12 Syarat Hukuman Mati Bagi Koruptor, Mungkinkah Hukuman Mati Bisa Diterapkan di Indonesia?

- 22 Februari 2023, 12:43 WIB
Ilustrasi hukuman mati bagi koruptor, sanksi mati bagi koruptor hingga kini masih menjadi sebuah perdebatan panjang, pemerintah dan DPR belum memiliki kesepakatan bersama menerapkan hukuman mati
Ilustrasi hukuman mati bagi koruptor, sanksi mati bagi koruptor hingga kini masih menjadi sebuah perdebatan panjang, pemerintah dan DPR belum memiliki kesepakatan bersama menerapkan hukuman mati /pixabay/kaihh/

GALAMEDIANEWS – Hukuman mati bagi koruptor hingga kini masih menjadi sebuah perdebatan panjang. Dua kubu Pro dan kontra saling beradu argumen. Sejak tahun 2004, pidana mati telah dilaksanakan di Indonesia hanya untuk kejahatan-kejahatan yang sangat serius seperti narkoba, terorisme, pembunuhan berencana. Tindak Pidana Korupsi tidak termasuk dalam daftar kejahatan yang dapat dihukum mati di Indonesia.

Hukuman mati masih menjadi hambatan utama bagi kemajuan. Penghilangan nyawa ini merupakan masalah yang sulit karena menyangkut inti dari bagaimana masyarakat menghargai kehidupan manusia. Argumen utama yang membenarkan penggunaan sanksi mati adalah ‘teori hukuman yang adil’. Dimana menyatakan bahwa terdakwa harus menerima hukuman yang sama dengan korban, berdasarkan pembalasan.

 Baca Juga: Garuda Menerbangkan Empat Pesawatnya untuk Dukung Misi Kemanusiaan di Turki dan Suriah

UU No. 20 Tahun 2001Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Hukuman mati bagi pelaku rasuah di Indonesia sudah diatur dalam Pasal 2(2) UU No. 31 Tahun 1999. Sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hanya saja pemerintah  dan DPR belum mencapai kesepakatan mengenai penggunaan hukuman mati bagi pelakunya. 

Pernyataan Presiden Jokowi mengenai hukuman mati bagi pelaku rasuah masih sebatas wacana. Sejauh ini, belum ada koruptor yang dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan. Untuk mengubah hukuman ini. Indonesia perlu mengubah undang-undang dan mendapatkan persetujuan dari semua badan dan lembaga terkait, yang bukanlah tugas yang mudah untuk dilakukan

Korupsi merupakan Tindak Kejahatan luar biasa. Dampak negatif diberikan begitu panjang disegala bidang kehidupan manusia melebihi kejahatan seperti kasus terorisme. Namun demikian, Hukuman bagi pelaku rasuah dianggap sebagai pelanggaran biasa di Indonesia. Pelaku rasuah  mendapatkan hukuman penjara yang lama dan denda yang besar. Hukuman maksimum untuk pelaku rasuah adalah 20 tahun penjara atau denda hingga Rp1 miliar, atau keduanya.

Untuk diketahui, pada tahun 2020, Mahkamah Agung Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1. Tentang Pedoman Pemidanaan dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Diapresiasi oleh beberapa pihak, terutama DPR, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan banyak pihak lainnya.

Mahkamah Agung secara definitif mengklasifikasikan kategori pelaku tindak pidana korupsi ke dalam lima kategori, yaitu:

  • Berat
  • paling berat
  • sedang,
  • ringan dan
  • paling ringan.

Pelaku tindak pidana korupsi yang masuk dalam kategori paling berat harus bersiap-siap untuk dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Bahkan hukuman mati oleh hakim.

Ancaman Hukuman Mati Bagi Koruptor

 Baca Juga: Indonesia Memiliki Cadangan Emas yang Berlimpah, Berikut Daerah dengan Cadangan Emas Terbesar

Dilihat dari ancaman hukuman dalam Peraturan Mahkamah Agung ini, nampaknya Mahkamah Agung tidak main-main dengan penjatuhan hukuman mati. Di bawah ini adalah syarat-syarat untuk menjatuhkan hukuman mati bagi koruptor berdasarkan Perma No. 1 Tahun 2020

  1. Hakim tidak menemukan hal-hal yang meringankan dalam kasus terdakwa.
  2. Jika pelanggaran dilakukan terhadap dana yang dimaksudkan untuk memerangi dampak keadaan darurat, Bencana alam nasional, kerusuhan sosial yang meluas, krisis ekonomi dan keuangan, dan dalam kasus pelanggaran korupsi yang berulang.
  3. Terdakwa melakukan korupsi sebesar Rp100 miliar atau lebih.
  4. Terdakwa adalah kontributor utama dalam melakukan pelanggaran, baik dilakukan sendiri maupun bersama-sama.
  5. Terdakwa atau pelaku memiliki peran sebagai penganjur atau yang menyuruh atau melakukan terjadinya tindak pidana korupsi.
  6. Terdakwa melakukan perbuatan tersebut dengan modus operandi atau dengan menggunakan cara/teknologi yang canggih.
  7. Terdakwa melakukan tindak pidana korupsi pada saat terjadi bencana nasional atau krisis ekonomi dalam skala nasional
  8. Tindak pidana korupsi yang dilakukan berdampak secara nasional.
  9. Perbuatan korupsi yang dilakukan mengakibatkan hasil pekerjaan tidak dapat digunakan sama sekali.
  10. Perbuatan korupsi yang dilakukan oleh Terdakwa mengakibatkan penderitaan bagi kelompok masyarakat yang rentan, antara lain orang tua, anak-anak, orang miskin, wanita hamil, dan penyandang disabilitas.
  11. Setidaknya 50% dari nilai aset terdakwa berasal dari hasil korupsi.
  12. Kurang dari 10% dari uang hasil rasuah yang berhasil dikembalikan.

KPK sebagai instansi yang berwenang melakukan pemberantasan korupsi tidak berwenang atau memiliki kewenangan untuk menjatuhkan vonis  mati kepada koruptor.

KPK adalah lembaga independen yang dibentuk untuk memberantas korupsi. Namun, KPK tidak memiliki wewenang untuk menuntut dan menghukum para koruptor, apalagi menjatuhi vonis mati koruptor

Peran KPK adalah menyelidiki, menuntut dan mengadili tindak pidana korupsi. Serta memberikan rekomendasi kepada otoritas penegak hukum untuk proses hukum selanjutnya.

Pengadilanlah yang  memiliki wewenang untuk menghukum mati para koruptor, baik di tingkat pertama maupun di tingkat banding ***

Editor: Nadya Kinasih

Sumber: Indonesia Baik


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah