Tragedi WTC 9/11, Berbagai Misteri dan Keanehan di Balik Runtuhnya Menara Kembar 19 Tahun Lalu

11 September 2020, 01:05 WIB
galamedianews.com /galamedianews.com

GALAMEDIA - Hari ini, 11 September 2001 atau tepat 19 tahun lalu menjadi momen yang tak juga hilang dari ingatan Matt Campbell. Warga Inggris itu kehilangan saudara laki-lakinya,  Geoff yang tewas dalam serangan aksi kamikaze fanatik Al Qaeda.

Membajak pesawat, mereka menghantam sisi Menara Kembar World Trade Centre (WTC)  NYC, AS hingga rata dengan tanah. Saat pesawat teroris menghantam gedung, Geoff tengah menghadiri pertemuan di lantai 106 North Tower, tak jauh dari kediamannya di Manhattan.

Bersama Geoff, tak kurang dari 3.000 nama lainnya turut menjadi korban teror yang diklaim dilakukan atas perintah   Osama bin Laden.

Baca Juga: Sindir Menteri Agama Soal Hafiz Al-Qur'an, Gatot Nurmantyo: Saya Makar Kalau Itu Memang Makar

Dikutip Galamedia dari DailyMail belum lama ini, Matt yang mengetahui saudara kandungnya menjadi korban lewat tes DNA masih tak percaya dengan keterangan resmi pemerintah AS atas peristiwa yang dikenal dengan nine-eleven 9/11 tersebut.  

Meski rilis mengenai latar dan detail serangan berkali-kali ditegaskan pemerintah Amerika, nyatanya hal itu sama sekali tak meredam spekulasi mengenai konspirasi terkait motif dan pelaku sesungguhnya.

Sampai saat ini keterangan resmi menyebut pada 11 September 2001 empat pesawat AS dibajak anggota Al Qaeda, kelompok teror di bawah komando ekstremis Osama bin Laden. Dua di antaranya menyasar Menara Kembar New York hingga runtuh dan mengubur hidup-hidup ribuan korban.

Selain Menara Kembar, pesawat lainnya yang menandai serangan ketiga menyasar markas besar pertahanan AS, Pentagon di Washington DC.

Terakhir  pesawat yang disebut masih dalam satu misi jatuh di Pennsylvania, menyusul  bentrok kekerasan antara para pembajak dan penumpang.Untuk peristiwa yang keempat diabadikan dalam film Hollywood, United 93.

Selain itu, meski tak melibatkan pesawat, tujuh jam setelah  insiden jatuhnya pesawat di Pennsylvania, menara ketiga di kompleks World Trade Centre, yaitu WTC7 kolaps hanya dalam hitungan tujuh detik.

Bangunan merah yang hanya berjarak 100 meter dari Menara Kembar 110 lantai WTC itu tingginya “hanya” 47 lantai. Dalam satu hari itu, total sedikitnya 2.977 orang tewas.  

Presiden AS George W. Bush menanggapinya dengan keras dan meluncurkan kampanye perang melawan teror global yang berikutnya memicu  invasi ke Irak dengan dukungan Inggris.

Matt bukan satu-satunya yang menolak keterangan resmi pemerintahan Bush. Ia menilai masih ada banyak pertanyaan dan sejumlah keganjilan yang belum terjawab.

“Aku percaya, saudara laki-lakiku bersama ribuan lainnya  menjadi korban pembunuhan pada 9 September 2001 yang hingga kini ditutup-tutupi. Keluargaku masih belum sepenuhnya melalui tragedi ini tetapi kami takkan berhenti mencari kebenaran,” ungkapnya.

Survei majalah AS Live Science mengungkap, seperti Matt sebagian besar orang Amerika atau 53 persen percaya pemerintah AS menyembunyikan   informasi penting tentang serangan 9/11.

Hal yang juga krusial adalah kesimpulan tim insinyur Universitas Alaska, dua tahun setelah penelitian forensik yang menegaskan api saja tidak mungkin menyebabkan runtuhnya menara WTC7.

