Ingin Bentuk Lembaga yang Setara dengan MA dan MK, Jimly Asshiddiqqie: Untuk Indonesia Berkualitas

- 3 April 2021, 09:16 WIB
Ingin Bentuk Lembaga yang Setara dengan MA dan MK, Jimly Asshiddiqqie: Untuk Indonesia Berkualitas
Ingin Bentuk Lembaga yang Setara dengan MA dan MK, Jimly Asshiddiqqie: Untuk Indonesia Berkualitas /Dok DPR RI

GALAMEDIA – Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat versi KLB, Marzuki Alie dan Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat versi KLB, Max Sopacua menyebut kubu mereka telah memasukkan gugatan Moeldoko perihal hasil Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), 1 April 2021.

Sebagai informasi, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham (Menkumham), Yasonna Laoly juga telah menyebut, Moeldoko cs dapat ajukan gugatan masalah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ke PTUN.

Menanggapi hal tersebut, eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie teringat dengan salah satu bukunya yang berjudul “Mengagas Peradilan Etik” yang diterbitkan Komisi Yudisial (KY) pada 2015.

Baca Juga: Ini Dia 10 Perguruan Tinggi Swasta Terbaik di Indonesia, Cek Apakah Salah Satunya Kampusmu!  

Istilah peradilan etik bermula ia perkenalkan ketika dirinya menjabat sebagai Ketua Dewan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 2009 yang kemudian ditingkatkan menjadi DKPP pada 2012.

Kemudian istilah tersebut resmi dipakai secara resmi oleh Badan Kehormatan DPR (UU MD3 2014) yang kemudian diganti menjadi Mahkamah Kehormatan DPR (UU 2009).

“Istilah peradilan etik saya perkenalkan pada tahun 2009 sebagai Ketua Dewan Kehormatan KPU yang ditingkatkan jadi DKPP 2012, lalu dipakai resmi oleh UU MD3 (2014) yang ganti nama Badan Kehormatan DPR (UU 2009) jadi Mahkamah Kehormatan. KY terbitkan buku dengan pengantar saya, “Menggagas Peradilan Etik” (2015),” tulis Jimly Asshiddiqie yang dikutip Galamedia dari akun Twitter pribadinya, @JimlyAs, 3 April 2021.

Baca Juga: Razman Arif Nasution Tinggalkan Kubu Moeldoko,  Loyalis AHY: Kapal Sudah Oleng, Tikus Mulai Loncat

Kemudian di tahun yang sama, tim Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mewawancarai dirinya secara mendalam dalam rangka penyusunan Naskah Kode Etik Politisi dan Partai Politik atas kerjasama LIPI dan KPK.

Menurutnya, semua partai politik sudah mulai serius membuat kode etik dan majelis etik atau dewan kehormatan pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya (AD/ART).

“2015, Tim LIPI wawancara mendalam dengan saya untuk susun Naskah Kode Etik Politisi & Parpol terbit atas kerjasama LIPI-KPK 2016. Semua parpol mulai serius buat Kode Etik & Majelis Etik/Dewan Kehormatan di AD/ART. Sejak saya Ketua DKPP, sudah 2x MPR, KY & DKPP kerjasama adakan Konvensi Etika yang sukses,” ungkapnya.

Di sisi lain, MPR juga turut mendukung ide peradilan etik. Pernyataan dukungan tersebut disampaikan melalui pidato Ketua MPR dalam acara pelantikan presiden dan wakil presiden pada 2019.

Baca Juga: BMKG Peringatkan Sebagian Besar Wilayah Indonesia Berpotensi Diguyur Hujan Sedang Hingga Lebat Hari ini

Oleh karena itu, Jimly menegaskan bahwa saat ini merupakan momen yang tepat untuk mengembangkan ide tersebut dengan membentuk Mahkamah Etika atau Mahkamah Kehormatan Jabatan Publik yang tingkatannya setara dengan Mahkamah Agung (MA) dan MK.

Hal tersebut dilakukan semata-mata ingin menjadi Indonesia sebagai negara yang berkualitas dan berintegritas.

“Dalam acara pelantikan presiden 20 Okt 2019, pidato Ketua MPR sebut jelas, MPR dukung ide peradilan etik. Maka sudah waktunya kita jadi pelopor terbentuknya Mahkamah Etika/Mahkamah Kehormatan Jabatan Publik setara MA & MK untuk Indonesia berkualitas & berintegritas. Boleh jadi, KY dapat jadi pintu masuk ke UUD,” pungkasnya.

Sebelumnya, pemerintah telah memutuskan menolak pengesahan hasil KLB di Deli Serdang yang menjadikan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko sebagai ketua umum, 31 Maret 2021. ***

Editor: Brilliant Awal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x