Jelang Pilkada Serentak 2024, KPU Jabar Beberkan 3 Tantangan Berat di Jawa Barat, Provinsi dengan DPT Terbesar

- 17 Mei 2024, 12:47 WIB
KPU Jabar ungkap 3 tantangan berat jelang Pilkada Serentak 2024 di Provinsi Jawa Barat yang  memiliki DPT terbesar se-Indonesia dalam workshop Dewan Pers di Hotel Mercure, Jalan Lengkong Besar, Kota Bandung, Kamis 16 Mei 2024./ Feby Syarifah - GalamediaNews
KPU Jabar ungkap 3 tantangan berat jelang Pilkada Serentak 2024 di Provinsi Jawa Barat yang memiliki DPT terbesar se-Indonesia dalam workshop Dewan Pers di Hotel Mercure, Jalan Lengkong Besar, Kota Bandung, Kamis 16 Mei 2024./ Feby Syarifah - GalamediaNews /

GALAMEDIANEWS – Komisi Pemilihan Umum atau KPU Jawa Barat (Jabar) membeberkan 3 tantangan berat yang harus mereka hadapi jelang digelarnya Pilkada Serentak 2024 untuk memilih Gubermur sekaligus 26 Bupati/Walikota. Apalagi Jabar merupakan provinsi dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) terbesar di Indonesia, ditambah kondisi wilayah yang cukup luas tentu tantangannya pun menjadi lebih besar.

Pilkada Serentak 2024 merupakan kontestasi politik untuk memilih secara langsung Gubernur maupun Bupati/Wali Kota di seluruh Indonesia, kecuali Gubernur DI Yogyakarta karena memang tidak dipilih, serta Wali Kota Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Bupati Kepulauan Seribu karena mereka ditunjuk langsung oleh Gubernur DKI terpilih nanti.

Mengingat Pilkada Serentak 2024 merupakan momen besar apalagi Provinsi Jawa Barat memiliki wilayah yang sangat luas dengan DPT terbesar, KPU Jabar pun membeberkan apa saja rintangan mereka dalam menghadapi event politik akbar tersebut.

Anggota KPU Jabar, Hedi Ardia mengungkapkan 3 tantangan terbesar Pilkada Serentak 2024 di Jawa Barat tersebut dalam forum tanya jawab Workshop Dewan Pers dengan tema Peliputan Pemilu/Pilkada Serentak 2024 Provinsi Jawa Barat, di Hotel Mercure, Jln. Lengkong Besar, Kota Bandung, Kamis 16 Mei 2024.

“Beberapa hal yang kami garisbawahi adalah pertama, Jawa Barat karena secara geografis memang merupakan provinsi dengan DPT (Daftar Pemilih Tetap –red.) terbesar, tantangannya adalah bagaimana kita bisa meningkatkan angka partisipasi pemilih. Karena sudah menjadi kelaziman, biasanya ketika Pemilihan Umum, yakni Pilpres dan Pileg itu angka partisipasi naik. Tapi pas Pilkada turun,” ujar Hedi menjelaskan.

Ia pun mengungkapkan alasan mengapa angka partisipasi pemilih pada proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) turun jika dibandingkan dengan saat Pemilihan Presiden (Pilpres).

“Mungkin ya, ini pendapat pribadi saja, alasan kenapa bisa begitu karena ekspos besar-besaran Pilpres itu tidak bisa kita pungkiri hampir setiap saat. Obrolan di media massa dan media sosial tidak jauh dari seputar politis, ya terkait Pilpres ataupun Capres,” ujar Hedi.

Hal berbeda justru terjadi pada saat menjelang Pilkada baik itu untuk memilih Gubernur ataupun Bupati/Walikota.

“Nah beda dengan Pilgub misalnya atau Pilkada. Sekarang untuk konteks Jawa Barat, saya perhatikan di media nasional isu tentang Pilgub itu sendiri masih belum muncul. Yang ada itu malah daerah Jawa Tengah, Medan, Jatim dan DKI. Padahal ini (Jawa Barat-red.) itu provinsi dengan DPT terbesar. Saya tidak tahu permasalahannya apa, apakah karena calonnya tidak ada yang populer. Yang banyak diberitakan kebanyakan hanya Ridwan Kamil saja. Ini ke Jakarta atau Jabar, itu aja,” ucapnya lagi.

Halaman:

Editor: Feby Syarifah

Sumber: Liputan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah