Data Kemiskinan BPS Masih jadi Rujukan Utama Perencanaan dan Evaluasi Kebijakan Pemerintah

22 September 2021, 20:46 WIB
Kepala BPS Jabar, Dyah Anugrah Kuswardani (kiri) memperlihatkan data. Dalam rangka perayaan Hari Statistik Nasional 2021, BPS Jabar menggelar webinar "Kupas Tuntas Kemiskinan di Tengah Pandemi : Memahami Data dan Situasi Kemiskinan" pada Rabu, 22 September 2021./Darma Legi/Galamedia /

GALAMEDIA - Sampai saat ini data kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS) masih menjadi rujukan utama bagi perencanaan dan evaluasi kebijakan pemerintah.

Termasuk juga bagi stakeholders terkait dalam upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Hal itu terungkap dalam Webinar "Kupas Tuntas Kemiskinan di Tengah Pandemi : Memahami Data dan Situasi Kemiskinan" pada Rabu, 22 September 2021.

Webinar digelar BPS Jabar dalam rangka perayaan Hari Statistik Nasional 2021. Webinar menghadirkan Dr. Ateng Hartono (Deputi Statistik Sosial Badan Pusat Statistik) selaku keynote speaker.

Baca Juga: PDIP Akan Dukung Formula E di Jakarta Bila Anies Baswedan Sudah Tak Menjabat: Kalau 2022…

Sedangkan selaku narasumber yaitu M. Sairi Hasbullah, MA (Statistisi dan Demografer Senior) dan Athia Yumna, M.Sc (Wakil Direktur Penelitian dan Penjangkauan SMERU).

Acara berlangsung pukul 09.00-12.15 WIB diawali dengan Opening Speech yang disampaikan oleh Dyah Anugrah Kuswardani, MA (Kepala BPS Provinsi Jabar).

Kegiatan webinar ini dipandu oleh moderator Ir. Gandari Adianti, M.Si. (Koordinator Fungsi Statistik Sosial BPS Provinsi Jawa Barat).

Kepala BPS Jabar, Dyah Anugrah Kuswardani mengatakan, dalam implementasi kebijakan pengentasan kemiskinan pada tataran makro maupun mikro, masih ada kesimpangsiuran terkait pemahaman indikator kemiskinan.

Apalagi di masa pandemi Covid-19, perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat bisa berubah cepat dan dinamis.

Baca Juga: Persib vs Borneo FC: Tanpa Ezra Walian dan Castilion, Begini Kata Sang Kapten

Webinar "Kupas Tuntas Kemiskinan: Memahami Data dan Situasi Kemiskinan" membahas tentang gambaran terkait situasi kemiskinan di tengah pandemi Covid-19 tersebut dan bagaimana cara memahami indikator kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS secara komprehensif.

Dyah dalam penyampaian opening speech menuturkan, tujuan pelaksanaan webinar ini adalah untuk menyosialisasikan indikator statistik yang dihasilkan BPS serta pemanfaatannya.

Khususnya terkait indikator kemiskinan, serta memberikan gambaran terkait situasi kemiskinan di tengah pandemi Covid-19.

"Webinar ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan wawasan masyarakat terkait indikator kemiskinan, kepedulian masyarakat terhadap lingkungan sekitar dan kesadaran terhadap pentingnya data statistik dalam setiap penentuan suatu kebijakan," tutur Dyah.

Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Dr. Ateng Hartono memberikan gambaran umum kemiskinan di level Provinsi Jawa Barat maupun Nasional. BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).

Baca Juga: Eks Petinggi Polri Sebut Era Jokowi Mirip Era PKI Berkuasa, Politisi Demokrat Singgung Penistaan Agama Islam

Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan (makanan & bukan makanan).

Secara umum, persentase penduduk miskin di Jawa Barat masih di bawah Nasional. Pada kondisi Maret 2021, persentase penduduk miskin Jawa Barat sebesar 8,40 persen di bawah Nasional sebesar 10,14 persen.

Disparitas kemiskinan perkotaan dan perdesaan juga terlihat masih tinggi baik di level Jawa Barat maupun Nasional.

Bagaimana cara memahami angka kemiskinan, lebih dalam disampaikan oleh M. Sairi Hasbullah, MA. Dalam memahami angka kemiskinan, penting untuk memahami bagaimana mengukur angka kemiskinan. Banyak perspektif pengukuran kemiskinan yang dilakukan oleh berbagai negara di dunia.

Penentuan pegukuran kemiskinan antara negara bisa berbeda tergantung rekomendasi berdasarkan hasil kajian di masing-masing negara terkait batas minimum kebutuhan paling dasar manusia.

Baca Juga: Lesti Kejora Tak Bisa Bohongi Ivan Gunawan: Gue Tahu Dia Bunting Pas Lihat di Akad Nikah

Sampai saat ini, Indonesia masih menggunakan metode pengukuran kemiskinan dengan pendekatan garis kemiskinan sebagaimana rekomendasi WHO/FAO.

Lebih lanjut, dalam memaknai angka kemiskinan, tidak cukup hanya melihat jumlah penduduk miskin adalah mereka yang di bawah garis kemiskinan.

Dalam diskusi kebijakan, penting juga untuk memahami lebih mendalam terkait determinan sosial dari kemiskinan tersebut.

"Faktor ekonomi umumnya adalah akibat dari varian faktor sosial-kultural yang membelenggu orang miskin. Orang miskin sering diformulasikan sebagai 4 L (the least, the Last, the lowest and the lost)," tutur Sairi.

Situasi masyarakat miskin dan rentan di masa pandemi Covid-19 disampaikan oleh Athia Yumna, M.Sc. dari SMERU.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh SMERU, secara umum pandemi Covid-19 berdampak pada keuangan keluarga, upah riil di sektor informal, anak-anak, situasi pelayanan kesehatan ibu dan anak, serta kerawanan pangan.

Baca Juga: Dulu Dijanjikan Jokowi untuk Buyback, Indosat Kini Malah Merger Bareng Tri

Menurut penelitian tersebut, variasi dampak Covid-19 terhadap rumah tangga rentan semakin terlihat pada tahun kedua pandemi.

"Rumah tangga melakukan coping, namun belum mengarah ke strategi adaptasi yang kokoh. Kebijakan terhadap penanganan pandemi dan dampaknya berperan penting dalam mempengaruhi tingkat relisiensi masyarakat," kata Athia.

Dalam sesi diskusi Webinar "Kupas Tuntas Kemiskinan: Memahami Data dan Situasi Kemiskinan" beberapa hal penting yang perlu menjadi perhatian bersama adalah pentingnya memahami indikator kemiskinan dengan benar dan komprehensif dan memahami situasi kemiskinan saat ini.

Diharapkan dapat terwujud kebijakan yang tepat dalam upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, apalagi di tengah situasi pandemi Covid-19 ini.***

Editor: Lucky M. Lukman

Tags

Terkini

Terpopuler