Ma’syirâl muslimîn rahimakumullâh
Mengawali khutbah kali ini, khatib berwasiat kepada jamaah sekalian pada umumnya, dan kepada diri khatib sendiri khususnya, agar kita senantiasa meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Karena, peningkatan iman dan takwa sejatinya dapat diperoleh dengan dua cara tersebut, yaitu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Dalam hal ini Imam Abu Hatim berkata:
أَنَّ الْإِيمَانَ يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ وَيَنْقُصُ بِالْمَعْصِيَةِ
Artinya, “Iman itu sifatnya dinamis, dapat bertambah dan berkurang. Bertambah karena ketaatan kepada Allah atau menjalankan perintahnya, dan berkurang karena melakukan kemaksiatan.” (Abu Hatim Muhammad bin Hibban, Shâhîhubnu Hibbân, [Beirut, Muassasatur Risâlah, 1414 H/1993 M], juz XI, halaman 196).
Hadirin rahimakumullâh.
Kita semua pasti sepakat bahwa terus terang, berkata benar, dan jujur merupakan sikap terpuji dan layak diteladani. Namun, adakalanya sikap-sikap itu justru dilarang karena membawa bahaya. Contohnya, dalam hal jujur dalam kemaksiatan. Rasulullah saw bersabda:
كُلُّ أُمَّتِي مُعَافَى إِلاَّ المُجَاهِرِينَ
Artinya, “Setiap umatku akan mendapat ampunan, kecuali mujâhirîn atau orang-orang yang berterus terang dalam berbuat dosa.”
وَإِنَّ مِنَ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ: يَا فُلَانُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا