Menteri PPPA: Perkawinan Usia Dini Melanggar HAM Anak dan Rentan Terhadap Kekerasaan dan Kemiskinan

18 Maret 2021, 13:57 WIB
Ilustrasi. Menteri PPPA Bintang Puspayoga menyatakan dampak pernikahan anak adalah berpotensi memunculkan kemiskinan antargenerasi. /Pixabay/@geralt

GALAMEDIA – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusting Ayu Bintang Puspayoga meminta para orang tua menyadari agar tidak menikahkan anak pada usia dini.

Ayu Bintang memaparkan perkawinan anak merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap seorang anak serta melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) anak.

"Karena hak anak adalah bagian dari HAM, maka perkawinan anak juga bentuk pelanggaran HAM," kata Bintang dalam Seminar Pendewasaan Usia Perkawinan Untuk Peningkatan Kualitas SDM Indonesia dikutip Galamedia dari Youtube Kemen PPPA, Kamis, 18 Maret 2021.

Baca Juga: Sinopsis Buku Harian Seorang Istri 18 Maret 2021: Alya Ketahuan Tak Hamil, Kevin Rebut Hati Nana

Ayu Bintang menyebut jika anak dipaksa menikah maka akan muncul berbagai permasalahan.

“Anak yang dipaksa menikah atau karena kondisi tertentu harus menikah di bawah usia 18 tahun akan memiliki kerentanan yang lebih besar. Baik dalam akses pendidikan, kualitas kesehatan, potensi mengalami tindak kekerasan, serta hidup dalam kemiskinan.”, ujar Ayu Bintang.

Ayu Bintang juga memaparkan bahwa dampak pernikahan usia dini ini akan dirasakan juga oleh anak yang akan dilahirkan nantinya.

Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta 18 Maret 2021: Elsa Lolos Lagi, Al Harapkan Titik Terang Kasus Pembunuhan Roy

"Dampak perkawinan anak tidak hanya akan dialami oleh anak yang dinikahkan. Namun juga akan berdampak pada anak yang dilahirkan serta berpotensi memunculkan kemiskinan antar generasi," lanjut Bintang Ayu.

Ayu Bintang juga menjelaskan jika pemerintah telah merubah UU No 1 tahun 1974 menjadi UU No 16 Tahun 2019.

“Bahwa data menunjukkan bayi stunting terlahir dari ibu yang masih berusia anak. Menurutnya, hal itu yang mendasari pemerintah merevisi Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 menjadi Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019.”, kata Bintang Ayu menjelaskan.

Baca Juga: Tunggal Putri Turki Tetap Bisa Main di All England 2021, Meskipun Diduga Satu Pesawat dengan Tim Indonesia

"Perubahan usia minimum perkawinan tidak hanya ditingkatkan bagi perempuan, tetapi juga telah mengakomodasi prinsip kesetaraan dan juga bentuk afirmasi yang progresif yaitu 19 tahun baik bagi laki-laki maupun perempuan," lanjutnya.

Ayu Bintang juga menjelaskan terjadi kenaikan perkawinan anak di 18 provinsi Indonesia.

Ayu Bintang juga menyebut masih banyak persoalan yang dihadapi oleh pemerintah terkait tingginya praktik perkawinan anak di Indonesia.

Baca Juga: Kemenkes RI Gandeng Super Junior Untuk Menerapkan Protokol Kesehatan di Masa Pandemi Covid-19

Menurutnya, banyak orang tua yang belum memahami dampak dari pernikahan dini yang akan meninggalkan generasi yang lemah dan merugikan banyak pihak.

"Perkawinan anak yang tinggi akan menggagalkan banyak program yang dicanangkan oleh pemerintah baik itu indeks pembangunan manusia maupun tujuan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals, serta akan berdampak pada bonus demografi," ujarnya.

***

Editor: Hj. Eli Siti Wasilah

Tags

Terkini

Terpopuler