Prioritaskan Pariwisata Berkelanjutan

- 23 Juli 2022, 15:34 WIB
Foto pengirim./dok.pribadi
Foto pengirim./dok.pribadi /

GALAMEDIANEWS - Situasi faktual kepariwisataan kontemporer dalam negeri beberapa bulan terakhir masih dihiasi oleh fokus pemulihan pariwisata, utamanya dengan menggalakkan wisatawan domestik seraya mendorong pemulihan kedatangan wisatawan mancanegara.

Tak dapat dipungkiri secara kasat mata yang terjadi adalah masyarakat datang berbondong-bondong ke sebuah destinasi yang mengakibatkan over tourism.

Kondisi ini merupakan kekhawatiran bahaya nyata bagi daya dukung (carrying capacity) destinasi, pencemaran lingkungan (penumpukan limbah padat dan cair dan lain-lain) hingga isu sosial pelestarian budaya lokal yang diakibatkan oleh wisatawan yang tidak bertanggungjawab (irresponsible tourist).

Pariwisata yang baik adalah pariwisata yang mengedepankan aspek keberlanjutan dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat (community quality of life) utamanya secara bersama-sama, bukan sekelompok orang yang menikmati keuntungan dari pariwisata saja.

Pariwisata berkelanjutan menurut UNWTO adalah pariwisata yang memperhitungkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan saat ini dan masa depan, memenuhi kebutuhan pengunjung, industri, lingkungan dan masyarakat setempat dan dapat diaplikasikan kesemua bentuk aktivitas pariwisata disemua jenis destinasi wisata, termasuk wisata masal dan berbagai jenis kegiatan wisata lainnya.

Baca Juga: LINK LIVE STREAMING PSIS Semarang vs RANS Nusantara FC, Nonton Gratis Cuma di Sini

Sektor pariwisata memiliki multi linkage, memungkinkan industri ini bisa labour intensive, capital intensive bahkan bisa technological intensive. Diperkirakan pada Tahun 2028.

Apabila Indonesia mampu terus mengembangkan sektor pariwisata secara berkelanjutan dan inklusif, akan mampu meningkatkan jumlah kesempatan kerja lebih dari 17 juta orang (Sumber: Kemenkeu).

Karena pariwisata itu full of services maka muncullah interaksi antar manusia sehingga industri pariwisata juga bisa dianggap sebagai suatu kegiatan yang bisa menciptakan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Berdasarkan Global Sustainable Tourim Council - UNWTO (2019) terdapat empat pilar kriteria destinasi pariwisata berkelanjutan, yaitu: pengelolaan berkelanjutan, keberlanjutan budaya, keberlanjutan sosial-ekonomi dan keberlanjutan lingkungan, yang secara holistik harus diterapkan.

Dengan demikian prinsip dasar pariwisata berkelanjutan adalah semakin kita melestarikan maka kita akan semakin mensejahterakan (to preserve to proper).

Kiranya lebih baik margin kecil tetapi lingkungan sustained daripada margin besar tapi lingkungan kita rusak semua bahkan terjadi perubahan budaya masyarakat setempat.

Inilah salah satu alasan mengapa Phi Phi Island Thailand, juga Jepang yang seakan “menutup diri” dari kedatangan turis yang berlebihan hingga irresponsible tourist. Di destinasi nusantara, mass tourism menjadi masalah serius di Komodo Island karena mengganggu habitat mereka, padahal mereka adalah habitat yang dilindungi.

Baca Juga: SEDANG BERGULIR LINK NONTON LIVE STREAMING PSIS Semarang vs RANS Nusantara FC Laga Pembuka Liga 1

Selain memiliki destinasi-destinasi wisata baru, kita dituntut untuk lebih cepat menguasai teknologi khususnya yang mendukung pariwisata pintar (smart tourism) yang merupakan salah satu ruang lingkup pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan.

Pemangku kepentingan dan penggiat wisata dapat menggunakan kanal interaktif online Wonderful Indonesia misalnya, untuk memposisikan destinasi, atraksi dan keterlibatan komunitas lokal destinasinya sehingga diutamakan untuk dikunjungi calon wisatawannya.

