Krisis Kabut Asap dari Kebiasaan Membersihkan Lahan di Indonesia
Setiap tahun, Indonesia menghadapi masalah serius akibat kebakaran hutan yang umumnya digunakan untuk membersihkan lahan, terutama untuk perkebunan kelapa sawit dan pulp serta kertas.
Kabut asap yang dihasilkan oleh kebakaran ini tidak hanya mengancam kesehatan masyarakat tetapi juga mengganggu bisnis, pariwisata, dan perjalanan udara di seluruh kawasan.
Tahun 2023 telah membawa musim kemarau yang sangat menantang bagi Indonesia akibat pola cuaca El Niño, yang membuat upaya pemadaman kebakaran semakin sulit.
Saat kebakaran terus meluas, hutan dengan luas lebih dari 267.900 hektar telah terpengaruh, melampaui rekor tahun sebelumnya.
Keprihatinan Malaysia dan Singapura
Malaysia, salah satu tetangga terdekat Indonesia, telah menyatakan keprihatinannya tentang masalah kabut asap yang semakin memburuk.
Menteri Lingkungan Malaysia, Nik Nazmi Nik Ahmad, mengirim surat resmi kepada Indonesia, mendorong negara tersebut untuk segera bertindak untuk mengatasi krisis ini.
Malaysia menekankan bahwa kabut asap ini tidak boleh dianggap sebagai sesuatu yang biasa dan mendesak negara-negara di kawasan ini untuk merespons bersama masalah ini.
Singapura, negara kota tetangga lainnya, juga telah mengeluarkan peringatan tentang potensi terjadinya kabut asap lintas batas.
Meskipun Indonesia mengklaim bahwa tidak ada kabut asap yang telah melintasi batasnya ke Malaysia, Singapura tetap waspada dan mengakui risiko serius yang ditimbulkan oleh masalah lingkungan ini.
Komitmen ASEAN untuk Mengatasi Kabut Asap
Sebagai perkembangan yang signifikan, para menteri pertanian dan kehutanan dari ASEAN telah berjanji untuk mengatasi bersama krisis kabut asap ini.
Dalam pertemuan yang diadakan di Malaysia, anggota ASEAN mengakui dampak lingkungan dan kesehatan yang merugikan dari praktik membakar lahan, yang merupakan penyumbang utama masalah kabut asap.
Baca Juga: Ingin Data Pribadi Aman di Dalam iPhone? Ikuti Langkah-langkah Berikut Ini!
Para menteri ASEAN berkomitmen untuk mengurangi dan akhirnya menghilangkan praktik pembakaran lahan. Mereka menekankan perlunya alternatif berkelanjutan untuk membakar lahan, termasuk adopsi praktik pertanian yang inovatif dan ramah lingkungan.
Kampanye edukasi dan program pelatihan akan dikembangkan dan diimplementasikan untuk memfasilitasi peralihan ini.
Kolaborasi dan Regulasi
Penanggulangan krisis kabut asap memerlukan upaya bersama, komitmen berkelanjutan, dan kolaborasi antara negara-negara anggota ASEAN, petani, masyarakat lokal, dan pemangku kepentingan terkait lainnya.
Meninjau dan memperbarui peraturan dan pedoman yang ada akan menjadi langkah penting dalam proses ini, terutama terkait penggunaan antimikroba dalam produksi makanan.
Komitmen negara-negara ASEAN untuk mengatasi krisis kabut asap tidak hanya menjadi langkah penting untuk meredakan krisis saat ini tetapi juga untuk mencegah terulangnya episode kabut asap yang merusak di tahun-tahun mendatang.
Komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan dan kerja sama regional adalah kunci dalam memastikan udara bersih dan masa depan yang lebih sehat bagi Asia Tenggara.***