Kisah Santri yang Disejajarkan Derajatnya dengan Ulama, Ini Kisah Imam Malik

- 5 November 2020, 12:50 WIB
Kisah Imam Malik dengan Santrinya. foto ilustrasi
Kisah Imam Malik dengan Santrinya. foto ilustrasi /Net

“Pilihlah orang yang paling kalian sukai,” perintah gubernur. Ulama Madinah mengajukan nama Imam Rabi‘ah. Imam Rabiah, Zaid bin Aslam, Yahya bin Sa’id, Ibnu Syihab, termasuk ulama yang paling dekat dengan mereka, Muhammad Ibnu Munkadir, Shafwan bin Salim, Abu Hazim, dan ulama terkemuka lainnya menurunkan jenazah ke liang lahat.

Baca Juga: Delapan Model Rambut Pendek Terhits Bintang Drakor 2020

Imam Rabi’ah menyusun batu bata pada lahatnya. Mereka memberikan batu bata tersebut kepadanya. Tiga hari setelah pemakamannya, salah seorang yang terkenal sebagai wali Allah di Kota Madinah, kata Imam Malik kepada Yahya remaja, bermimpi melihat almarhum sebagai remaja yang berpenampilan dan berpakaian putih elok sekali.

Almarhum mengenakan serban hijau dan menunggang kuda kelabu yang sangat bagus. Ia turun dari langit dan menuju kepada sang wali. Ia mengawali percakapan dengan salam.

“Derajatku yang tinggi ini bukan didapat dengan berkah ilmu,” kata remaja belia tersebut. “Lalu apa yang mengantarkanmu ke derajat yang begitu mulia ini?” tanya wali Allah.

“Allah memberikanku satu derajat yang begitu tinggi di surga atas setiap bab dalam satu disiplin ilmu yang kupelajari. Namun demikian, derajat-derajat yang begitu tinggi itu tetap tidak membuatku sederajat dengan para ulama.

Tetapi Allah yang maha pemurah berkata kepada malaikat, ‘Tambahkan derajat itu kepada ahli waris para nabiku. Aku telah menetapkan dalam diri-Ku bahwa siapa saja yang wafat dalam kondisi memahami sunnah-Ku dan sunnah para nabi-Ku, atau dalam keadaan menuntut ilmu terkait dengannya, niscaya Kukumpulkan mereka dalam satu derajat yang
sama.’”

Baca Juga: Yuk Pahami dan Amalkan, Ini Arti dan Makna Asmaul Al Mubdi, Al Mu’id, dan Al Muhyi

“Allah menganugerahkan kepadaku hingga aku meraih derajat para ulama. Aku dan Rasulullah hanya terpaut dua derajat. Pertama adalah derajat di mana ia bersama para nabi tinggal. Kedua adalah derajat para sahabat Nabi Muhammad SAW dan sahabat para nabi yang menjadi pengikut nabi-nabi di zamannya masing-masing.

Di bawah itu adalah derajat ulama dan para santri mereka.” Allah menjalankanku hingga ke tengah halaqah mereka. Mereka menyambut dengan antusian, “marhaban, marhaban.”

Halaman:

Editor: Hj. Eli Siti Wasilah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah