman pandemi dan resesi ekonomi dunia.

Dari sini, masihkah layak rakyat di negeri ini menggantungkan keselamatan dan kesejahteraan hidupnya pada sistem demokrasi kapitalis dan rezim oligarki yang korup dan menyengsarakan ini?

Halaman:

Editor: Kiki Kurnia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x