Dua wartawan itu berasal dari salah satu televisi swasta. Keduanya yaitu Meutya Hafid dan juru kamera Budiyanto.
Meutya Hafid dan Budiyanto menjadi korban penculikan dan disandera saat bertugas, pada 18 Februari 2005 lalu.
Penyandera menganggap kedatangan kedua wartawan tersebut merupakan utusan pemerintah Indonesia untuk ikut campur dalam kepentingan politik yang saat itu sedang terjadi.
Dikutip dari berbagai sumber, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika itu langsung mengklarifikasi bahwa kedua jurnalis sedang menjalankan tugas yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan kepentingan politik.
SBY pun pada akhirnya meminta Brigade Mujahiddin di Irak untuk membebaskan wartawan tersebut.
Mereka akhirnya dibebaskan pada 21 Februari 2005. Peristiwa itu pun Meutya abadikan dalam sebuah buku "168 Jam dalam Sandera: Memoar Seorang Jurnalis yang Disandera di Irak".***