Jadi Prefesor Filsafat Intelijen Pertama di Dunia, AM Hendropriyono Pernah Berduel Hingga Terluka Parah

- 9 Juli 2021, 10:10 WIB
Mantan Kepala BIN, AM Hendropriyono.
Mantan Kepala BIN, AM Hendropriyono. /Instagram.com/@am.hendropriyono

GALAMEDIA - Bergabung dengan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) merupakan cita-cita seorang prajurit sejati di matra TNI Angkatan Darat (AD).

Pasukan elit ini memiliki kecakapan mumpuni. Tak hanya prajuritnya, komandan jenderalnya pun selalu yang terbaik.

Sejumlah nama jenderal TNI begitu populer karena memiliki pengalaman hebat saat bertugas di Kopassus.

Setidaknya hal itu pun dilalui Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono.

Dikutip dari buku “Operasi Sandi Yudha”, disebutkan AM Hendropriyono yang saat itu berpangkat Kapten harus merayap sejauh 4,5 kilometer di belantara hutan Kalimantan Utara untuk menangkap pimpinan pasukan Barisan Rakyat (Bara) Sukirjan alias Siauw Ah San.

Misi penangkapan itu disebut operasi pembersihan Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS)/Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) pada 1973 silam.

Hendropriyono yang berhasil menjangkau persembunyian pimpinan pemberontak tersebut, pada akhirnya harus berduel maut dengan Siauw Ah San yang menolak untuk ditangkap.

Hendropriyono kemudian memberikan komando untuk menyerbu mendobrak jendela. Sontak Abdullah alias Pelda Ahmad Kongsenlani, yang merupakan terlari tercepat diantara anggota tim mendobrak pintu.

Namun setelah itu, perut Kongsenlani sobek oleh bayonet Siauw Ah San. Melihat kejadian tersebut, Hendropriyono dengan sigap melemparkan pisau komando ke tubuh Siauw Ah San.

Sayangnya pisau komando tersebut hanya memberikan luka ringan di dada kanannya.

”Saat itu saya tanpa senjata di tangan dan harus merebut bayonet dari Siauw Ah San. Sedangkan pistol masih terselip di belakang bawah punggung,” kenangnya.

Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta 9 Juli 2021: Nino Makin Yakin Reyna Anaknya, Andin Tetap Bungkam

Untuk meraih pistol, abituren Akmil 1967 ini khawatir keduluan oleh tikaman bayonet Siauw Ah San. Perlahan, Hendropriyono mundur beberapa langkah lalu melompat tinggi dan menendang dada musuhnya.

Meski jatuh, Siauw Ah San masih sempat menghujamkan bayonet ke paha kirinya.

“Ngilu rasanya baja dingin itu menembus daging dan menusuk tulang paha saya. Daging saya tersembul keluar dan darah mengalir dari paha kiri kaki,” tuturnya.

Siauw Ah San kemudian berdiri dan mencoba menusuk dada kiri Hendropriyono.

Mendapat serangan itu, Hendropriyono langsung melindungi dengan tangan kiri hingga daging lengan kiri dan hasta kirinya sobek.

Namun tangan kanannya dengan sigap membantu merebut bayonet. Akibatnya, daging kelima jarinya tersembul keluar. Bahkan, ruas jari kelingking kanan Hendropriyono nyaris putus.

Sementara pistol M46 yang semula terselip di pinggang belakang di bawah punggung merosot ke dalam celana. Dengan menahan sakit karena darah yang terus mengucur dan jari yang nyaris putus Hendropriyono berhasil mencabut pistol dan menembakannya ke tubuh Siauw Ah San.

“Dor! Saya tembak Siauw Ah San dengan dua kali tarikan picu tapi hanya satu peluru yang melesat menembus perutnya karena yang satu lagi macet. Siauw Ah San pun terhuyung-huyung,” ucapnya.

Jari yang terluka membuat Hendropriyono tak bisa lagi menggenggam. Pistol yang dipegangnya pun jatuh. Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, Hendropriyono membanting Siauw Ah San hingga terjatuh dan bayonetnya pun akhirnya lepas.

