Nah, kalau masalah yang satu ini memang agak sukar juga menjawabnya. Sebab hutang kita kepada Allah SWT itu seharusnya kita catat baik-baik. Maka cara yang paling masuk akal adalah dengan cara melakukan anggaran atau perkiraan.
Cara ini biasa dilakukan oleh lembaga profesional untuk menaksir kira-kira nilai suatu asset. Biasanya perbankan menggunakan cara ini untuk menaksir nilai suatu asset yang dijadikan jaminan.
Kalau dalam bahasa fiqihnya, kita boleh pakai istilah ijtihad. Maksudnya, orang yang berhutang ini dipersilahkan berijtihad untuk menghitung-hitung sendiri sesuai dengan perkiraannya.
Namanya cuma perkiraan, tentu tidak 100% tepat. Tetapi setidaknya ada dasar-dasar pijakan yang boleh dijadikan rujukan dalam mengira-ngira jumlah hutang puasa.
Katakanlah misalnya dalam sekali Ramadhan ada kurang lebih 50% hari yang ditinggalkan tidak berpuasa. Maka kalau selama berturut-turut 5 tahun hal itu terjadi, kita boleh hitung dengan mengalikan 15 hari selama 5 tahun. Hasil totalnya adalah 75 hari.
Baca Juga: Ikatan Cinta Hari Ini 23 Maret 2022: Karena Andin, Perusahaan Al Alami Kebangkrutan
Dalam pelaksanaan, boleh saja puasa qadha’ itu dijatuhkan pada hari-hari khusus yang nilai pahalanya boleh digandakan, seperti hari Senin atau Kamis.
Atau boleh juga dijatuhkan pada tiap tanggal 13, 14 dan 15 tiap bulan qamariyah, sebagaimana halnya puasa ayyamul bidh. Dan kalau kamu mau puasa berselang-seling seperti puasa Nabi Daud alaihissalam juga boleh, malah akan lebih bagus lagi.
Tetapi semua teknik di atas bukanlah aturan baku dalam mengqadha’ puasa. Tidak mampu seperti itu juga tidak mengapa.