Konten Pendidikan di Jawa Barat Harus Bisa Lahirkan SDM Berkualitas Siap Pakai

- 2 Mei 2023, 21:20 WIB
Wakil Ketua Komisi V DPRD Jawa Barat, Abdul Hadi Wijaya.
Wakil Ketua Komisi V DPRD Jawa Barat, Abdul Hadi Wijaya. /Dok DPRD Jabar.

GALAMEDIANEWS - Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar, Abdul Hadi Wijaya menyoroti beragam kekurangan yang masih ada dalam dunia pendidikan di Jawa Barat.

Bersamaan dengan momen Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei 2023, ia memberikan sejumlah masukan agar pendidikan di provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia ini bisa semakin baik.

Setidaknya, ada tiga poin penting yang menjadi catatan legislator yang akrab disapa Gus Ahad ini. Ketiga poin itu diharapkan bisa diperbaiki oleh Pemprov Jabar. DPRD Jabar, kata Gus Ahad, akan terus mengawalnya.

"Kami berurusan cukup banyak dengan dunia pendidikan, karena dunia pendidikan ini menghabiskan hampir 40 persen dari anggaran APBD Jabar. Oleh karena itu, dunia pendidikan ini harus sangat sangat baik mulai dari perencanaan sampai evaluasi akhirnya," terang Gus Ahad, saat berbincang dengan galamedianews.com, Selasa, 2 Mei 2023.

Baca Juga: LINK LIVE STREAMING Arsenal vs Chelsea di Liga Inggris, Mulai Kick-Off pada Pukul 02.00 WIB

Hardiknas 2023, ujar Gus Ahad, harus menjadi pijakan dalam menelaah seberapa jauh dunia pendidikan di Jabar berkembang. Pergantian kepemimpinan yang terjadi September 2023 nanti, diharapkan Gus Ahad bisa menjadi kesempatan baik dalam melakukan evaluasi.

Pembiayaan Pendidikan

 

Seperti diketahui, September 2023 ini jabatan Gubernur Jabar Ridwan Kamil dan Wakil Gubernur Uu Ruzhanul Ulum akan berakhir. Posisi itu nantinya akan digantikan oleh pejabat sementara hingga Pilkada digelar pada 2024.

"Ini masa kesempatan melakukan evaluasi tanpa ada tekanan dari kepentingan tanda petik agenda politik," ujar Gus Ahad.

Ia pun menyampaikan tiga poin yang menjadi catatan perjalanan dunia pendidikan di Jawa Barat. Pertama, yakni soal kebijakan pembiayaaan pendidikan.

Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional, katanya, disebutkan bahwa pembiayaan pendidikan datang dari tiga sumber, yakni APBN, APBD dan dana masyarakat.

"APBN sudah oke 20 persen, tapi APBD belum 20 persen. Kalau dikurangi pembiayaan dana transfer, baru 9 persen belum 10 persen. Makanya harus dicarikan fiskal yang baik oleh gubernur atau nanti plt-nya," kata Gus Ahad.

Soal dana dari masyarakat, semula diatur dengan adanya pembayaran SPP atau iuran bulanan. Hanya saja, saat ini posisinya sudah ditutup alias tak ada lagi biaya yang dibebankan.

"Padahal visi gubernur itu pendidikan untuk semua. Tapi ketika solusinya adalah gratis untuk semua, pasti anggaran APBN akan kurang. Sebenarnya hanya bisa gratis kalau dana masyarakan juga masuk," ungkapnya.

Baca Juga: BERPRESTASI! 4 SMA Terbaik di Kabupaten Pati Jawa Tengah Berdasarkan Nilai Tertinggi UTBK, Cek Rekomendasinya

Gus Ahad pun menyarankan perlunya reorientasi visi baru dalam pembiayan pendidikan yang melibatkan dana masyarakat. Artinya, yang digratiskan itu hanya bagi siswa mikin saja.

Mutu Pendidikan

Terjemahan pendidikan untuk semua, kata politisi dari PKS ini, bukan semua gratis tapi membiayai yang tidak mampu.

"Tapi kondisi sekarang, yang jadi korban adalah anak miskin karena dia wajib secara langsung atau tidak langsung membayar sumbangan ini dan itu. Akhirnya mereka tidak mampu bayar dan ijazah ditahan ketika lulus. Ini terjadi di sekolah negeri maupun swasta. Kami di dewan akan mengawal secara serius," ungkapnya.

Kondisi yang terjadi itu, ujarnya, secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Siswa miskin, juga dipastikan akan terganggu fokusnya.

"Apalagi ketika dia sudah diumumkan namanya masuk kedalam daftar siswa yang belum membayar uang ini itu, atau ketika ujian dia dapat tekanan psikis karena belum membayar. Ini yang dikhawatirkan," tuturnya.

Tak cuma itu, Gus Ahad pun menilai, ketika anggaran pendidikan kurang, maka sekolah akan mengurangi belanjanya dan itu akan berdampak pada mutu pendidikan.

"Honor petugas tambahan dikurangi atau dihilangkan. Motivasi untuk wali kelas, kepala lab atau lain-lain melakukan inovasi akan kurang ketika honor dikurangi," lanjutnya.

Poin kedua yang menjadi sorotan Gus Ahad, yakni soal ketersebaran sekolah. Di Jawa Barat saat ini, ujarnya, masih banyak blank zonasi.

Baca Juga: 5 SMA Terbaik di Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur Berdasarkan Nilai Tertinggi UTBK, Lihat Ada Sekolah Apa Saja?

"Kami menyebutnya blank zonasi. Jadi, ini adalah mereka yang tidak bisa menikmati pendidikan di sekolah negeri karena mereka terbatas dengan zonasi. Sekolah yang bagus minimal 1 km (haraknya). Di luar itu tidak bisa masuk sekolah tersebut, mau miskin mau apa," terangnya.

Jual Beli Kursi PPDB

Kondisi itu, kini yang terjadi di Jawa Barat. Oleh karena itu, Gus Ahda mendorong adanya perubahan kebijakan soal zonasi sekolah negeri. Menurut dia, harus ada reformasi pemanfaatan lewat tanah tanah desa dan kerjasama dengan banyak pihak agar bisa membuka sekolah baru.

"Jadi pemerintah harus permudah akses daerah untuk menjadi lahan sekolah," katanya.

Poin ketiga yang menjadi catatan, adalah soal konten dari pendidikan. Sejauh ini di Jawa Barat, ujar Gus Ahad, kurikulum dan lainnya yang diterapkan masih jauh dari ideal.

"Kurikulum dan sebagainya hendaknya menghasilkan anak-anak yang siap pakai. Jawa Barat sejauh ini dinilai belum siap pakai karena attitude kurang. Masih harus ada evaluasi, misalnya soal kedisiplinan anak dan lainnya. Jadi anak tak melulu mengejar akademik, attitude juga harus jadi perhatian," ungkapnya.

Baca Juga: 5 Peluang Usaha Baru yang Tidak akan Pernah Mati Tergerus Zaman, Simak Daftar  Bisnisnya Berikut

Pada kesempatan yang sama, Gus Ahad juga mengungkap pengaduan yang banyak disampaikan masyarakat terkait dengan dunia pendidikan. Satu yang masih menjadi 'penyakit akut' adalah soal proses PPDB alias Penerimaan Siswa Didik Baru.

Menurut dia, masih banyak sekolah, khususnya di kota-kota besar seperti Bandung, yang berani melakukan jual beli kursi. Dampaknya, hanya siswa kaya yang bisa menikmati, sementara siswa miskin yang seharusnya mendapatkan hak sama justru jadi terpinggirkan.

"Ternyata setelah saya konfirmasi langsung ke salah seorang pengambil keputusan di Disdik Jabar, belieu katakan sekolah-sekolah juga bermain dalam PPDB, Masih ada sekolah yang menambah kursi dll," tuturnya.

"Praktik ini masih ada dan ini otomatis hanya untuk orang kaya saja yang bisa bayar. Dan jelas, ini sudah mengurangi alokasi utk siswa miskin. Dampak kedepannya, tentu saja mutu pendidikan menjadi berkurang," pungkas Gus Ahad.***

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah