“Tetapi itu juga agak ajaib. Kan itu sama seperti satu keluarga saling memuji tuh. Bapaknya memuji anaknya, anaknya memuji ibunya, ibunya memuji bapaknya tuh. Jadi ngapain tuh, puji-puji,” tuturnya.
Sehingga ahli filsuf ini menilai acara tersebut tidak ada poin penting yang dibahas sama sekali.
“Jadi kumpulan pemimpin partai kemarin itu, itu gak ada poin sama sekali,” imbuhnya.
Menurut Rocky, acara tersebut mirip dengan arisan yang agendanya sudah diatur sedemikian rupa.
“Kelihatan bahwa ini semacam arisan yang agendanya sudah diatur supaya nanti saling puji,” ungkapnya.
“Nah buruknya begitu. Jadi istana itu gak punya alat pembanding lagi untuk mengetahui bahwa sebetulnya sang raja tidak lagi berbusana, tapi terpaksa punakawan-punakawan harus memuji-muji. Kira-kira begitu, di zaman dulu satirenya begitu,” tandasnya.
Lebih lanjut eks dosen Universitas Indonesia (UI) ini menyoroti pernyataan Megawati yang meminta Jokowi untuk langsung menangani pandemi Covid-19.
“Jadi agak mengherankan Ibu Mega, kalau istilah zaman dulu, tinta yang ditulis untuk mengkritik Jokowi saja belum kering, sekarang dia sudah puji-puji Jokowi,” tuturnya.
Bagi Rocky, hal ini menimbulkan keanehan dan dia menduga ada janji baru yang dilontarkan Jokowi, sehingga para ketua parpol memuji dirinya.