Krusial karena salah satu keterangan resmi menyebut, api membuat konstruksi baja menara hancur. Ledakan dahsyat disebut lebih bisa diterima sebagai alasan kolapsnya bangunan.

Akademisi yang ikut meneliti peristiwa 9/11, Profesor David Ray Griffin    mengatakan “ajaib” jika gedung roboh tanpa bahan peledak.

Lebih jauh Griffin yang mengajar filosofi di Claremont School of Theology California, dalam bukunya Bush and Cheney: How They Ruined America And The World melontarkan teori lain yang tak kalah kontroversial. Ia menyebut  9/11 merupakan peristiwa yang diorkrestrasi sebagai jalan menguasai Timur Tengah.

“Ada konsensus yang berkembang bahwa 9/11 memungkinkan AS untuk menjalankan  kebijakan  ekstrem.. termasuk kampanye Perang Melawan Teror serta serangan di Afghanistan dan Irak sebagai langkah pertama mengambil alih kendali Timur Tengah."

Griffin bahkan mempertanyakan kemungkinan serangan 9/11 merupakan copy-paste Operation Northwoods. Operasi Northwoods batal dieksekusi di masa  kepresidenan John F. Kennedy.

Operation Northwoods pada dasarnya merupakan inisiasi serangan teror di dalam negeri, yang ujungnya menyalahkan komunisme Kuba dan menjadi dalih invasi demi menggulingkan diktator Fidel Castro.

Dengan kata lain, Griffin memicu pertanyaan mungkinkah pada pagi September 2001 itu, Gedung Putih gagal menghentikan atau bahkan memanipulasi peristiwa yang melibatkan warga sipilnya sendiri sebagai dalih untuk berperang melawan Al Qaeda dan Osama Bin Laden?

Meskipun tak terhitung teori konspirasi terkait 9/11, gagasan bahwa Pemerintah AS terlibat tetap sulit diterima. Spekulasi serupa dibantah keras badan intelijen AS dan Gedung Putih.

Seperti kebanyakan orang terutama di Amerika dan Inggris, termasuk Matt Campbell, awalnya Griffin menepis anggapan bahwa serangan 9/11 merupakan  pekerjaan orang dalam yang bertujuan memicu perang melawan teror. Namun setahun kemudian dia berubah pikiran dan memaparkan alasannya, termasuk “neo-imperialisme.”

Bagian dari penelitian Griffin adalah urutan peristiwa 9/11 berdasarkan pemberitaan surat kabar dan televisi. Hasilnya ada sejumlah anomali yang membuatnya meragukan versi resmi keterangan pemerintah AS.

Salah satu anomali yang paling membingungkan adalah fakta  tidak ada satu pun pesawat yang dibajak teroris dicegat oleh jet tempur AS, meskipun ada banyak waktu untuk melakukannya. Intersep merupakan prosedur wajib di Amerika jika muncul kecurigaan adanya pembajakan di udara.

Dalam sembilan bulan sebelum 9/11, prosedur tersebut sedikitnya  ada 67 kali intersep tetapi tidak di hari nahas itu. Hal lainnya, transaksi pasar saham yang tidak biasa sebelum tragedi.

Volume put option (taruhan pada harga saham yang jatuh) tercatat sangat tinggi dan dibeli atas nama saham Morgan Stanley Dean Witter, pemodal internasional yang menempati lantai 22 World Trade Center.

Yang lebih luar biasa adalah volume put option yang diperdagangkan atas nama American dan United Airlines, penerbangan yang mengoperasikan empat pesawat yang dibajak teroris.

Untuk saham dua maskapai penerbangan ini, tingkat perdagangan keduanya naik 1.200 persen tiga hari sebelum bencana. Ketika saham turun sebagai respons terhadap 9/11, nilai dari opsi keduanya pun berlipat ganda. Artinya ada yang meraup untung sekitar $ 10 juta atau Rp 148 miliar.
 
Tapi yang paling membingungkan adalah bagaimana World Trade Center kolaps dengan “posisi sempurna”. Versi resmi menyebut Menara Kembar runtuh karena kolom-kolom baja konstruksi meleleh akibat panas dari api bahan bakar dari dua pesawat yang menghantamnya.

