Akademisi: Presidential Threshold Tak Lazim, Apalagi di Indonesia Sehingga Perlu Dihapus

- 8 Januari 2022, 11:06 WIB
Akademisi: Presidential Threshold Tak Lazim, Apalagi di Indonesia Sehingga Perlu Dihapus
Akademisi: Presidential Threshold Tak Lazim, Apalagi di Indonesia Sehingga Perlu Dihapus /Foto: duniadosen.com/

GALAMEDIA - Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menyoroti ambang batas pencalonan presiden alias Presidentian Threshold yang tengah ramai diperbincangkan.

Burhanuddin menyebutkan bahwa Presidential Threshold adalah hal tidak lazim bagi negara penganut sistem presidensial seperti Indonesia.

Baca Juga: Dorong Go Global, Olahan Bambu UMKM BRI Berhasil Tembus Pasar Internasional

Oleh karena itu, Burhanuddin mendesak agar Presidential Threshold dihapuskan, sebab akan semakin menggerus kehidupan demokrasi di Indonesia.

Adanya Presidential Threshold, lanjut dosen di UIN Syarif Hidayatullah ini, menjadi semakin aneh ketika dipatok sangat tinggi, yakni 20 persen kursi di parlemen atau 25 persen suara pemilu terakhir.

Persyaratan tersebut dinilai aneh karena bersifat pembatasan orang untuk maju sebagai calon presiden. Padahal, konstitusi tidak membatasinya.

“Presidential threshold itu aneh dan tidak lazim di negara lain. Tidak ada pembatasan yang ketat seperti di Indonesia untuk maju sebagai calon presiden,” ujarnya pada wartawan dilansir Galamedia Sabtu, 8 Januari 2022.

Baca Juga: Tiba di Dubai, Postingan Verrell Bramasta di Serbu Warganet: Ketemu Cici Wilo?

Dia menjelaskan, Presidential Threshold memang diterapkan di negara lain, tetapi hanya sebagai syarat untuk menang setelah pemilihan presiden berlangsung.

Sehingga, sambungnya, menjadi aneh ketika Indonesia dengan sistem presidensial justru menjadikan Presidential Threshold sebagai syarat mengajukan calon presiden oleh partai politik.

Bahkan, kata Burhanuddin, di Amerika Serikat (AS), calon independent bisa maju menjadi calon presiden.

"Bahkan di Amerika Serikat calon independen pun bisa maju sebagai calon presiden,” pungkasnya.

Baca Juga: Yeonjun TXT Buka Akun Instagram, Berikut 11 Fakta Menarik Penyuka Chopper One Piece Ini

Sementara itu, Ahli hukum tata negara, Taufiqurrohman Syahuri menyatakan Presidential Threshold seharusnya tidak ada.

Pasalnya, pembatasan itu bisa menciptakan kebijakan yang otoriter sehingga Mahkamah Konstitusi (MK) harus mencegahnya.

“Diskursus pembatasan syarat menjadi presiden dan wakil presiden di Indonesia menjadi hak sepenuhnya pembentuk Undang-undang, lembaga penjaga konstitusi memiliki kewenangan untuk dapat membatalkan apa yang sudah disahkan oleh kedua lembaga pembentuk undang-undang tersebut, yakni lembaga pada kekuasaan eksekutif dan lembaga pada kekuasaan legislatif,” katanya pada wartawan Kamis, 6 Januari 2022. ***

 

Editor: Muhammad Ibrahim


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x