Kontroversi Vaksin Nusantara Mengungkap Siapa Mafia Vaksin

19 April 2021, 12:12 WIB
Anggota Komisi 1 DPR RI dari Fraksi NasDem, Muhammad Farhan. /dok pribadi

 

GALAMEDIA - Produksi vaksin Nusantara buatan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto sampai saat ini masih menjadi kontroversi dan perdebatan.

Perdebatan terus muncul di tengah sudah berjalannya proses vaksinasi Covid-19 dengan menggunakan vaksin impor.

Di sisi lain, meski menjadi kontroversi, vaksin Nusantara banyak mendapat dukungan dari para tokoh.

Bahkan mantan menteri dan sejumlah legislator pun mengajukan diri menjadi relawan uji klinis vaksin yang disebut telah dikembangkan di Amerika Serikat itu.

Baca Juga: Pria Ini Mengundang Kemarahan Banyak Pihak, Muannas Alaidid: Demi Allah, Saya Sendiri yang Akan Kejar Anda!

Vaksin Sinovac maupun Nusantara sebenarnya tidak jauh berbeda karena ada keterkaitan pihak asing.

Anggota DPR RI dari Fraksi NasDem, Muhammad Farhan angkat bicara soal hal itu.

Ia pun mengungkapkan, DPR berencana membuat Pansus membahas ketersediaan vaksin impor.

Menurutnya, dinamika vaksin terjadi tidak terjadi pada tataran lembaga, melainkan elit politik.

"Sekarang sedang dibahas wacana pembentukan Pansus vaksin impor. Saya sendiri tidak anti vaksin impor," kata Farhan dalam keterangan persnya, Senin, 19 April 2021.

Baca Juga: Bikin Baper, Ridwan Kamil Beri Dukungan hingga Pesan Romantis untuk Sang Istri: I Love You, Get Well Soon

"Tapi saya perlu menetapkan posis, bahwa vaksin dari pemerintah (Sinovac) untuk rakyat, sedangkan Vaksin Nusantara tidak untuk semua orang," lanjut dia.

Farhan menilai, perdebatan Komisi IX DPR dengan Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) prihal vaksin Nusantara, karena ada sentimen negatif kepada pemerintah.

"Sentimen negatif ini diwarnai dugaan tentang mafia impor vaksin, walaupun belum ada bukti konkret soal itu," ungkapnya.

"Keberadaan para politisi top Indonesia di RSPAD untuk uji vaksin Nusantara, bisa menjadi indikasi isu ini," sambungnya.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) beberapa waktu lalu memutuskan vaksin Nusantara tak layak mendapatkan izin uji klinis fase II.

Baca Juga: 6 Kota dengan Universitas Biaya Hidup Termurah di Indonesia, Nomor 2 dan 6 Tak Disangka!

Alasannya pun tak main-main. Kepala BPOM Penny K. Lukito meyatakan, vaksin tersebut belum memenuhi syarat pengembangan obat maupun vaksin.

Syarat yang dimaksud terdiri atas uji klinis yang baik (good clinical pratical), bukti prinsip (proof of concept), dan cara pembuatan obat yang baik (good manufacturing practice).

Salah satu bukti prinsip, yakni antigen yang digunakan dalam pengembangan vaksin Nusantara juga dinilai tak sesuai standar.

Terdapat pula kejanggalan menurut BPOM, seperti perbedaan lokasi penelitian dengan pihak sebelumnya yang mengajukan diri sebagai komite etik.

Selain itu BPOM menemukan perbedaan data yang mereka terima dengan paparan saat rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI pada Rabu 14 April 2021.

Keputusan BPOM membuat pihak-pihak yang mendukung pengembangan vaksin Nusantara berang. Mereka menilai lembaga tersebut tak mendukung terwujudnya kemandirian vaksin Covid-19 dari dalam negeri.

Baca Juga: Menteri Agama Gus Yaqut Meminta Polri Menindak Tegas Para Pelaku Penista Agama, Salah Satumua Jozeph Paul Z

Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay mengatakan, vaksin Nusantara sebagai produk dalam negeri seharusnya mendapatkan perhatian pemerintah.

Seperti disampaikan Presiden Joko Widodo bahwa Indonesia harus mengutamakan produknya sendiri.

"Tidak ada muatan politik sedikit pun. Saya berharap kedaulatan dan kemandirian Indonesia dapat terjamin dalam bidang kesehatan dan pengobatan. Saya yakin, momentum Covid-19 bisa menjadi pintu masuk," tandasnya.***

Editor: Lucky M. Lukman

Tags

Terkini

Terpopuler