Perbedaan Tradisi Malam 1 Muharram di Masyarakat Bandung dan Jawa

- 14 Juli 2023, 11:59 WIB
Ilustrasi pergantian tahun di malam 1 muharram 1945 H 
Ilustrasi pergantian tahun di malam 1 muharram 1945 H  /Pixabay rkarkowski/
 
 
GALAMEDIANEWS – Tidak lama lagi umat Islam di Indonesia akan merayakan tahun baru Islam yaitu 1 Muharram 1945 H yang jatuh pada tanggal 19 Juli 2023.

Tahun baru ini berbeda dengan tahun baru masehi yang selalu dirayakan dengan kembang api. Pada tahun baru Islam biasanya selalu diisi dengan kegiatan keagaamaan dan kebudayaan.

Tahun Baru Hijriyah atau malam 1 suro yang dikenal oleh masyarakat Jawa di Indonesia merupakan malam yang amat sakral. 

Hal ini karena masyarakat Jawa di Indonesia melakukan berbagai ritual menurut kepercayaan di setiap daerahnya masing-masing.

Salah satu contohnya adalah Kirab Malam Satu Suro yang diadakan oleh Keraton Surakarta.

Kirab Malam Satu Suro dilaksanakan pada malam hari tepatnya malam sebelum tanggal 1 Muharram. Ritual ini selalu dilaksanakan di Surakarta secara turun temurun selama ratusan tahun.

Ritual malam 1 suro ini sebagai makna untuk merefleksikan diri terhadap kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat selama satu tahun ke belakang.

Pada lembaran pergantian tahun baru ini diharapkan sifat kita bisa menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya.
 
 

Tradisi Malam 1 Suro di Bandung

Kebiasaan yang sering dilakukan oleh masyarakat di Bandung ketika menyambut Tahun Baru Hijriyah adalah melaksanakan pawai obor.

Pawai obor ini biasanya dilaksanakan oleh para santri yang membawa obor berkeliling.

Biasanya mereka akan berkumpul di tempat yang luas seperti lapangan Gasibu atau Stadion Gelora Bandung Lautan Api untuk merayakan bersama para santri yang ada di Kota Bandung.

Pelaksanaannya biasanya dilakukan setelah isya dengan mengenakan pakaian gamis atau koko berwarna putih.

Sembari berkeliling membawa obor, biasanya disertai dengan pemanis membaca sholawat sepanjang jalan.

Tradisi Malam 1 Suro di Yogyakarta


Keraton Yogyakarta biasanya melaksanakan perayaan malam 1 suro identik dengan benda pusaka dan iring-iringan kirab.

Selain itu, diselipkan juga ritual pembacaan doa dari setiap orang yang hadir untuk merayakannya.

Ada juga ritual Tapa Bisu. Ritual ini dilakukan dengan agar kita selalu menjaga lisan dengan tidak mengeluarkan ucapan selama proses upacara malam satu suro berlangsung.

Makna yang bisa diambil dari upacara ritual malam 1 suro ini adalah untuk mawas diri, mengingat kesalahan-kesalahan yang sudah dilakukan di tahun lalu untuk menjadi lebih baik di tahun yang akan datang.

Tradisi Malam 1 Suro di Solo


Tradisi yang dilakukan di Keraton Surakarta, diikuti oleh ribuan orang yang turut berpartisipasi. 

Mulai dari Raja beserta keluarga dan kerabat, kemudian abdi dalam wilayah Solo Raya, hingga masyarakat umum.

Selain itu, dihadirkan pula Kebo (Kerbau) Bule sebagai cucuk lampah kirab, keturunan dari Kebo Kyai Slamet. 

Baca Juga: Malamang Tradisi Munggahan di Sumatera Barat, Makanan Lemang Didalam Bambu


Kebo Bule ini dianggap bukan sebagai pusaka yang amat berharga bagi Sri Susuhunan Pakubuwono II, yang diberi oleh Bupati Ponorogo. 

Kebiasaan unik dari tradisi inj banyak masyarakat yang mengambil kotoran kebo bule setelah acara selesai. Hal ini dipercaya dapat membawa keberkahan dan  kemakmuran.***
 

 

Editor: Lina Lutan

Sumber: surakarta.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x