Waspada Serangan Degradasi dan Dekadensi Moral Remaja di Era Digital

5 Januari 2024, 11:31 WIB
Dianti Yuniar, S. Pd., M. Pd ( Guru Geografi SMAN 2 Garut) /

 

GALAMEDIANEWS - Degradasi moral adalah bentuk dari melemahnya suatu nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat khususnya remaja yang mengarah pada terbentuknya benturan budaya baru.

Peristiwa ini menyimpang dari kebiasaan dan adat pada masyarakat sebagai akibat buruk dari perkembangan teknologi yang disebabkan oleh globalisasi.

Sedangkan makna dekadensi moral adalah pengikisan jati diri yang terkait merosotnya tentang nilai-nilai keagamaan, nasionalisme, nilai sosial budaya bangsa dan perkembangan moralitas individu.

Kedua fenomena tersebut terjadi pada remaja sebagai dampak dari perkembangan teknologi digital.

Baca Juga: Orang Tua Wajib Waspada, Selfie Bisa Turunkan Kepercayaan Diri Anak Remaja

Degradasi dan dekadensi moral remaja ini muncul setelah adanya proses globalisasi. Setiap proses perubahan akan menghasilkan dampak positif dan negatif terhadap remaja yang hidup di era digital.

Dampak positif yang dirasakan oleh remaja terjadinya kemajuan dalam berfikir sehingga mereka mampu berfikir kritis, berfikir maju ke depan tentang bagaimana mereka menata masa depannya.

Melalui teknologi pun remaja Indonesia mampu menembus pasar dunia dalam menjemput Impian mereka melalui sekolah ataupun bekerja di luar negeri melalui jalur beasiswa maupun jalur mandiri.

Mereka pulang dengan membawa segudang keberhasilan yang mampu meningkatkan harkat dan derajat orang tuanya di tanah air.

Melalui kesuksesan anaknya orang tua menjadi dihargai oleh masyarakat. Hal inilah yang menjadi harapan seluruh orang tua dimanapun.

Baca Juga: Pakar Komunikasi Khawatirkan Media Sosial Akibatkan Anak-Anak Remaja Merasa Rendah Diri

Namun hidup tidak selalu sesuai antara harapan dan kenyataan. Degradasi dan dekadensi moral menjadi sebuah produk unggulan dari munculnya arus globalisasi semakin parah lagi pasca pandemi Covid-19.

Hal tersebut membuktikan bahwa setiap perubahan tentunya akan menghasilkan dampak negatif yang sampai saat ini belum bisa mengimbangi dampak positif yang terjadi pada diri remaja.

Melalui perkembangan teknologi sebagai aspek yang paling cepat berpengaruh buruk kepada remaja yang hidup di era digital.

Kini remaja menjadi kehilangan jati dirinya dan kehilangan karakter aslinya yang terakumulasi pengaruh dari luar yang diperoleh melalui teknologi informasi.

Seharusnya remaja mampu memanfaatkan teknologi untuk kepentingan yang mendukung pendidikan mereka karena dengan teknologi semua menjadi mudah.

namun pada nyatanya hanya sebagian kecil siswa yang mampu mengimbangi arus globalisasi sehingga dampak buruk yang dirasakan tidak terlalu besar.

Baca Juga: Dampak Positif dan Negatif Media Sosial Terhadap Anak-anak dan Remaja

Kini banyak siswa remaja di SMA saat ini sungguh mengiris hati karena karakter yang seharusnya muncul pada diri siswa hampir hilang.

Mulai dari etika berpakaian, berbicara, berperilaku, hingga yang paling menyedihkan mereka hampir tidak memiliki jiwa kompetitif bahkan bekerja keras mengejar impian mereka.

Pandemi Covid-19 menjadi salah satu penyumbang dampak buruk yang terjadi pada diri remaja.

Karena pada saat itu terjadi perubahan pola hidup yang menghasilkan kemunduran pada diri siswa remaja pada saat ini.

Kegiatan pembelajaran yang 100% menggantungkan diri pada handphone melekat hingga kini, sehingga siswa enggan berusaha dan ingin instan dalam mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Karena begitu, alhasil siswa menjadi malas bekerja, malas berpikir dan malas bergaul.

Padahal era digital ini menuntut generasi muda untuk tidak pintar secara IQ saja tetapi ada yang jauh lebih utama yaitu kecerdasan mental, emosional, spiritual, sosial, dan banyak lagi soft skill yang penting dimiliki siswa remaja saat ini.

Selain pandemi Covid-19 melihat fenomena degradasi dan dekadensi moral siswa remaja saat ini dipengaruhi juga oleh parenting style (pola asuh orang tua) yang kurang tepat.

Seperti belum seimbangnya antara kebutuhan yang seharusnya diterima oleh anak tetapi tidak diberikan oleh orang tua dalam hal ini pemenuhan kebutuhan secara mental.

Selama ini banyak sekali orang tua yang hanya memperhatikan keinginan anaknya tanpa mengetahui kebutuhannya apa.

Namun sebaliknya ada juga anak yang belum mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang anak.

Banyak anak yang hanya bisa menuntut saja tanpa memperhatikan kewajibannya sudah terpenuhi atau belum.

Ketimpangan inilah yang juga menjadi salah satu faktor yang dapat memperburuk terjadinya degradasi dan dekadensi moral.

Berdasarkan deskripsi di atas, sebagai seorang guru SMA merasa sangat perlu berkontribusi di dalam berupaya meminimalisir dampak buruk arus globalisasi.

Dalam hal ini bagaimana agar degradasi dan dekadensi moral remaja yang diakibatkan oleh arus globalisasi dapat menurun.

Sebagai warga negara Indonesia yang baik  kita tidak bisa menolak terjadinya arus globalisasi karena kemajuan di segala aspek akan terus berkembang maju.

Sebagai kalangan intelektual sudah seharusnya memberikan penekanan kepada siswa remaja untuk memiliki kemampuan berpikir kritis dan daya nalar yang tinggi.

Sehingga mampu melakukan filterisasi dari setiap perubahan yang hadir di hadapan para remaja.

Baca Juga: Anxiety Disorder pada Remaja: Kenali Gejala dan Pengobatannya  

Perubahan pola asuh anak juga menjadi penyumbang sangat berarti bagi pembentukan karakter anak yang akan menjadi modal dasar bagi anak dimanapun mereka berada.

Sehingga parenting style menjadi ilmu yang penting bagi orang tua pada saat ini agar terjadi keseimbangan antara perlakuan guru di sekolah dan perlakuan orang tua di rumah.

Karena kerjasama yang baik antara orang tua dengan guru merupakan langkah yang baik yang penting dilakukan sehingga orang tua bisa mengetahui perkembangan putra putrinya.

Harapan terbesarnya remaja di era digital mampu menjadi aset bangsa yang menjanjikan yang tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual (IQ).

Tetapi setidaknya mereka paham akan pentingnya kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ), kecerdasan ability (AQ).

Juga memiliki kemampuan problem solving yang akan menjadi seseorang yang mampu memberikan manfaat bagi banyak orang karena sebaik-baik manusia mereka yang bermanfaat bagi orang lain.

Untuk para pendidik di Indonesia semoga kita mampu menjadi fasilitator yang dibutuhkan oleh peserta didik di usia remaja sehingga mampu menciptakan generasi sehat mental dan spiritual.***

Penulis: Dianti Yuniar, S. Pd., M. Pd ( Guru Geografi SMAN 2 Garut)

Disclaimer : Isi merupakan tanggung jawab penulis

 

Editor: Lina Lutan

Tags

Terkini

Terpopuler