Kabah Metaverse Tidak Sah untuk Ibadah Haji dan Umroh, Berikut Penjelasan MUI

14 Februari 2022, 12:54 WIB
Virtual reality Kabah di Metaverse. /Tangkapan layar Youtube TAWAF TV

GALAMEDIA - Kabah virtual versi metaverse menjadi polemik bagi umat Islam di dunia, termasuk di Indonesia.

Inisiatif menghadirkan Kabah versi mataverse ini memungkinkan memungkinkan umat Islam melihat secara virtual batu yang dihormati Muslim yakni Hajar Aswad di Mekah, Arab Saudi.

Proyek Kabah virtual versi mataverse ini telah diluncurkan pada akhir 2021 oleh Imam Besar Masjidil Haram Syekh Abdurrahman Sudais.

Proses pembentukannya juga diatur oleh Badan Urusan Pameran dan Museum Arab Saudi. Universtias Umm al-Qura juga dilibatkan dalam kerjasama Proyek Kabah virtual versi mataverse.

Baca Juga: MUI Serukan Stop Kekerasan, Pengusiran dan Penganiayaan Umat Islam di India

Berbagai pertanyaan publik kemudia muncul. Salah satunuya adalah bolehkah berhaji menggunakan Kabah versi metaverse.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat bicara perihal isu Kabah virtual versi metaverse untuk ibadah haji dan umroh.

Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam menyatakan rencana Pemerintah Arab Saudi yang akan menghadirkan platform metaverse bagi masyarakat untuk melihat maupun mengelilingi Kabah melalui fasilitas virtual reality (VR) mesti dimaknai hanya sebagai simulasi ibadah haji semata.

“Platform itu harus dimaknai secara positif untuk memudahkan calon jamaah haji dan calon jamaah umroh untuk meng-‘eksplore’ lokasi-lokasi di mana nanti akan dilaksanakan aktivitas ibadah dengan mengetahui secara presisi di mana lokasi Kabahnya," ucapnya seperti dikutip Galamedia dari laman resmi MUI pada Senin, 14 Februari 2022.

Baca Juga: Dedi Mulyadi Tanggapi Ceramah Ustadz Khalid Basalamah Terkait Wayang Haram: Haram Kalau Dimakan

Asrorun memaparkan, upaya digitalisasi dalam platform metaverse merupakan bagian dari perkembangan teknologi yang bersifat muamalah.

Artinya, lanjut Asrorun, teknologi itu dapat memudahkan para calon jamaah untuk mengenal lebih dalam lokasi-lokasi ibadah sebelum nantinya pergi langsung ke Tanah Suci untuk berhaji.

“Mulai dari mana nanti tawafnya, kemudian di mana Al Mustajabah tempat-tempat mustajab, di mana Maqam Ibrahim, kemudian di mana Hajar Aswad, kemudian di mana Rukun Yamani, dan di mana Mas’a. Maka dengan teknologi itu bisa lebih mudah dikenali sehingga tergambar oleh calon jamaah,” urainya.

Ditegaskan Asrorun, melihat atau mengelilingi Kabah dengan menggunakan teknologi secara metaverse merupakan hal yang baik, tetapi tidak dapat dikatakan sedang berhaji karena tak memenuhi syarat-syarat haji.

Baca Juga: RI Tak Bisa Bayar Tagihan Utang, Adhie Massardi: Masih Adakah Uang Rakyat yang Belum Dipakai Pemerintah?

Asrorun menyatakan, pelaksanaan Ibadah haji harus dihadiri oleh umat Islam secara fisik di tempat-tempat yang telah ditentukan, seperti di Padang Arafah, Muzdalifah, Mina, Kabah, Shafa dan Marwa.

Selain itu, waktu pelaksanaan ibadah haji telah ditentukan dan disepakati bersama oleh umat Islam, yakni pada bulan Dzulhijjah.

“Tetapi bukan berarti kita cukup dan boleh hanya melalui media virtual itu saja, kalau haji lewat metaverse ya enggak sah," tegas Asrorun.***

Editor: Dadang Setiawan

Tags

Terkini

Terpopuler