Aktivis-aktivis ini mengklaim bahwa Myanmar telah membeli berbagai jenis senjata dari perusahaan-perusahaan Indonesia, termasuk pistol, senapan serbu, dan kendaraan tempur.
Sebagai Ketua Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), Indonesia telah berupaya, meskipun dengan sedikit tanda-tanda keberhasilan, untuk berkomunikasi dengan militer Myanmar dan pihak oposisi dengan harapan memfasilitasi dialog.
Pada masa kudeta militer tersebut, Indonesia memberikan suara mendukung Resolusi Majelis Umum PBB yang menghimbau "semua negara anggota PBB untuk mencegah aliran senjata ke Myanmar."
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan bahwa mereka sedang mempelajari keluhan ini, sedangkan juru bicara Kementerian Pertahanan tidak memberikan tanggapan terkait permintaan komentar.
Marzuki Darusman mengatakan bahwa Komnas HAM memiliki kewajiban untuk menyelidiki tuduhan ini mengingat perusahaan-perusahaan milik negara tunduk pada kendali dan pengawasan pemerintah.
Menurut laporan Special Rapporteur PBB untuk Myanmar pada bulan Mei, militer Myanmar telah mengimpor senjata senilai setidaknya Rp14 triliun sejak kudeta, sebagian besar berasal dari Rusia, China, Singapura, Thailand, dan India.