Minta Bantuan DPR RI Soal PPN Sembako, Menteri Keuangan Sri Mulyani: Hoaks yang Bagus Banget!

10 Juni 2021, 19:28 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani. /Instagram @smindrawati

 


GALAMEDIA - Pemerintah disebutkan berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang bahan pokok atau sembako dari sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.

Berdasarkan berkas rumusan RUU Ketentuan Umum Perpajakan yang diperoleh Bisnis, ada tiga opsi tarif untuk pengenaan PPn barang kebutuhan pokok ini.

Pertama, diberlakukan tarif PPN umum yang diusulkan sebesar 12 persen.

Kedua, dikenakan tarif rendah sesuai dengan skema multitarif yakni sebesar 5 persen, yang dilegalisasi melalui penerbitan Peraturan Pemerintah.

Ketiga, menggunakan tarif PPN final sebesar 1 persen.

Baca Juga: Gelar Rakerda, PDI Perjuangan Jabar Bahas Kemenangan Pemilu hingga Komitmen Membangun Desa

Hal itu pun menuai sindiran dari berbagai kalangan. Pasalnya, pemerintah tidak adil karena memberikan relaksasi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) bagi masyarakat menengah ke atas, namun berencana membebani masyarakat kecil dengan pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) atas bahan pokok alias sembako.

Penilaian tersebut pun langsung mendapat respons dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat rapat bersama Komisi XI DPR, Kamis, 10 Juni 2021.

"Ini tidak benar kalau dibentur-benturin seolah-olah PPnBM mobil diberikan, lalu sembako dipajakin, ini teknik hoaks yang bagus banget," ujarnya.

Ia pun menyatakan rencana pengenaan pajak baru sejatinya belum final karena belum dibahas oleh pemerintah dan DPR.

Oleh karenanya, belum ada kepastian soal pungutan pajak sembako.

Sementara yang terjadi pada saat ini, pemerintah justru tengah gencar-gencarnya memberikan berbagai insentif perpajakan bagi masyarakat.

Baca Juga: Warganet Keluhkan PPN Sembako, Sekjen PKR: Konsekuensi Pejabat Medioker dan Kebijakan Pemeras-Isme

Insentif itu pun diklaim sudah menjangkau hampir seluruh kalangan masyarakat tanpa pilih-pilih.

"Yang terjadi sekarang, rakyat menikmati seluruh apa yang dinamakan belanja, bantuan pemerintah, dan insentif perpajakan."

"Mereka tidak bayar PPh 21, PPN ditunda atau direstitusi, PPh 25 dikurangi, jadi semua pengusaha bisa tumbuh lagi. PPh 21, PPh perusahaan, PPh 22 Impor, PPh 26 final, pajak UMKM diberikan final, tapi kok malah yang keluar seperti ini? Kami sayangkan itu," tuturnya.

Ia pun meminta bantuan Komisi XI DPR agar bisa ikut memberikan penjelasan ke publik mengenai rencana pungutan pajak baru dari pemerintah.

Sebab, kenyataannya memang belum ada pembahasan rencana pajak baru tersebut, termasuk yang tengah berkeliaran di masyarakat, yaitu rencana pungutan PPN sembako hingga biaya sekolah.

"Saya mohon kepada seluruh pimpinan Komisi XI untuk kita mengawal daripada apa yang ditanyakan. Sehingga kami bisa mengawal psikologi masyarakat, menyampaikan, mengedukasi, dan lainnya, sehingga tujuan negara berjalan, APBN bertahap juga akan disehatkan, itu yang sebenarnya ingin saya sampaikan," katanya.

Di sisi lain, mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu juga meminta maaf kepada Komisi XI DPR karena tentu isu pungutan PPN sembako hingga biaya sekolah ini membuat kegaduhan.

Bahkan, Komisi XI DPR menjadi salah satu pihak yang diminta penjelasan oleh publik.

"Saya juga minta maaf karena pasti semua dari Komisi XI ditanya sebagai partner kami, kenapa ada policy sekarang itu seolah-olah naik, padahal tidak," tandasnya.***

Editor: Dicky Aditya

Tags

Terkini

Terpopuler