GALAMEDIANEWS - Berikut ini kumpulan cerita sejarah Belanda dan Indonesia yang mengakui kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Belanda sempat debat di parlemen, sebelum akui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Pasalnya, selama ini Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia saat Belanda menyerahkan kedaulatannya pada 27 Desember 1949.
Dibalik pengakuan tersebut, ternyata Belanda juga sering mengirim pesan selamat hari kemerdekaan kepada Indonesia pada tanggal 17 Agustus setiap tahun.
Baca Juga: FIFA Turut Mengunggah Lagu Menggugah dari Aldi Taher untuk Lionel Messi
Mark Rutte, yang merupakan perdana mentri Belanda juga meminta maaf atas aksi konfrontatif yang sudah dilakukan negaranya pada masa lampau.
Beralih dari kejadian ini, banyak karya fiksi termasuk novel yang menceritakan tentang sejarah Belanda dan Indonesia. Berikut karya-karyanya seperti dilansirkan pikiran-rakyat.com:
1. Max Havelaar Karya Eduard Douwes Dekker
Eduard Douwes Dekker atau Multatuli adalah Asisten Residen di Lebak, Banten pada masa penjajahan Belanda.
Baca Juga: ASN dalam Pusaran Kasus Suap Hakim Agung MA Divonis 8 Tahun Penjara
Beliau menulis karyanya yang berjudul Max Havelaar, karena memiliki keresahan terkait rakyat Lebak yang semakin miskin dan terbelakang.
Dengan menulis karyanya, dia melakukan protes secara tidak langsung kepada kebijakan kolonial dan akhirnya meninggalkan jabatannya sebagai salah satu bagian dari layanan pemerintah.
2. Oleh-oleh dari tempat pembuangan Karya R.M Tirto Adhi Soerjo
Mengisahkan tentang perjuangan Tirto Adhi Soerjo, dalam menghadapi penindasan politik pada masa kolonial Belanda di Indonesia.
Dalam ceritanya, Tirto yang merupakan seorang tokoh Pers menjunjung tinggi keadilan dan kebebasan dalam berpendapat.
Perasaan marah dan haru setelah mengetahui kehilangan yang dialami Tirto dalam perjuangannya, membuat cerita ini menjadi semakin nyata.
3. Student Hidjo Karya Marco Kartodikromo
Berbeda dari kedua karya diatas, karya ini menceritakan tentang pendidikan pribumi pada masa kolonial Belanda. Penindasan budaya dan pendidikan yang dilakukan pada masa itu, membuat Hidjo sang tokoh utama memperjuangkan martabat dan identitas bangsa Indonesia.
Setelah membaca karya ini, pembaca akan diberikan sebuah kesadaran tentang betapa pentingnya pendidikan dan bersyukur atas kebebasan berpendidikan saat ini.
4. Tetralogi Pulau Buru Karya Pramoedya Ananta Toer
Kumpulan empat buku (tetralogi) ini sudah lama menjadi perbincangan. Sempat berhenti diedarkan pada sekitar tahun 1988, karya Pramoedya Ananta Toer sudah dapat beredar dengan bebas.
Menceritakan tentang beberapa tokoh nyentrik seperti Minke (nama samaran dari tokoh Tirto Adhi Soerjo), dan juga Nyai Ontosoroh.
Buku-buku ini memiliki cerita keterkaitan satu sama lain dengan mengungkapkan banyak kejadian bersejarah. Kompleksitas dalam Tetralogi Pulau Buru, seolah menjadi saksi atas berbagai kejadian pada masa kolonial Belanda.
Karya pertama dari Tetralogi ini adalah Bumi Manusia, yang sudah tayang di layar kaca silam. Namun, perlu diketahui bahwa ekranisasi (adaptasi dari karya tulis ke film) biasanya tidak sama persis. Oleh karena itu, penting untuk membaca bukunya secara menyeluruh.***