Hai Manusia, Janganlah Cengeng!

- 7 Oktober 2020, 06:10 WIB
Manusia berencana, Tuhan menentukan. (dailymail)
Manusia berencana, Tuhan menentukan. (dailymail) /

GALAMEDIA - “Masalah ada untuk menyeleksi manakah manusia yang kuat nan tegar, dan manakah manusia yang cengeng. Bukankah badai hanya menyiksakan pohon-pohon kuat yang tidak tumbang?”

Jangan cengeng! Dalam sebuah buku “Jika Ustad Jadi Wasit pada hal 223-225 Roni Nuryusmansyah.” Itu adalah nasihat bijak yang anda dapat saat ini. Lantas, apa definisi cengeng? Menurut KBBI, cengeng bermakna: (1) mudah menangis, seka menangis (2) mudah tersinggung (terharu, dsb) dan (3) lemah semangat, tidak dapat mandiri. Menangis itu sah-sah saja. Toh Allah menciptakan air mata, bukan? Permasalahannya adalah apa yang kita tangisi? Jika menangis karena dosa, karena takut akan neraka, maka ini sangat terpuji.

Dengan syarat air mata itu diiringi dengan amal yang nyata. Tak sekedar air mata buaya. Tapi jika menangis karena perempuan yang kau kagumi ternyata tak menyimpan simpati, maka di sini jangan cengeng! Jangan cengeng untuk hal-hal sepele nan tak berguna seperti ini. Coba dihitung, berapa persen air mata kita keluar karena sakit hati, kecewa, harapan pupus, musibah, masalah?

Baca Juga: Kemenparekraf Dorong Masyarakat Aktif Kembangkan Potensi Desa Wisata di Mandalika

Atau karena membaca roman picisan, menonton drama korea, dan hal yang tak bermanfaat lainnya? Lalu bandingkan dengan sesering ap akita menangis dosa, kesalahan kita, serta takut akan nerakanya? Kita menangis karena diejek. Padahal, manusia terbaik sejagat raya saja di ejek. Bahkan di lempari batu hingga bersimbah darah.

Kita menangis karena masalah yang menimpa. Padahal, taka da seorang manusia pun yang hidupnya tiada masalah. Mau presiden, kiai, ustaz, tukang becak, siapa pun tak luput dari masalah. Untuk hal-hal semisal ini, maka jangan buang air mata kita. Jangan cengeng! Tangisan tak mengubah semuanya. Berbenah diri dan beraksilah! Hadapi dengan berani! Cari solusi!

Mudah tersinggung juga sifat negative. Saya juga sedang berusaha mengobatinya, saya juga ingat perumpamaan dari seorang dosen saat saya bertanya tentang hal ini. Beliau berkata, jadilah seperti seorang yang kehilangan anaknya di stasiun yang ramai. Ia terus berjalan, menerobos kerumunan, tak peduli berkali-kali ia bersenggotan dengan banyak insan.

Baca Juga: Lokasi Mobil SIM Keliling Polrestabes Bandung Hari Ini, Kamis 7 Oktober 2020

Beda halnya dengan orang yang berjalan tak tentu arah. Saat seseorang menyenggolnya, ia akan oleng. Nah, jika kita dikritik, dihina, dicela, maka janganlah cengeng! Jadikanlah hal itu pelecut semangat untuk membuktikan bahwa kita mampu menjadi lebih baik. Mau hidup kita jadi biasa saja hanya karena sinis manusia yang tak mungkin dihindari? Tentu tidak.

Halaman:

Editor: Kiki Kurnia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah