Tradisi Sunda Ngertakeun Bumi Lamba, Gunung Tangkuban Parahu Digelar Kembali Pada 25 Juni 2023

- 20 Juni 2023, 05:50 WIB
Prosesi upacara Ngertakeun Bumi Lamba di Gunung Tangkuban Parahu.
Prosesi upacara Ngertakeun Bumi Lamba di Gunung Tangkuban Parahu. /Wika Khairunnisa/GalamediaNews /

GALAMEDIANEWS - Upacara adat Ngertakeun Bumi Lamba sebagai tradisi Suku Sunda akan digelar kembali pada hari Minggu, 25 Juni 2023, di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu, Jawa Barat. Acara dimulai pada pukul 07.00 WIB sampai dengan selesai.

Kang Imet selaku pengurus acara menyampaikan, 'Jampe Buhun Laku Kamanusaan' merupakan tema yang diangkat pada upacara tahun ini, Maknanya adalah pesan pesan dari leluhur yang sebenarnya mengajarkan tentang cinta kasih (kamanusaan), yang tersampaikan dalam ragam produk budaya baik sastra seni dan tata cara.

Dan juga di tanamkan pada objek-objek yang sering di gunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Sunda seperti sasajen, pusaka, alat musik atau waditra, serta wewangian di posisikan sebagai karya yang memanifestasikan nilai dan pesan cinta kasih dari leluhur.

Sejumlah partisipasi dari suku dan kebudayaan lain yang juga akan turut hadir yakni Suku Baduy Jero, Bali, Dayak Sagandu, Nias, Asmat, dan lain-lain.

Baca Juga: HEBOH, Cucu Presiden Jokowi, Jan Ethes Jadi Pendamping Pemain Argentina Emiliano Martinez

Masyarakat maupun wisatawan yang sedang berkunjung ke tempat wisata diperbolehkan untuk sekedar menonton atau mengikuti serangkaian ritual adat tersebut.

"Tidak ada syarat yang rumit, cukup datang, ikuti, lalu tetapkan, adapun yang memiliki pakaian adat sebaiknya di pakai saja" Kata Kang Imet melalui sambungan telepon, pada 19 Juni 2023.

Adapun serangkaian kegiatan adat yang akan dilalui yaitu pertama-tama peserta yang hadir akan berkumpul di depan altar sesajen untuk menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Dilanjutkan dengan ngaremokeun sirih pinang para leluhur, rajah bubuka dari Jaro Wastu (pemimpin upacara), doa bubuka dari setiap masyarakat adat, rajah pamunah, lungsur sasajen, dan terakhir melarung ke kawah.

Mensejahterakan Alam Semesta

Secara dasar Ngertakeun Bumi Lamba adalah salah satu pesan dari leluhur yang menitipkan tiga gunung yang harus di perlakukan sebagai tempat suci. Ketiga gunung tersebut yaitu Gunung Gede, Gunung Wayang dan Gunung Tangkuban Parahu.

Sebagai ketentuan umat manusia (secara universal). untuk kembali mensejahterakan alam semesta, ketika matahari beredar di sisi paling utara bumi, hendak menuju selatan.

Digelar serangkaian upacara mensucikan gunung atau sumber kesejahteraan semua mahluk di sekitarnya, mempertemukan mereka yang menjalankan nilai spiritual leluhur melalui harmoni yang menembus sekat pembeda, agar bersama sama Ngertakeun Bumi Lamba.

Baca Juga: Liburan Telah Tiba! 7 Tempat Wisata di Ciwidey Bandung, View Bagus, Instagramable, Cocok Untuk Healing

Upacara ini bukan cara yang sebenarnya, akan tetapi cara yang mendekati makna sebenarnya untuk mengaplikasikan pesan moral yang terkandung dalam naskah sunda kuno Sanghyang Siksa Kada'ing Karesian.

Sanghyang Siksa Kandang Karesian

Adalah naskah Sunda kuno tertua yang mencantumkan tahun penulisannya yaitu 1440 Saka (1518 Masehi), sehingga naskah tersebut diperkirakan ditulis dalam masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja penguasa Pakuan Pajajaran (1482-1521 M).

Isinya memberikan gambaran tentang pedoman moral umum untuk kehidupan bermasyarakat pada masa itu, termasuk berbagai ilmu yang harus dikuasai sebagai bekal kehidupan praktis sehari-hari. Penuturannya berpijak pada kehidupan di dunia dalam negara.

Aturan yang terdapat dalam Sanghyang Siksa Kandang Karesian teridiri atas tiga bagian utama, yaitu 1) pembuka yang menjelaskan sepuluh aturan (dasa kreta & dasa prebakti), 2) perilaku hulun (karma ning hulun) terhadap raja di dalam negara, 3) pelengkap perbuatan (pangimbuh ning twah).

Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan garis besar hukum-hukum yang terdapat naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian. Dikutip oleh GalamediaNews dari sebuah naskah Sunda kuno.

Ini pakeun urang Ngretakeun Bumi Lamba, caang jalan, panjang tajur, paka pridana, linyih pipir, caang buruan. Anggeus ma imah kaeusi, leuit kaeusi, paranje kaeusi, huma kaomean,sadapan karaksa, palana ta hurip, sowe waras, nyewana sama wong (sa)rat.

Sangkilang dilamba, trena taru lata galuma, hejo lembok tumuwuh sarba pala wo(h)wohan, dadi na hujan,landung tahun, tumuwuh daek, maka hurip na urang reya. Inya eta sanghyang sasana kreta dilamba nga-rana.

Ini (jalan) untuk kita menyejahterakan dunia kehidupan, bersih jalan, subur tanaman, cukup sandang, bersih halaman belakang, bersih halaman rumah. Bila berhasilrumah terisi, lumbung terisi, kandang ayam terisi, ladang terurus, sadapan terpelihara, lamahidup, selalu sehat.Sumbernya terletak pada manusia sedunia.

Seluruh penopang kehidupan, rumput, pohon-pohonan, rambat, semak, hijau subur tumbuhnya segala macam buah-buahan, banyak hujan, pepohonan tinggi karena subur tumbuhnya, memberikan kehidupan kepadaorang banyak. Ya itulah (sanghiyang) sarana kesejahteraan dalam kehidupan namanya.

Waktu Pelaksanaan, Ketika Matahari Beredar di Sisi Paling Utara Menuju Selatan.

Mulanya tradisi ini dilakukan di Gunung Wayang saat posisi matahari beredar di sisi paling utara menuju ke selatan, dan ditentukan oleh kalender Sunda pada 3 kapitu 1945 saka sunda, 14 asuji 1959 caka sunda, atau dalam hitungan masehi tahun ini tepat pada tanggal 25 Juni 2023, sekira pukul 07.00 WIB.

"Awal kegiatan kurang lebih sejak tahun 2008. Mengingat ini menjadi ketetapan tahunan, upacara tahun ini menjadi upacara yang ke 15. Sudah 15 tahun terselenggara upacara ini", tutur Kang Imet.

Mengakhiri penjelasannya, Kang Imet memberikan pesan yang cukup bermakna mengenai budaya dan alam sementa yang sebenarnya saling terkoneksi satu dengan lainnya.

"Jika benteng terakhir suatu bangsa adalah budaya dan bahasa, maka ketika kita melakukan kegiatan kebudayaan, adat atau tradisi terlebih memakai bahasa nya sendiri, berarti kita sedang melakukan tugas pertahanan bangsa, juga menjadi pengaruh besar untuk alam semesta" ujar Kang Imet.***

Editor: Tatang Rasyid

Sumber: Wawancara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x