Dengan solusi ini memungkinkan penggiat wisata dengan pelibatan komunitas lokal memperoleh nilai tambah dan terus me-refresh content informasi destinasi sehingga tidak melulu itu-itu saja.

Terelasi dengan aspek kesehatan yang masih menjadi pertimbangan utama wisatawan mengunjungi destinasi memungkinkan penggiat untuk mengintegrasikan informasinya pada kanal interaktif online ini. Dengan sekali klik, calon wisatawan dapat terekspos informasi mana destinasi yang sudah memperoleh sertifikat CHSE hingga dimana rumah sakit rujukan bahkan jumlah okupansinya.

Dengan demikian pemangku kepentingan dapat meng-encourage destinasi yang belum tersertifikasi CHSE untuk nilai tambah destinasi mereka. Mungkin kita bisa melihat bagaimana negara tetangga kita, Singapura yang dengan “STB.GOV.SG” nya memberikan informasi soal atraksi dan destinasi wisata yang juga terkoneksi dengan kondisi pandemi.

Demikian pula terkait keberlanjutan lingkungan (sustainability), misalnya pengelolaan sampah dapat terintegrasikan melalui smart tourism mulai dari pengorganisasian bank sampah hingga tempat pembuangan akhir. Dengan aplikasi terintegrasi penggiat wisata atau masyarakat umum dapat melaporkan penumpukan sampah secara real time hingga ada petugas yang menindaklanjuti laporan tersebut.

Dengan digitalisasi semua tantangan dan peluang bertemu. Salah satu tantangan terbesar pariwisata berkelanjutan adalah sistem yang terintegrasi yang menuntut koordinasi, aliansi, kolaborasi dan daya sinergitas baik pusat dan daerah maupun antar kementerian.

Kemenparekraf punya informasi destinasi wisata, Kemenhub memiliki informasi transportasi semua ini harus diintegrasikan, jangan sampai datanya terpisah-pisah, dan harus bisa diakses secara umum dalam satu klik pada sistem terintegrasi.

Baca Juga: Kapan Puasa Asyura Dimulai? Berikut Penjelasan Buya Yahya Mengenai Puasa Muharram

Selama ini calon wisatawan hanya memiliki informasi destinasi wisata nusantara “sepunyannya sendiri” mengandalkan google. Dengan informasi yang terintegrasi kita bisa mengelola mass tourism sehingga tidak berakibat buruk pada lingkungan sekitar.

Mungkin kita bisa melihat kisah sukses Helsinki, Finlandia, melalui sistem data terbuka “MyHelsinki.fi” yang merekomendasikan destinasi dan atraksi pariwisata yang disediakan oleh komunitas lokal pengunjung.

Atau Gottenberg, Swedia, melalui situs teritegrasi “meetthelocals.se” -nya yang dengan satu klik saja bisa mengetahui dimana destinasi yang unggul, apa saja atraksinya, bagaimana aksesibilitas moda transportasnya, bagaimana ketersediaan dan kenyamanan akomodasinya dan lain-lain.

Tampak banyak pemangku kepentingan yang bicara “berkelanjutan” tapi tidak tahu harus apa. Dan akhirnya memang jawabannya adalah harus mempariwisatakan masyarakat dengan Sapta Pesona.

Mari kita menata lebih baik destinasi-destinasi mass tourism dan kita ciptakan event-event yang dari keduanya akan menjaring inklusif tourism (menjadi penopang pertumbuhan yang merangkul semua elemen masyarakat) seraya kita mengembangkan special interest tourism group yang eksklusif untuk bisa menjaga kepariwisataan yang memprioritaskan aspek keberlanjutan lingkungan hingga pada akhirnya kualitas kehidupan masyarakat dapat tercapai.

Pengirim:
Yudhi Koesworodjati
- Dosen Tetap Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pasundan
- Pemerhati pariwisata

DISCLAIMER: Seluruh materi dalam naskah ini merupakan tanggung jawab pengirim. Gugatan, somasi, atau keberatan ditujukan kepada pengirim.***

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x