Sakit Hati Berujung Pembunuhan, Normalkah Sakit Hati Disalurkan dengan Membunuh?

28 Agustus 2023, 06:23 WIB
Pembunuhan Dosen UIN Surakarta, Motif pelaku sakit hati /ilustrasi freepik/pijpyx/

GALAMEDIANEWS - Pembunuhan Dosen UIN Surakarta yang ditemukan tewas bersimbah darah di sebuah rumah di Desa Tempel, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis 24 Agustus, 2023, menyita perhatian publik.

Tewasnya Dosen UIN Surakarta di tangan seorang kuli bangunan, Dwi Feriyanto (23), diungkap pihak kepolisian yang menyelidiki kasus kematian almarhumah. Jasad yang bersimbah darah, ditemukan ditutupi oleh kasur dan terdapat luka tusuk.

Dosen UIN Surakarta yang dibunuh Dwi Feriyanto, merupakan pemilik rumah yang sedang mempekerjakan pelaku untuk merenovasi rumahnya. Menurut pengakuan pelaku, ia tega menghabisi nyawa korban lantaran sakit hati atas perkataan korban.

Dikutip oleh Galamedianews dari laman berita antaranews, Kepala Polres Sukoharjo AKBP Sigit melakukan Konferensi Pers, di Polsek Gatak Polres Sukoharjo dalam mengungkap penangkapan pelaku pembunuhan dosen UIN.

Baca Juga: Tanpa Aplikasi! Begini 3 Cara Download Video dari YouTube 

"Modus pelaku menghabisi korban karena sakit hati dikatakan oleh korban pekerjaannya tidak beres. Pelaku menghabisi korban dengan pisau yang sudah disiapkan. Jadi kasus pembunuhan ini, sudah direncanakan oleh pelaku," jelas Kapolres.

Kemarahan Berujung Pembunuhan, Normal atau Gangguan?

Sakit hati yang berujung pada pembunuhan, merupakan suatu fenomena mengekspresikan kemarahan yang agresif, tidak terkontrol dan membahayakan lingkungan sekitar. Apakah kemarahan bisa dikatakan wajar ketika ingin mengekspresikan dengan cara membunuh?

Novensia Wongpy, S.Psi, M.Psi memaparkan tentang perbedaan marah yang wajar dan tidak wajar. Dalam artikel yang diposting di laman uc.ac.id, Novensia menjelaskan respon marah yang menjadi lebih sensitif, adanya perasaan kesal, adalah hal yang wajar.

Baca Juga: YouTuber Terkenal Daniel Sancho Bronchalo Ditangkap di Thailand atas Kasus Pembunuhan

Sedangkan, mengekspresikan kemarahan dengan cara-cara agresif dan membahayakan sekitar, adalah marah yang tidak wajar. “Namun perlu diketahui, ada beberapa respon yang dapat digolongkan sebagai hal yang tidak wajar dan bisa membahayakan, misalnya berteriak, membentak, merusak benda, atau bahkan memukul orang atau benda. Respon yang tidak wajar ini dapat mengarah pada Intermittent Explosive Disorder,” tulisnya.

Amarah Ekstrim yang Tak Terkendali

Amarah yang tidak terkendali, dikategorikan sebagai gangguan yang sifatnya tidak normal dan membahayakan. Kemarahan yang demikian, bersifat agresif dan perilakunya tidak bisa diprediksi apa yang akan dilakukannya.

“Intermittent Explosive Disorder merupakan sebuah gangguan saat seseorang mengalami kegagalan dalam mengontrol rasa marahnya dan memiliki dorongan-dorongan untuk bertindak secara kasar. Saat ada masalah, bahkan masalah kecil sekalipun, amarahnya dapat “meledak-ledak”, tulis Novensia.

Kasus pembunuhan Dosen UIN yang menurut pelaku bermotifkan sakit hati, merupakan suatu bentuk kemarahan yang tidak wajar, tidak terkendali dan membahayakan. Oleh karenanya, penting mengelola rasa amarah, agar lebih terkendali dan tidak membahayakan diri sendiri ataupun lingkungan.***

Editor: Tatang Rasyid

Sumber: Antaranews

Tags

Terkini

Terpopuler