Perintah takwa inilah yang sering kita dengar dalam khutbah Jumat berulang kali,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.“ (QS. Ali Imran: 102)
Apa bentuk takwa yang sebenarnya?
Sebagaimana disebutkan dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim oleh Ibnu Katsir, dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata mengenai takwa yang sebenarnya,
لاَ يَتَّقِي العَبْدُ اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ حَتَّى يَخْزُنُ مِنْ لِسَانِهِ
“Tidaklah seseorang disebut bertakwa dengan sebenar-benarnya kepada Allah sampai ia bisa menjaga lisannya.”
Kata Ibnu Katsir rahimahullah,
وَمَنْ مَاتَ عَلَى شَيْءٍ بُعِثَ عَلَيْهِ
“Siapa yang meninggal dunia dengan suatu keadaan, maka ia akan dibangkitkan seperti keadaan itu pula.”