Masuk Usia 40, Suami Jadi Lebih Genit? Hati-hati Puber Kedua!

- 8 Desember 2021, 13:54 WIB
break up//pexel.com/
break up//pexel.com/ /

GALAMEDIA - Pernikahan tidak selamanya indah, masalah bisa terjadi dalam rumah tangga. Seiring maraknya kasus perceraian, tidak sedikit yang menyebutnya dipicu puber kedua.

Fenomena puber kedua sering dikaitkan dengan kaum pria, yang bisa berakhir dengan perselingkuhan dan perceraian. Namun, benarkah puber kedua itu ada atau hanya mitos belaka?

Dilihat dari maknanya, pubertas adalah masa atau periode peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa.

Ini ditandai dengan kematangan fungsi reproduksi, yang dipengaruhi produksi hormon seksual seperti testosteron pada pria dan estrogen pada wanita.

Baca Juga: Guru Pesantren Cabuli Belasan Santriwati Hingga Hamil dan Melahirkan! Kasusnya Disidangkan di PN Bandung

Masa pubertas terjadi saat seorang anak mencapai usia belasan tahun. Berangkat dari hal tersebut, sulit mendefinisikan apabila puber terjadi pada kelompok usia yang jauh lebih tua.

Pada kenyataannya, tidak ada istilah yang disebut dengan puber kedua secara medis. Namun, tidak dimungkiri fenomena tersebut kerap dijumpai.

Yang digambarkan sebagai fenomena puber kedua adalah situasi ketika seseorang yang sudah dewasa, umumnya sekitar usia 40 tahunan, mengalami gejala-gejala layaknya ABG atau anak baru gede, khususnya terkait ketertarikan terhadap lawan jenis.

Baca Juga: Simak 5 Tips Bebas Utang Hingga Hidup Lebih Tenang

Saat seseorang sedang tertarik pada lawan jenisnya, umumnya ada beberapa perilaku khas yang dapat diamati, seperti lebih memperhatikan penampilan dan bertingkah untuk mencari perhatian.

Inilah mengapa fenomena tersebut dikenal dengan istilah puber kedua. Walaupun secara medis tidak dapat dijelaskan, fenomena puber kedua dapat dipahami dari sudut pandang psikologis.

Usia di atas 35 tahun umumnya merupakan masa-masa ketika seseorang, khususnya kaum pria yang dipandang sebagai tulang punggung keluarga, telah melewati beberapa periode kritis dalam hidupnya.

Baca Juga: Simak 5 Tips Bebas Utang Hingga Hidup Lebih Tenang

Berikut Galamedia ulas apa itu puber kedua dan cara mengatasinya, simak terus ya penjelasannya:

1. Apa itu puber kedua?

Pada dasarnya, pubertas hanya terjadi pada masa remaja dan tidak akan terjadi untuk kedua kalinya pada seseorang.

Namun, pada umumnya puber kedua seringkali dikaitkan dengan fase dimana seseorang merasa bosan dengan pasangannya dan mencari sosok lain yang dapat membuatnya lebih bersemangat.

Puber kedua sering digunakan untuk menyebut kondisi orang-orang paruh baya yang bertingkah laku kembali seperti remaja.

Dengan kata lain, puber kedua sering dikaitkan bagi orang dewasa yang sudah menikah, berubah perilakunya kembali seperti anak remaja kemudian ia melakukan perselingkuhan.

Baca Juga: Update Harga Emas di Pegadaian Hari Ini 8 Desember 2021:Antam Naik, UBS Turun

2. Puber kedua, mitos atau fakta?

Beberapa orang mengatakan puber kedua menjadi salah satu penyebab hancurnya rumah tangga mereka. Namun sebenarnya, puber kedua hanyalah mitos belaka atau justru merupakan sebuah fakta?

Puber kedua sebenarnya tidak ada dalam dunia medis. Maka dapat dikatakan juga bahwa puber kedua merupakan sebuah mitos.

Meskipun dikatakan mitos, namun faktanya beberapa dari mereka terlihat lebih memperhatikan penampilan, memiliki perubahan mood yang lebih fluktuatif, lebih mudah stres, memiliki krisis kepercayaan diri, dan lebih agresif.

