Inovasi Mesin Pasteurisasi Susu Skala UKM Berbasis Double Jacket dengan Posisi dan Jenis Pengaduk Bervariasi

- 7 Desember 2021, 13:36 WIB
Jaka Rukmana,  mahasiswa Sekolah Pascasarjana, Program Studi Doktor ilmu Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB University.
Jaka Rukmana, mahasiswa Sekolah Pascasarjana, Program Studi Doktor ilmu Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB University. /

GALAMEDIA - Susu merupakan sumber protein hewani yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dalam menjaga kesehatan. Susu segar merupakan elemen penting dalam industri pengolahan susu.

Sebagai pangan asal hewani, susu bersifat mudah rusak (Perishable food). Susu merupakan salah satu bahan pangan yang sangat digemari dan mengandung banyak zat gizi, adapun senyawa penting pada susu berupa karbohidrat, protein, lemak, fosfor, zat besi, vitamin, mineral dan air.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memproduksi susu segar dalam jumlah yang cukup tinggi, hal ini terbukti dengan data pada tahun 2019 indonesia menghasilkan susu segar sebesar 944.537 ton. Hal ini sedikit menurun dibanding pada tahun 2018 yang bisa mencapai 951.003 ton susu segar.

Baca Juga: Terungkap, Jadi Artis Bukan Cita-cita Sophia Latjuba

Provinsi yang memegang peran penting pada tinggi nya hasil produksi susu segar yakni jawa barat dan jawa timur. Pada tahun 2019 jawa barat mampu memproduksi susu segar sebesar 300.337 ton dan jawa timur sebesar 521.123 ton.

Dengan tinggi nya produksi susu segar ini tidak menutup kemungkinan akan banyaknya diversifikasi produk berbahan dasar susu. Susu merupakan pangan yang mudah rusak, hal ini membuat penanganan awal susu merupakan salah satu hal yang sangat penting. Proses penanganan awal susu salah satunya berupa pasteurisasi.

Pada industri pangan skala besar proses pasteurisasi dilakukan menggunakan Pasteurizer namun pada industri pangan skala kecil atau UKM, masih menggunakan metode konvensional dengan peralatan sederhana yakni menggunakan panci dan kompor.

Pasteurisasi dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni metode batch dan metode continue. Pada umumnya, pasteurisasi batch dilakukan dalam industri kecil menengah, karena pasteurisasi batch dapat lebih optimal pada produksi dengan jumlah kecil.

Baca Juga: Video Risma ‘Kendalikan’ Badai Angin Viral, Mensos Lagi-lagi Dihujat Publik  

Terdapat 2 metode pasteurisasi batch yang biasanya dilakukan oleh masyarakat atau industri kecil yaitu menggunakan pengadukan (agitasi) dan tanpa pengadukan. Dengan adanya agitasi dapat mempengaruhi efektivitas pemanasan selama pasteurisasi. Terdapat 2 hal yang dapat mempengaruhi efektivitas pasteurisasi yakni suhu dan waktu.

Sehingga pasteurisasi yang sesuai yaitu pasteurisasi yang dilakukan dengan suhu dan lama waktu yang sesuai agar pemanasan seragam pada setiap bagian dari produk.
Pasteurisasi merupakan penanganan pangan menggunakan panas dengan suhu dibawah 100OC, dengan tujuan untuk meminimalisir keberadaan mikroorganisme patogen, inaktifasi enzim dan memperpanjang umur simpan (Fellows, 2009).

Adapun suhu yang biasa digunakan untuk pasteurisasi bervariasi didasari dengan beberapa metode pasteurisasi yakni LTLT (Low Temperature Long Time), metode ini biasanya digunakan pada pasteurisasi batch untuk pasteurisasi skala kecil. Lalu ada metode HTST (High Temperature Short Time), HHST (Higher Heat Short Time), dan UHT (Ultra High Temperature), metode ini digunakan pada pasateurisasi continue pada skala menengah sampai besar.

Proses pasteurisasi susu dengan metode konvensional memiliki beberapa kelemahan. Salah satu kelemahan metode konvensional yakni kurang tepatnya penggunaan suhu pemanasan. Kurang tepatnya suhu pemanasan ini akan berpengaruh pada protein susu yang akan mengalami degradasi dan tidak terinaktivasinya seluruh bakteri pada susu.

Baca Juga: Head To Head Persib Bandung vs Persebaya Surabaya, Pertandingan Diprediksi Akan Sangat Ketat

Menurut (Hoque et al., 2018) pemanasan susu menggunakan kompor yang optimal untuk menginaktifasi bakteri yakni pada suhu 75OC dengan penurunan bakteri dari 2x105 CFU.mL-1 hingga 20 CFU.mL-1. Pemanasan susu menggunakan metode konvensional memiliki kekurangan lainnya berupa rendahnya efisiensi pemanasannya, efisiensi kompor dalam pemanasan hanya sebesar 58,8%.

Dengan rendahnya efisiensi pasteurisasi metode konvensial ini susu yang dipasteurisasi pun tidak akan optimal, yang akan berimbas pada banyak atau tidak nya mikroorganisme patogen yang terkandung. Oleh karena itu perlu dilakukannya inovasi teknologi pasteurisasi untuk memperbaiki kualitas dan meningkatkan produksi susu yang baik, sehingga didapatkan harga jual yang meningkat.

Inovasi yang dilakukan oleh penulis yakni membuat mesin pasteurisasi metode batch (holder proces) yang otomatis dan juga praktis. Beberapa hal yang praktis yang dapat menunjang produktifitas diantara lainnya detachable agitator dan adjustable agitator position.

Detachable Agitator merupakan salah satu fitur yang di terapkan pada rancang bangun mesin pasteurisasi ini, dimana secara harfiah diartikan sebagai pengaduk yang dapat dilepas-pasang, sedangkan Adjustable Agitator Position adalah fitur yang disematkan dengan tujuan untuk mengatur posisi pengaduk saat proses pasteurisasi.

Baca Juga: Prabowo Subianto: Negara Kaya Tanpa Pertahanan Kuat Akan Diinjak dan Didikte Bangsa Lain!

Inovasi lainnya yang dilakukan pada teknologi pasteurisasi yaitu dengan mengganti media pemanas menggunakan Minyak Jelantah. Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah minyak jelantah yang dihasilkan dari limbah industri pangan, dan bahkan menurut (Badan Pusat Statistik, 2019) nilai ekspor minyak jelantah mencapai US$ 37.3 Juta, dan jumlah ini terus meningkat seiring waktu dari tahun 2015.

Nama minyak jelantah diartikan sebagai minyak yang sudah dipakai atau minyak bekas. Secara umum minyak goreng, atau minyak nabati memiliki kapasitas panas spesifik sebesar 1.67 Kj/KgK. Kapasitas panas spesifik ini merupakan besarnya panas atau kalor yang diperlukan untuk mengubah suhunya sebesar satu derajat.

Berbeda dengan air yang memiliki kapasitas panas spesifik sebesar 4,19 Kj/KgK (Engineering ToolBox, 2003). Dengan artian lain kalor yang dibutuhkan untuk menaikan atau menurunkan satu derajat dari minyak sayur lebih rendah dibandingkan dengan air, hal ini menjadi salah satu alasan digunakannya minyak jelantah sebagai media pemanas.

Baca Juga: 5 Manfaat Daun Sambiloto bagi Kesehatan, Ampuh Redakan Flu Sampai Demam

Dengan rendahnya angka kapasitas panas spesifik dari minyak jelantah berarti rendahnya energi yang dibutuhkan untuk memanaskannya, dan dapat dengan mudah suhu yang diinginkan tercapai.

Minyak memiliki kemampuan untuk tahan akan penurunan suhu (Thermal Degradation), dengan kata lain apabila suhu naik, ikatan molekular mampu bertahan dan dapat mengurangi terjadinya degradasi atau perubahan sifat fisik dan kimia nya.

Menggunakan Minyak Jelantah sebagai media pemanas merupakan salah satu proses pemanfaatan minyak jelantah yang selama ini hanya dibuang atau bahkan digunakan menjadi biodesel saja.

Dengan adanya inovasi ini, diharapkan dapat mengurangi limbah minyak jelantah. Penggunaan pemanas atau media pemanas minyak jelantah merupakan metode pemanasan secara tidak langsung atau Indirect Heat Treatment. Indirect Heat Treatment yaitu proses penanganan menggunakan panas secara tidak langsung atau tanpa adanya kontak langsung antara produk dengan sumber panas.

Pengembangan ide atau inovasi yang diberikan untuk memperbaiki proses pengolahan susu pada UMKM di Jawa Barat dengan menggunakan Mesin Pasteurisasi Susu Sapi Otomatis dengan Teknologi Double Jacket Pasteurizer dan Minyak Jelantah Sebagai Media Pemanas. Mesin ini merupakan alat pasteurisasi susu yang dirancang secara khusus untuk mampu bekerja secara otomatis pada susu yang telah disesuaikan dengan kebutuhan pemanasan susu.***

Penulis: Jaka Rukmana

Mahasiswa Sekolah Pascasarjana, Program Studi Doktor ilmu Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB University.

Editor: Dadang Setiawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x