Rukyatul Hilal Cara Sah Menentukan Awal Ramadhan, Ini Dia Dasar Hukumnya

- 11 Maret 2022, 13:00 WIB
Rukyatul Hilal Cara Sah Menentukan Awal Ramadhan, Ini Dia Dasar Hukumnya
Rukyatul Hilal Cara Sah Menentukan Awal Ramadhan, Ini Dia Dasar Hukumnya /NU Online



GALAMEDIA - Untuk menentukan awal Ramadhan ada dua metode. Yaitu berdasarkan penglihatan bulan secara fisik (rukyatul hilal bil fi'ly) dan metode perhintungan astronomi (hisab).

Jumhurul madzahib (mayoritas imam madzhab selain madzhab Syafi'iyyah) berpendapat, pemerintah sebagai ulil amri diperbolehkan menjadikan ru'yatul hilal sebagai dasar penetapan awal bulan Qamariah.

Situs nu.or.id menulis, dasar hukumnya antara lain:

1. Hadist muttafaq alaihi (diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim) yang berbunyi:

"Berpuasalah kalian pada saat kalian telah melihatnya (bulan), dan berbukalah kalian juga di saat telah melihatnya (hilal bulan Syawal) Dan apabila tertutup mendung bagi kalian maka genapkanlah bulan Sya'ban menjadi 30 hari." (HR. Bukhari: 1776 dan Imam Muslim 5/354).

Baca Juga: Pakar Wajah Ungkap Karakter Putri Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah, Baby Ameena, Ternyata Begini

Dari hadist diatas, jelas sekali bahwa Rasulullah SAW hanyalah menetapkan "melihat bulan" (rukyatul hilal) sebagai causa prima dari permulaan ibadah puasa dan permulaan Idul Fitri, dan bukan dengan sudah wujud tidaknya ataupun apalagi cara menghitungnya.

Terbukti, dari penggalan kedua redaksi ucapan Rasulullah SAW di atas yang menyuruh menyempurnakan bulan Sya'ban sebanyak 30 hari apalagi tidak berhasil melihat walaupun secara perhitungan astronomis (hisab) mungkin sudah ada.

2. Kenyataan yang terjadi pada masa Rasulullah SAW, bahwa beliau memerintahkan puasa langsung setelah datang kepada beliau persaksian seorang muslim tanpa menanyakan asal si saksi, apakah dia melihatnya di daerah mathla' yang sama dengan beliau atau berjauhan. Sebagaimana dalam hadits:

Baca Juga: Sinopsis Aku Bukan Wanita Pilihan 11 Maret 2022: Meski Berhasil Ditemukan, Kondisi Radit Sangat Mengerikan

"Datang seorang Badui ke Rasulullah SAW seraya berkata: Sesungguhnya aku telah melihat hilal. (Hasan, perawi hadits menjelaskan bahwa hilal yang dimaksud sang badui yaitu hilal Ramadhan).

Rasulullah SAW bersabda: Apakah kamu bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah? Dia berkata: Benar.

Beliau meneruskan pertanyaannya seraya berkata: Apakah kau bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah? Dia berkata: Ya benar. Kemudian Rasulullah memerintahkan orang-orang untuk berpuasa besok." (HR Abu Daud 283/6)

3. Dalam kitab Fathul Qodir fiqh madzhab Hanafi pada jilid ke 4 hal 291 dijelaskan:

"Apabila telah ditetapkan bahwa hilal telah terlihat di sebuah kota, maka wajib hukumnya penduduk yang tinggal di belahan bumi Timur untuk mengikuti ketetapan ru'yah yang telah diambil kaum muslimin yang berada di belahan bumi Barat".

Baca Juga: Minyak Goreng Kian 'Licin' di Pasaran, Susi Pudjiastuti Beri Sindiran Keras

Dalam ta'bir di atas telah dijelaskan bahwa wajib hukumnya bagi umat Islam yang tinggal di daerah Timur untuk mengikuti ketetapan ru'yah yang telah diambil oleh kaum muslimin di wilayah Barat.

Dan sebaliknya, apabila mereka yang tinggal di wilayah Timur terlebih dahulu telah melihat dan menetapkannya, maka kewajibannya lebih utama karena secara otomatis umat Islam bagian Timur terlebih dahulu melihat hilal dari pada mereka yang tinggal di Barat.

4. Dalam kita Furu' Milik ibn Muflih fiqh madzhab Hambali juz 4 hal 426 disebutkan:

"Apabila bulan telah terlihat dalam suatu tempat, baik jaraknya dekat atau jauh dari wilayah lain, maka wajib seluruh wilayah untuk berpuasa mengikuti ru'yah wilayah tersebut. Hukum ini juga berlaku bagi mereka yang tidak melihatnya sepertihalnya mereka yang melihatnya secara langsung, dan perbedaan wilayah terbit bukanlah penghalang dalam penerapan hukum ini"

Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta 11 Maret 2022: KARMA Dibayar Tuntas! Reyna Ogah Lihat Wajah Nino Lagi

5. Dalam kita Mawahib Jalil fi Syarh Mukhtashor Syaikh Kholil juz 6 hal 396 dijelaskan:

"Adapun sebab diwajibkannya puasa ada dua, yang pertama: terlihatnya bulan, dengan syarat ru'yahnya melalui kabar yang sudah tersebar luas."

Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa penetapan bulan Ramadhan hanya ditetapkan dengan terlihatnya bulan tanpa disebutkan adanya syarat-syarat lain untuk diterimanya ru'yah ini, yaitu diantaranya tanpa dengan menyebutkan ketentuan perbedaan terbitnya bulan pada wilayah yang berjauhan (ikhtilaf matholi').

6. Bughyatul Mustarsyidin

Bulan Ramadhan sama seperti bulan lainnya tidak tetap kecuali dengan melihat hilal, atau menyempurnakan bilangan menjadi tiga puluh hari.

7. Al-‘Ilm al-Manshur fi Itsbat al-Syuhur

Para tokoh madzhab Malikiyah berpendapat: “Bila seorang penguasa mengetahui hisab tentang (masuknya) suatu bulan.

Lalu ia menetapkan bulan tersebut dengan hisab, maka ia tidak boleh diikuti, karena ijma’ ulama salaf bertentangan dengannya.”***

Editor: Brilliant Awal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x