Bersamaan dengan itu, kelompok pembersih pimpinan Mahmud dan Welly Rustiman masuk. “Cepat bawa komandan keluar!,” teriak Welly.

“Padamkan api,” perintahnya lagi. Sebab, gubuk tempatnya berduel menyabung nyawa dengan Siauw Ah San tiba-tiba sudah dikepung api.

Baca Juga: Polisi Tak Tampilkan Nia Ramadhani dan Ardi Bakrie ke Hadapan Publik, Polda Metro Jaya: Kan Sudah Saya Bilang

Hendropriyono kemudian memerintahkan Mahmud mengikat keras pangkal lengannya dengan tali plastik untuk menghentikan darah yang terus mengucur dari 11 luka yang dideritanya.

Bersama Kongsenlani, Hendropriyono yang terluka parah kemudian digotong menggunakan sarung oleh Pardi dan Jatmiko.

 AM Hendropriyono bersama Prabowo Subianto pada 1983./Instagram Diaz Hendropriyono/
AM Hendropriyono bersama Prabowo Subianto pada 1983./Instagram Diaz Hendropriyono/

Jenderal TNI TNI (Purn) AM Hendropriyono mengawali karir militer menjadi komandan peleton di Kopassus. Ia lahir di Yogyakarta, 7 Mei 1945.

Hendropriyono menjadi tokoh mata-mata dan militer Indonesia. Kiprahnya sebagai mata-mata adalah menjadi Kepala Badan Intelijen Negara pertama.

Ia pun mendapat julukan the master of intelligence. Soalnya Hendropriyono menjadi "Profesor di bidang ilmu Filsafat Intelijen" pertama di dunia.

Tahun 1998-1999 ia berkarir menjadi Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan. Hendropriyono masuk dalam jejeran Kabinet Pembangunan VII dan Kabinet Reformasi Pembangunan.

Tak hanya itu saja, karirnya di politik juga termasuk menjadi Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) tanggal 27 Agustus 2016-13 April 2018.

Karirnya di dunia militer pun cukup gemilang.

Hendropriyono terkenal sebagai penuntas insiden bersejarah yaitu Peristiwa Talangsari 1989. Hendropriyono kala itu berhasil menindak potensi radikalisme di Talangsari, Lampung. Gerakan dipimpin oleh Kelompok Warsidi.

Selanjutnya terjadi pertempuran tim Kopassus melawan Kelompok Warsidi, Kopassus dipimpin oleh Hendropriyono.

Sebelum Peristiwa Talangsari 1989, Hendropriyono juga betempur dengan Pasukan Gerilya Rakyat Sarawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku).

Pasukan tersebut dibentuk sebagai pasukan gerilya buatan presiden Soekarno saat konfrontasi Indonesia-Malaysia berkecamuk 1963-1966. Kedua pasukan dilatih oleh TNI di Surabaya, Bandung dan Bogor.

Keadaan berubah ketika Soeharto berkuasa, karena kedua anak asuh TNI menjadi musuh dan Soeharto memutuskan berdamai dengan Malaysia.

Baca Juga: Spoiler dan Jadwal Tokyo Revengers Episode 14: Mikey Minta Takemichi Bawa Kembali Baji

Kedua pasukan diminta menurunkan senjata tapi permintaan Soeharto diabaikan. Terpaksa TNI menertibkan aksi para gerilyawan itu. Hendropriyono dan tim Sandi Yudha pun turun untuk bertempur di rimba Kalimantan.

Sandi Yudha atau Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha) kini dikenal dengan nama Kopassus.

Hendropriyono awalnya berupaya kurangi tindakan keras tanpa senjata. Kopassus juga beberapa kali berhasil mencuri simpati para gerliyawan, seperti Wong Kee Chok komandan PGRS. Namun tidak semua tunduk akhirnya senjata pun dipakai.

Mulai dari penculikan dan interogasi, hingga melakukan perlawanan. Perlawanan yang membekas diingatan AM Hendropriyono, yakni berduel dengan Siauw Ah San, yang juga komandan PGRS.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah