GALAMEDIA - Beberapa waktu lalu santer dibicarakan terkait kisruh polemik yang mengintai Partai Demokrat.
Terlebih saat Kongres Luar Biasa (KLB) yang telah digelar pada Jumat 5 Maret 2021 lalu membuat partai berlambang mercy tersebut semakin memanas.
Seperti yang diketahui, hasil KLB Partai Demokrat menobatkann KSP Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB.
Baca Juga: Sinopsis Buku Harian Seorang Istri 29 Maret 2021, Serangan Kevin Membuat Pasha Dibawa ke Rumah Sakit
Baca Juga: Pasca Meledak danTerbakarnya Kilang Minyak Balongan, Warga Diungsikan, Prokes Tetap Diterapkan
Alhasil, kini Partai Demokrat terpecah menjadi dua kubu yakni, kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Moeldoko.
Kedua kubu tersebut terpantau masih seringkali beradu pendapat mengenai KLB Partai Demokrat.
Moeldoko menyebut keputusannya menerima permintaan untuk memimpin Demokrat disebabkan karena adanya pertarungan ideologis yang kuat di tubuh Demokrat menjelang 2024.
Baca Juga: Bulog Sebut Stok Beras Sudah Capai 1 Juta Ton, Buwas: Cenderung Meningkat Lagi
Keputusan tersebut ia ambil tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada keluarga, dan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Oleh karenya ia menegaskan, bahwa jangan membawa nama Presiden Jokowi dalam polemik Partai Demokrat.
Moeldoko juga mengaku khilaf lantaran keputusannya tersebut tidak diketahui oleh sang istri dan keluarga.
Baca Juga: Anya Geraldine: Sekarang Sukanya Ngobrol Sama Orang Aneh
"Saya juga khilaf, tidak memberitahu kepada istri dan keluarga," ucap Moeldoko dilansir Galamedia dari akun Instagram @dr_moeldoko pada Minggu, 28 Maret 2021.
Meski begitu, ia juga terbiasa mengambil risiko seperti ini, demi kepentingan bangsa dan negara.
"Saya terbiasa mengambil risiko seperti ini, demi kepentingan bangsa dan negara," ujar Moeldoko.
"Untuk itu, jangan bawa-bawa Presiden untuk persolan ini," tambah Moeldoko.
Lihat postingan ini di Instagram
Baca Juga: Kilang Balongan Kebakaran, Pertamina Minta masyarakat Menjauh dari Lokasi
Mengenai pertarungan ideologis menjelang Pemilu 2024, ia menyebut pertarungan tersebut terstruktur dan menjadi ancaman serius bagi cita-cita menuju Indonesia Emas 2045.
Keputusannya menerima penunjukan menjadi Ketum Demokrat versi KLB, selain untuk menyelamatkan Demokrat, juga bertujuan untuk menyelematkan bangsa.
"Ada kecenderungan tarikan ideologis itu terlihat di tubuh Demokrat, jadi ini bukan sekedar menyelamatkan Demokrat, tapi juga menyelamatkan bangsa. Itu semua berujung pada keputusan saya menerima permintaan untuk memimpin Demokrat, setelah tiga pertanyaan yang saya ajukan kepada peserta KLB," jelas Moeldoko.***