Pada dasarnya rasa bosan pada pasangan sehingga mencari kenyamanan pada orang lain bisa saja terjadi.

Namun hal tersebut bukan dikatakan sebagai puber kedua, melainkan seseorang yang sedang mengalami fase MLC (Mid Life Crisis).

Baca Juga: Netizen Mendadak Doakan Jokowi Usai Tinjau Lokasi Gunung Semeru: Presiden Peduli Sama Rakyatnya

3. Tanda-tanda pasangan puber kedua:

- Sering berkata hidupnya membosankan

- Berselingkuh

- Menjadi lebih genit

- Jarang berada di rumah

- Membuat keputusan yang tidak biasa

Baca Juga: Ini 6 Manfaat Air Kelapa, Bikin Awet Muda Hingga Usir Cacingan

4. Bagaimana mengatasinya?

1. Tingkatkan kualitas dan kuantitas komunikasi antara suami dan istri. Umumnya, karena masing-masing sibuk, kuantitas dan kualitas komunikasi antar suami dan istri menurun seiring waktu. Padahal, ancaman terhadap kelangsungan rumah tangga semakin meningkat.

Oleh karena itu, penting untuk selalu berbagi cerita, berdiskusi, ataupun berbincang ringan dengan pasangan seoptimal mungkin setiap harinya. Pillowtalk selalu menjadi cara yang manis dan ampuh untuk menjaga kualitas komunikasi suami istri.

2. Bangun mental tahan godaan. Ada pepatah semakin tinggi pohon, semakin kencang pula anginnya. Kenyataannya, semakin tinggi pohon, semakin bagus pula pemandangannya dari atas. Intinya, godaan akan selalu ada di mana-mana.

Baca Juga: Link Streaming Persib vs Persebaya Malam Ini Pukul 20:40 WIB, Pertandingan yang Akan Berlangsung Alot

Maka dari itu, kita perlu memperkuat diri supaya mampu menahan semua godaan tersebut. Bila perlu, tempatkan pengingat kecil yang manis seperti foto pasangan atau keluarga di tempat yang sering kita akses, misalnya meja kantor, mobil, dompet, dan lain sebagainya, untuk membantu mengingatkan kita setiap kali ada godaan datang.

3. Tingkatkan kualitas kehidupan seksual dengan pasangan. Bukan rahasia lagi bahwa kualitas kehidupan seksual akan menurun seiring bertambahnya usia pernikahan. Tanpa disadari, hal ini ternyata berbahaya.

Aktivitas seksual adalah kesempatan bagi suami dan istri untuk saling membuka diri seutuhnya. Saat di mana keintiman yang paling dalam dapat dibangun. Jika hal ini diabaikan, maka hubungan akan menjadi rapuh dan mudah terkena gangguan.

Baca Juga: Ganti PPKM yang Batal, Tito Sebut Pemerintah Akan Terapkan Pembatasan Nataru, Pengamat: Rakyat Makin Bingung

Kehidupan seksual yang baik juga bisa membantu pasangan lebih “alert” jika sedang terjadi sesuatu yang tidak benar. Pada banyak kasus perselingkuhan, pelakunya dapat mengalami impotensia parsial, yakni kesulitan mencapai atau mempertahankan ereksi pada pasangan resminya.

Jika pada dasarnya kita tidak memiliki kehidupan seksual yang rutin dan sehat, tentunya sulit mendeteksi “gangguan” dengan cara ini.

Jadi, fenomena puber kedua memang benar-benar bisa terjadi. Kita tidak boleh menoleransi, dalam arti menganggap hal itu wajar, sehingga pasrah saja jika fenomena itu hadir.

Baca Juga: Bukan Main! Ini 7 Bintang Drakor Bayaran Tertinggi, Posisi 2 dan 3 Diraih SongSong Couple

Justru dengan menyadari adanya potensi fenomena tersebut, kita jadi semakin semangat meningkatkan kualitas hubungan dengan pasangan. Rumah tangga pun selalu aman, deh!

Keputusan ada d itanganmu, apakah tetap ingin bertahan atau melepaskannya dan memulai hidup baru. Pikirkan dan pertimbangkan baik-baik sebelum mengambil keputusan.***

Editor: Mia Fahrani

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah