Pemblokiran Film Jejak Khilafah di Nusantara Tuai Protes dan Polemik

- 21 Agustus 2020, 11:14 WIB
/



GALAMEDIA - Pemblokiran penanyangan Film 'Jejak Khilafah di Nusantara' oleh pemerintah menuai polemik di kalangan masyarakat. Film tersebut diblokir ditengah-tengah siaran langsung secara virtual.

Sebelumnya, Film Jejak Khilafah di Nusantara diluncurkan pada Minggu (2/8/2020) lalu, dibuat oleh Nicko Pandawa dan Komunitas Literasi JKDN dan diputar perdana pada Kamis 20 Agustus 2020 kemarin. Namun film tersebut sempat diblokir beberapa kali di tengah pemutaran film.

Akun Instagram @jejakkhilafahdinusantara mengunggah pengumuman tersebut. Akun tersebut mengunggah tampilan layar saat film diblokir.

Baca Juga: Yosep : Pelaksanaan Resepsi di Kabupaten Bandung Telah Diatur Syarat dan Ketentuannya

"Video tidak tersedia. Konten ini tidak tersedia di domain negara ini karena ada keluhan hukum dari pemerintah," demikian isi notifikasi pemblokiran film seperti dilansir dari suara.com, Jumat 21 Agustus 2020.

Dalam film itu, ditampilkan beberapa tokoh seperti mantan juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto, mantan Ketua DPP HTI Rokhmat S. Labib, dan Felix Siauw.

Selain itu, beberapa pembicara juga turut ditampilkan dalam film dokumenter itu seperti Teuku Zulkarnaen, Mizuar Mahdi, Alwi Alatas, Moeflich Hasbullah dan Peter Carey.

Wasekjen MUI Tengku Zulkarnain atau yang akrab disapa Tengku Zul merasa geram dengan adanya pemblokiran film. Ia pun mendesak agar Presiden Joko Widodo memberikan alasan pemblokiran film dokumenter tersebut.

Baca Juga: PNS Minta Laptop ke Pemerintah, Sri Mulyani: Negara Bisa Bangkrut!

"Dengan ini saya meminta jawaban resmi dari pak @jokowi sebagai Presiden RI, yai Maruf Amin dan pak @mohmahfudmd: 'Apa alasan keluhan pemerintah atas video Jejak Khilafah sebagai sejarah? Apakah ada hukum negara yang dilanggar? NKRI negara hukum, tidak boleh sewenang-wenang," ujar Tengku Zul.

Dalam cuitan terpisah, Tengku Zul mengklaim bila film itu tidak ada kaitannya dengan ISIS maupun terorisme. Ia justru menyindir orang-orang yang menuduh film dokumenter tersebut berkaitan dengan ISIS.

"Jika kemudian ada yang mengaitkan film Jejak Khilafah dengan ISIS dan terorisme, maka tidak ada kata lain yang saya sampaikan melainkan kata 'tol*ol' Paham?" ungkap Tengku Zul.

Tengku Zul menilai, tindakan anti keagamaan kekinian mulai bermunculan dan semakin merajalela.

"Saya melihat tindakan anti keagamaan semakin panik dan kalap sekarang ini," imbuhnya.

Baca Juga: Kementerian PUPR Targetkan 287.000 Unit Bantuan Pembiayaan Perumahan di Tahun Anggaran 2020

Diprotes sejarawan

Sementara itu, sejarawan sekaligus guru besar emeritus Trinity College, Oxford, Peter Carey mengajukan keberatan kepada tim produksi film Jejak Khilafah di Nusantara karena mencatutkan namanya tanpa izin.

Peter mengakui bahwa dirinya sempat dimintai wawancara untuk menjelaskan tentang Perang Diponegoro yang telah ditelitinya, namun ia tak pernah diberitahu jika hasil wawancara itu ditujukan untuk penggarapan sebuah film.

Hasil wawancara itu kemudian muncul di film Jejak Khilafah di Nusantara pada menit ke-59.

"Menggunakan nama seseorang dengan tujuan publisitas tanpa seizin mereka adalah pelanggaran Undang-undang (pencurian hak kekayaan, intelektual, penipuan, pencemaran nama baik)," kata Peter dalam keterangan tertulis yang dibagikan oleh akun Twitter Christopher Reinhart, seorang asisten Cardiff Professor dan Oxford Professor.

Ia menegaskan bahwa penjelasannya soal Perang Diponegoro adalah berdasarkan pendekatan keyakinan agama Diponegoro, Perang Jawa, dan hubungannya dengan Turki Utsmani.

Baca Juga: Meninggal Saat Tengah Bekerja, Viral Foto Jenazah Karyawan Supermarket Dibiarkan di Lorong Kue

Oleh karena itu, Peter berpendapat bahwa keinginan tim produksi film Jejak Khilafah di Nusantara dengan menampilkan Diponegoro sebagai seorang pemimpin Khalifah Jawa dengan dukungan dari Kesultanan Utsmaniyah pada masa Perang Jawa memuat narasi yang cacat.

Profesor berusia 72 tahun itu juga mengaku keberatan karena nama baik dan penelitianya dilibatkan dalam agenda organisasi yang sama sekali tidak didukung oleh kenyataan.

"Saya tidak senang karena saya telah ditempatkan dalam posisi di mana nama baik dan penelitian yg telah saya lakukan dilibatkan dengan sebuah proyek yang menurut saya sangat menjijikkan - yakni agenda HTI yang berupaya untuk mengarang sebuah narasi sejarah yang sama sekali tidak didukung oleh kenyataan," imbuh Peter yang mengancam akan mengambil jalur hukum atas insiden ini.

Atas protes yang diajukan Profesor Peter tersebut, tim produksi Film Jejak Khilafah fi Nusantara telah memberikan klarifikasi dan permintaan maafnya.

Baca Juga: Prabowo Subianto Menaikkan Tunjangan Kinerja TNI Hingga 80 Persen

Selain itu pernyataan Peter dalam film tersebut juga akan dihapus dari video yang diunggah di kanal Youtube Indonesia Bersyariah.

Editor: Kiki Kurnia


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x