Kisah Hidup RA Kartini, Pejuang Emansipasi Wanita: Akhir Perjuangan, Habis Gelap Terbitlah Terang

- 21 April 2021, 11:30 WIB
Kartini//titkduanet.com
Kartini//titkduanet.com /

Buku Kartini//satujam.com
Buku Kartini//satujam.com

Baca Juga: Persib vs Persija di Partai Final Piala Menpora Dipastikan Tanpa Perpanjangan Waktu

Menjelang pernikahannya, ada perubahan penilaian Kartini soal adat Jawa.  Ia menganggap pernikahan akan membawa keuntungan tersendiri dalam mewujudkan keinginan mendirikan sekolah bagi para perempuan bumiputra kala itu.
 
Kartini juga menyebutkan bahwa sang suami tidak hanya mendukung keinginannya untuk mengembangkan ukiran Jepara dan sekolah bagi perempuan bumiputra, tetapi juga mendukung Kartini menulis buku.

Perubahan pemikiran Kartini ini menyiratkan bahwa dia sudah lebih menyisihkan  egonya dan menjadi wanita yang mengutamakan transendensi.

Kardinah-kartini-dan-roekmini.-Koleksi-KITLV
Kardinah-kartini-dan-roekmini.-Koleksi-KITLV

Baca Juga: Intip 10 Negara dengan Tingkat IQ Tertinggi di Dunia, Posisi Pertama Tak Disangka, Indonesia?
 
Kartini memilih berkorban untuk menikah dengan Adipati Rembang, meskipun hal itu sangat ditentang sebelumnya.

Wafatnya RA Kartini tidak serta-merta mengakhiri perjuangannya. Salah satu temannya  di  Belanda Mr. J.H. Abendanon, mengumpulkan surat-surat yang dulu pernah dikirimkan  Kartini kepada teman-temannya di Eropa.

Abendanon yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia membukukan seluruh surat itu dengan judul  Door Duisternis tot Licht yang jika diartikan secara harfiah berarti “Dari Kegelapan Menuju Cahaya”.

Buku ini diterbitkan pada tahun 1911 dan cpada etakan terakhir ditambahkan surat baru dari Kartini.

Baca Juga: Wajibnya Jilbab bagi Wanita Agar Tidak Terkena Murka Allah, Renungan Hadis Hari Ini

Namun pemikiran-pemikiran Kartini dalam surat-suratnya tidak pernah bisa dibaca oleh beberapa orang pribumi yang tidak dapat berbahasa Belanda.
 
Barulah pada tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkan versi translasi buku Abendanon yang diberi judul “Habis Gelap Terbitlah Terang: Buah Pikiran” dengan bahasa Melayu.
 
Tahun 1938, sastrawan Armijn Pane yang termasuk Pujangga Baru menerbitkan versi translasinya sendiri dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.

Baca Juga: Soroti Hilangnya KH Hasyim Asyari dari Kamus Sejarah Indonesia, Fadli Zon: Harus Diinvestigasi
 
Versi Pane membagi buku ini dalam lima bab untuk menunjukkan cara berpikir Kartini yang terus berubah.

Beberapa translasi dalam bahasa lain juga mulai muncul dan semua ini dilakukan agar tidak ada yang melupakan sejarah perjuangan RA Kartini.

Pemikirannya banyak mengubah pola pikir masyarakat Belanda terhadap wanita pribumi ketika itu.

Tulisan-tulisannya juga menjadi inspirasi bagi para tokoh Indonesia seperti W.R. Soepratman yang kemudian membuat lagu yang berjudul Ibu Kita Kartini.

Baca Juga: Pesan Positf dari Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA: Perbanyaklah Membaca Al-Qur'an

Presiden Soekarno sendiri mengeluarkan instruksi berupa Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 108 Tahun 1964 pada  2 Mei 1964.

Halaman:

Editor: Mia Fahrani

Sumber: Beragam Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x