Perhutani KPH Garut Tanami Pohon di Lahan Seluas 10 Ribu Hektare

- 22 Juli 2022, 21:04 WIB
Kepala Sub Seksi Hukum Kepatuhan dan Komunikasi Perum Perhutani KPH Garut, Ade Sahdan.
Kepala Sub Seksi Hukum Kepatuhan dan Komunikasi Perum Perhutani KPH Garut, Ade Sahdan. /Agus Somantri/Galamedianews/

GALAMEDIANEWS- Bencana banjir bandang yang menerjang belasan kecamatan di Kabupaten Garut pada Jumat 15 Juli 2022 malam lalu bisa disebabkan berbagai faktor, selain faktor alam akibat tingginya curah hujan, juga karena faktor manusia seperti adanya pembabatan lahan.        

Kepala Sub Seksi Hukum Kepatuhan dan Komunikasi Perum Perhutani KPH Garut, Ade Sahdan, mengatakan,  pihaknya telah melakukan peninjauan terhadap kawasan hutan yang menjadi hulu Sungai Cimanuk, di Gunung Mandalagiri, Desa Cikandang, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut pada Sabtu 16 Juli 2022 lalu, dimana dari hasil peninjauan tersebut tidak ditemukan adanya longsoran dan erosi pada hulu sungai.

"Kami sudah melakukan pemantauan ke lapangan secara langsung di lokasi-lokasi hulu sungai, seperti Cimanuk, Cipeujeuh, Cikamiri dan lainnya. Semua tampak normal tidak ditemukan longsor dan erosi," ujarnya, Jumat 22 Juli 2022.

Baca Juga: Puslabfor Polri Periksa CCTV dan 2 Handphone Brigadir J

Menurut Ade, pemantauan ke wilayah hulu sangat penting untuk mengetahui apakah telah terjadi alih fungsi hutan atau tidak. Namun bila melihat kondisi lahan di wilayah hulu Sungai, baik Cimanuk, Cipeujeuh, Cikamiri, dan lainnya yang tampak normal, tidak ada longsoran dan erosi.

Ia pun berasumsi bahwa bencana yang terjadi kemarin itu lebih disebabkan oleh curah hujan yang terlalu tinggi.

"Kami belajar dari pengalaman bencana banjir bandang di 2016 lalu, dimana alih fungsi lahan telah menyebabkan longsor dan erosi di kawasan hulu," ucapnya.

Baca Juga: Citayam Fashion Week Dibatasi Sampai Pukul 22.00 WIB, di Atas Jam Itu Bakal Dibubarkan!

Ade menyebutkan, bahwa Perhutani KPH Garut telah melakukan sejumlah upaya untuk menanggulangi bencana banjir bandang di 2016 lalu. Pada tahun 2017, terangnya, Perum Perhutani mendapat anggaran dari APBN untuk menanami lahan kritis seluas 2.000 hektare (ha), melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL).

"Selanjutnya di tahun 2019 kami kembali menanam pohon di lahan seluas 8 ribu hektare. Dengan demikian, luas total penanaman kembali hutan kritis mencapai sekira 10.000 hektare,' katanya.

Ade menuturkan, selain menebar benih, Perhutani Garut juga terus melakukan pemantauan dan perawatan terhadap pohon yang sudah ditanam di kawasan hutan agar keberadaannya tumbuh dengan baik.

Baca Juga: Tak Perlu ke Luar Negeri, Cari Sepatu Edisi Terbatas Bisa Didapat di Kota Bandung

Saat ini, lanjut Ade, kondisi pohon yang sudah ditanam itu telah tumbuh besar dan mulai rimbun kembali sehingga saat ini tidak ada lagi lahan di kawasan Perhutani Garut yang kritis.

Ade mengtakan, kondisi lahan hutan yang sudah banyak ditanami pohon itu cukup membantu dalam penyerapan debit air, terbukti saat intensitas hujan yang tinggi dan menyebabkan banjir di Garut pada Jumat 15 Juli 2022 malam lalu, tidak ditemukan longsor atau erosi di kawasan hulu.

"Kalau untuk bencana sekarang sedikit dari efek hutan, beda dengan bencana tahun 2016 lalu. Tapi kita juga tidak menutup mata bahwa memang ada garapan liar di kawasan hutan," ucapnya.

Baca Juga: PANGLIMA TNI Turun Tangan Bantu Ungkap Kasus Brigadir J: Saya Sendiri Bisa Awasi

Karena itu, tambah Ade, tentunya ini menjadi bagian dari kajian bersama bagaimana masyarakat lebih sadar terhadap fungsi kawasan hutan, sehingga hujan bisa diserap di hulu, tidak mengakibatkan aliran yang besar dari hulu ke hilir yang menyebabkan terjadinya banjir.***

Editor: Dicky Mawardi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x