Penyebab E-commerce di Indonesia Gulung Tikar, Inilah Raja E-commerce Indonesia

- 3 Februari 2023, 14:35 WIB
Penyebab E-commerce di Indonesia goyah dan beberapa E-commerce yang menjadi raja di Indonesia
Penyebab E-commerce di Indonesia goyah dan beberapa E-commerce yang menjadi raja di Indonesia /Pixels/Karolina /

GALAMEDIANEWS - E-commerce adalah layanan belanja daring yang kini tengan marak di seluruh penjuru dunia, tak terkecuali di Indonesia. Selama kurang lebih satu dekade, muncul berbagai jenis e-commerce yang menawarkan keunikan sendiri sendiri.

Beberapa e-commerce buatan anak bangsa juga sudah ada namun banyak pula yang mendapat suntikan dari pasar asing, hingga dikelola oleh perusahaan luar negri.

Di tengah persaingan ketat seperti ini, sejumlah e-commerce yang selama ini berkembang di Indonesia tidak dapat mempertahankan eksistensinya lagi. Alhasil, mereka harus menutup perusahaannya dan tidak bisa melayani masyarakat tanah air lagi.

Apakah penyebab dari perusahaan yang tidak bisa bertahan dan harus gulung tikar. Berikut ini galamedianews.com telah merangkum dari berbagai sumber beberapa e-commerce yang gulung tikar dan penyebabnya.

E-commerce di Indonesia Gulung Tikar

1. JD.ID

Pertama kali beroperasi di Indonesia pada November 2015.

JD.com ini mengumumkan pada situs resminya bahwasannya layanan akan ditutup pada 31 Maret 2023, dan tidak menerima pesanan lagi per 15 Februari 2023.

"Ini adalah keputusan strategis dari JD.COM untuk berkembang di pasar internasional dengan fokus pada pembangunan jaringan rantai pasok lintas-negara, dengan logistik dan pergudangan sebagai intinya," kata Setya dalam keterangan resmi, dikutip Senin 30 Januari 2023.

Baca Juga: Kabar Terbaru Chelsea: Todd Boehly Memantau Pelatihan, Enzo Belum Nampak, Ada Apa?

30 persen dari karyawannya harus di PHK sekitar 200 karyawan untuk menyelamatkan perusahaannya.

JD.ID yang kini telah memasuki tahun ke-delapan beroperasi di Indonesia telah menutup layanannya.

2. Tokobagus

Tokobagus adalah salah satu e-commerce yang lumayan agresif memasarkan layanannya.

Konsep Tokobagus adalah iklan baris yang di alihkan ke platform digital.

Sebetulnya, Tokobagus belum tutup

Namun beralih dari E-commerce umum ke E-commerce yang lebih spesifik.

Namanya berganti OLX Indonesia, dan kurang mampu bersaing dengan para pemain baru seperti Bukalapak, Tokopedia, dan Blibli.

Akhirnya, fokus pada jual beli mobil bekas dan namanya beralih OLX Autos (dulu namanyan Belimobilgue.com sebelum dicaplok OLX).

Baca Juga: 7 Ciri Orang Cerdas dengan IQ tinggi, Salah Satunya Suka Pelihara Hewan?

3. MatahariMall.com

Perusahaan ini merupakan anak usaha dari Lippo Group dan Matahari Departement Store memiliki saham 20 persen di dalam platform. Berdiri dari tahun 2015.

Fokus bisnisnya berubah menjadi produk fashion hingga elektronik dari pihak ketiga menjadi menjual produk produk matahari.

4. Multiply

Lahir sebagai media sosial, mencoba memperluas layanannya ke e-commerce berbekal dukungan pemodal asal Belanda yang juga pemegang saham utama Tancent, yaitu Naspers.

Perkembangan yang kurang signifikan membuat Naspers menyetop aliran modal ke Multiply dan memilih langsung berinvestasi di salah satu platform e-commerce asli Indonesia yaitu Tokobagus.

5. Cipika

Salah satu e-commerce yang dimiliki Indosat yang berdiri di tahun 2014, upaya Indosat untuk memperluas jaringan ke digital di era kepemimpinan Alexander Rusli.

Fokus utamanya adalah menyediakan tempat untuk pebisnis yang menyediakan produk elektronik dan makanan, berjualan online.

Tahun 2017 Cipika tutup bersama inisiatif dari berbagai bisnis digital Indosat karena lambatnya perkembangan.

6. Elevenia

Salah satu marketplace B2B Indonesia, namun di tengah badai PHK startup, perusahaan menutup layanannya awal bulan ini.

Tahun 2013 elevenia berdiri berkat hasil patungan XL Axiata dan perusahaan asal korea Selatan SK Planet.

Perusahaan patungan itu bernama PT XL Planet dan menjadi induk Elevenia.

Namun di tahun 2017, mengumumkan rencana penjualan Elevenia kepada PT Jaya Kencana Mulia Lestari dan Superb Premium Pte.Ltd, perusahaan milik grup salim.

Elevenia baru-baru ini mengumumkan penutupan platform e-commerce setelah berdiri selama sebelas tahun.

7. BLANJA.com

Platform belanja yang satu ini merupakan joint-venture antara perusahaan pelat merah Telkom Indonesia dengan eBay. BLANJA.com memiliki hubungan kerja sama dengan bank-bank kondang Indonesia seperti Mandiri, BNI, BCA, BRI, BTN, Mega, Niaga, ANZ, BII, dan lainnya.

Setelah berdiri pada 2012 lalu, BLANJA.com sempat masuk dalam 11.000 perusahaan global berdasarkan versi Alexa. Platform ini juga memiliki hingga 200 karyawan, berdasarkan data per Oktober 2016.

Baca Juga: 27 LINK SITUS LEGAL Nonton Film Terbaru dengan Sub Indo dan Kualitas Full HD Selain Rebahin, Indoxxi dan LK21

Namun perusahaan ini resmi menghentikan operasionalnya per 1 September 2020 lalu. Pihak Telkom Group menyatakan perusahaannya akan fokus di Business to Business (B2B) dan koperasi.

Penyebab dari semua platform E-commerce di Indonesia mayoritas pengaruh pendanaan yang seret sehingga platform e-commerce goyah begitu kata peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios) Muhammad Andri Perdana.

PHK karyawan adalah salah satu langkah agar perusahaan lebih agile atau lincah dan bisa menjaga tingkat pertumbuhan. Sehingga terus memberikan dampak positif kepada konsumen, mitra pengemudi, dan pedagang.

Andri menegaskan Investor sudah semakin selektif dan kini beralih ke instrumen investasi yang lebih aman ketimbang harus menyuntikan dana ke e-commerce.

Selain masalah pendanaan, minimnya promosi dan persaingan antar e-commerce juga menjadi penyebab runtuhnya satu per satu bisnis online.

Andri menilai mobilitas masyarakat setelah pencabutan PPKM di seluruh wilayah Indonesia pada akhir Desember 2022.

Menurutnya, banyak konsumen yang akhirnya kembali berbelanja di toko konvensional ketimbang check out di e-commerce.

Suntikan dana seret membuat platform e-commerce dituntut untuk mengurangi kerugian, akhirnya minim promo dan peminat.

Sekarang e-commerce banyak menambah biaya admin dan potongan penjualan kepada penjual. Biaya ini biasanya oleh penjual akan dibebankan ke pembeli yang membuat harga-harga di e-commerce semakin tidak ekonomis bagi pembeli.

Melihat daya beli masyarakat juga belum pulih sepenuhnya akibat inflasi yang tidak dibarengi kenaikan pendapatan rumah tangga.***

Editor: Imam Ahmad Fauzan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x