GALAMEDIANEWS - Menurut Drh R.D. Wiwiek Bagja, seorang pakar bidang kesejahteraan hewan, kegagalan dalam penyembuhan seseorang tidak hanya disebabkan oleh dosis antibiotik yang tidak mencukupi, tetapi juga bisa disebabkan oleh seringnya mengonsumsi pangan yang terkontaminasi antibiotik.
Ia menjelaskan bahwa antibiotik digunakan dalam pengobatan hewan untuk tujuan pengobatan penyakit, bukan untuk merangsang pertumbuhan. Pengobatan dengan antibiotik biasanya dilakukan dalam jangka waktu lima hingga tujuh hari, setelah itu dihentikan agar tubuh hewan bebas dari antibiotik sebelum dijual ke pasaran.
Namun, jika penjual atau peternak tidak mematuhi waktu tersebut dan menjual hewan sebelum batas waktu yang ditentukan, maka hewan tersebut dapat terkontaminasi antibiotik saat dikonsumsi oleh konsumen. Wiwiek mengingatkan bahwa hal ini bisa terjadi terutama pada ayam broiler yang memiliki residu antibiotik yang tinggi.
Ketika konsumen mengonsumsi daging yang mengandung antibiotik, tubuh mereka akan terus-menerus terpapar antibiotik yang secara tidak sadar menumpuk dalam tubuh dan menyebabkan resistensi bakteri.
Pada manusia, penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan rekomendasi dokter dapat menyebabkan resistensi antibiotik, di mana bakteri menjadi tahan terhadap efek antibiotik.
Hal ini dapat menyebabkan kesulitan dalam mengobati infeksi bakteri dan memerlukan perawatan di rumah sakit dengan biaya pengobatan yang lebih mahal. Drh R.D. Wiwiek Bagja merekomendasikan adanya Nomor Kontrol Veteriner (NKV) sebagai jaminan keamanan produk hewan.
Baca Juga: Mengenal Xylazine Zat Kimia Berbahaya Terkandung dalam Obat Zombie