Soal Potensi Tsunami Setinggi 20 meter di Pulau Jawa, LIPI: Tingkatkan Kesiapsiagaan!

- 21 September 2020, 16:21 WIB
Ilustrasi Mega-Tsunami.
Ilustrasi Mega-Tsunami. /

GALAMEDIA - Guru Besar bidang Seismologi di Institut Teknologi Bandung (ITB) Sri Widiyantoro mengungkapkan hasil riset soal potensi tsunami yang dapat mencapai 20 meter di pantai selatan Jawa Barat dan 12 meter di selatan Jawa Timur.

Menurutnya, tidak ada gempa besar bermagnitudo 8 atau lebih dalam beberapa ratus tahun terakhir mengindikasikan ancaman gempa tsunamigenik dahsyat di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa.

Ini seperti yang ditemukannya dalam studi terbaru tim yang dipimpinnya menggunakan data gempa dari katalog BMKG dan katalog International Seismological Center (ISC) periode April 2009 sampai November 2018.

Baca Juga: Anya Geraldine: Berbaliklah Jika Kau Lelah dan Ingin Mengeluh, Aku Rumahmu!

Hasil pengolahan data gempa itu menunjukkan adanya zona memanjang di antara pantai selatan Pulau Jawa dan Palung Jawa yang hanya memiliki sedikit aktivitas kegempaan.

"Karena itu kami mengidentifikasinya sebagai seismic gap," ujar Widyantoro dalam penjelasan tertulis, Jumat 18 September 2020.

Selain analisis data gempa dan tsunami, tim memanfaatkan data GPS dari 37 stasiun yang dipasang di Jawa Tengah dan Jawa Timur selama enam tahun terakhir untuk mempelajari sumber gempa di masa mendatang.

Baca Juga: Presiden Jokowi Enggan Ikuti Saran PBNU dan Muhammadiyah, Kapolri Terbitkan Maklumat

Hasil pengolahan data dengan teknik inversi data GPS ini juga digunakan sebagai model simulasi numerik tinggi tsunami di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa jika terjadi gempa besar.

Dengan membandingkan bidang deformasi yang diamati dengan model gerakan lempeng dalam jangka panjang, hasil inversi data GPS dapat mengungkap proses akumulasi regangan saat ini yang kemungkinan mencerminkan pembentukan energi regangan jangka panjang.

Jika deformasi GPS yang diamati lebih kecil daripada laju gerak lempeng (defisit slip), area tersebut berpotensi menjadi sumber gempa pada masa mendatang.

Widyantoro menerangkan pendekatan dan asumsi yang digunakan dalam studi ini serupa dengan yang digunakan untuk penelitian Palung Nankai di Jepang. Dengan mengadopsi asumsi ini, area laju gerak lempeng yang tinggi bisa pecah secara terpisah atau bersamaan saat terjadi gempa.

Baca Juga: Presiden Jokowi Enggan Ikuti Saran PBNU dan Muhammadiyah, Kapolri Terbitkan Maklumat

Luas zona defisit slip di selatan Jawa Barat setara dengan gempa bumi bermagnitudo 8,9 dengan asumsi periode ulang gempa 400 tahun sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya.

"Untuk periode ulang yang sama, zona dengan defisit slip tinggi di bagian timur setara dengan gempa bermagnitudo 8,8. Sedangkan jika kedua zona defisit slip tersebut pecah dalam satu kejadian gempa, maka akan dihasilkan gempa dengan kekuatan sebesar Mw 9,1," kata Widiyantoro.

Untuk memperkirakan potensi bahaya tsunami di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa, tim melakukan pemodelan tsunami dengan tiga skenario, yaitu pada segmen Jawa bagian barat, segmen Jawa bagian timur, dan segmen gabungan dari Jawa bagian barat dan timur.

Hasilnya antara lain potensi tsunami yang sangat besar dengan ketinggian maksimum 20,2 meter di dekat pulau-pulau kecil sebelah selatan Banten dan 11,7 meter di Jawa Timur.

"Tinggi tsunami bisa lebih tinggi daripada yang dimodelkan jika terjadi longsoran di dasar laut seperti yang terjadi saat Gempa Palu dengan magnitudo 7,5 pada 2018," bunyi hasil riset itu.

Baca Juga: Tak Mau Nurut PBNU dan Muhammadiyah, Presiden Jokowi Nyatakan Pilkada Serentak 2020 Terus Berlanjut!

Terkait hal itu, Kepala Pusat Penelitian Laut Dalam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Nugroho Dwi Hananto mengatakan riset mengakui adanya potensi gempa megathrust yang bisa mengakibatkan tsunami besar.

"Riset yang dipublikasikan oleh ITB ini memberikan alasan ilmiah yang kuat untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana gempa dan tsunami di Samudera Hindia Selatan Jawa," kata Nugroho seperti dikutip CNNIndonesia, Senin 21 September 2020.

Berdasarkan penelitian yang ia lakukan pada awal tahun 2020, Nugroho mengungkap adanya struktur gundukan memanjang di daerah palung pada kedalaman 4000  hingga 5000 meter dari permukaan laut diduga menjadi penyebab tsunami dahsyat yang melanda Kepulauan Mentawai pada Oktober 2010.

Baca Juga: Sepekan PSBB II DKI Jakarta: Kasus Covid-19 bertambah 6.960 Orang! Simak Daftar 25 Kelurahan

"Gempa yang menyebabkan tsunami ini tergolong gempa menengah dengan kurang dari Magnitudo 8. Pada tahun 2006 terjadi tsunami besar yang melanda pantai selatan Jawa di Pangandaran dan sekitarnya, yang belum diketahui dengan pasti bagaimana mekanisme detail pembangkitan dan penjalarannya," ujar Nugroho.

Oleh karena itu, Nugroho meminta agar penelitian geosains kelautan dilakukan secara lebih detil, terstruktur dan massif harus dilakukan. Penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk melakukan mitigasi bencana ke depan.

Nugroho pun meminta agar hasil penelitian ITB diikuti dengan penelitian lanjutan tentang tiga hal. Pertama adalah struktur zona megathrust di Selatan Jawa terutama di daerah-daerah yang ditengarai sebagai daerah sepi gempa (seismic gap) menggunakan perekaman seismometer bawah laut.

"Dengan demikian diharapkan diperoleh model zona megathrust yang lebih detil," kata Nugroho.

Kedua adalah pemetaan dasar laut mendetil di daerah seismic gap, peta ini penting untuk mendapatkan model perambatan gelombang dan landasan tsunami.

Ketiga adalah penelitian struktur detil bawah permukaan dari daerah sepi seismik itu untuk mengetahui dimana saja terdapat struktur yang berpotensi untuk membangkitkan gelombang tsunami apabila terjadi gempa dengan skala menengah dan besar.***


Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x