Penjelasan yang sama disampaikan dalam briefing Gedung Putih, rilis resmi tentang 9/11 hingga hampir setiap film dokumenter. Namun, tak semua menerimanya dengan alasan ilmiah.

Mereka yang meragukan menyebut baja tidak akan meleleh sampai mencapai suhu   2.800 F atau 1.537 C. Dan api bahan bakar jet yang menabrak Menara Kembar panasnya tidak melebihi 1.700 F (926 C). Laporan resmi menyatakan panas maksimum baja di menara ketiga 1.100 F (953 C).

Profesor Griffin yakin Menara Kembar sengaja diledakkan. Ia mengklaim teori kontroversialnya diperkuat kesaksian langsung  petugas pemadam kebakaran di tempat kejadian.

Dalam catatan verbal 9/11 dari staf Departemen Pemadam Kebakaran New York yang resmi dipublikasikan, hampir seperempat kru mendengar ledakan sebelum menara World Trade Center runtuh.

Bersaksi dari Menara Selatan, petugas pemadam kebakaran Richard Banaciski mengatakan, “Baru saja terjadi ledakan. Sepertinya mereka meledakkan gedung-gedung ini. Ledakannya memutar seperti ikat pinggang.”

Rekan Kenneth, juga mendengarnya. “Ada ledakan di Menara Selatan. Lantai demi lantai. Kupikir itu bom karena terlihat seperti sengaja disinkronkan.”
Hal yang sama diungkap Kapten Pemadam Kebakaran Dennis Tardio.

“Aku mendengar ledakan dan saat kulihat ke atas bangunan meledak dari lantai atas ke bawah, boom, boom, boom. Aku hanya berdiri takjub. Aku  tidak percaya dengan apa yang kusaksikan. Bangunan itu runtuh."

Fenomena yang sama terjadi pada gedung WTC7 tak jauh dari Menara Kembar utama yang merupakan kantor dinas rahasia dan pusat komando darurat wali kota New York Rudy Giuliani yang dibangun dengan jendela antipeluru.

Tahun 2008, laporan atas perintah pemerintah AS oleh Institut Standar dan Teknologi Nasional (NIST) menyimpulkan penyelidikan selama enam tahun terhadap serangan WTC7.

Para pengamat yang diwawancarai  televisi hari itu mengatakan ada suara 'bang, bang, bang' sebelum gedung kolaps. Namun NIST bersikeras tidak ada bukti dari ledakan yang terkontrol.

Dikatakan runtuhnya gedung dipicu  kebakaran di berbagai lantai. Pemanasan balok lantai dan balok penopang menyebabkan kolom baja pendukung jatuh dan  memicu keruntuhan progresif akibat api yang meruntuhkan bangunan.

Namun insinyur Universitas Alaska Dr J. Leroy Hulsey menolak penjelasan tadi. Ia menegaskan kebakaran tidak akan dan tidak mungkin menyebabkan gedung kolaps.

Griffin menambahkan, “Kita diarahkan untuk percaya bahwa untuk pertama kalinya di alam semesta, gedung bertingkat tinggi dengan bingkai konstruksi baja dihancurkan oleh api tanpa bantuan bahan peledak.”

Griffin juga menyoroti presisi dari runtuhnya gedung WTC7 yang horizontal sempurna. Menurutnya keruntuhan seperti ini hanya mungkin dilakukan oleh perusahaan penghancur gedung profesional kelas dunia.

Apa pun itu, semua pihak bertahan dengan opini dan alasan pendukung masing-masing. Begitu pun Matt yang kehilangan keluarga dekatnya. Terakhir ia menyatakan, “Kakakku Geoff dan yang lainnya menjadi korban pembunuhan melalui even yang detailnya berlawanan dengan keterangan resmi. “

“Aku yakin ada keterlibatan televisi seperti BBC yang disengaja menutupi fakta sebenarnya tentang bagaimana ribuan orang meninggal pada hari itu,” pungkasnya.***

Editor: Mia Fahrani

Sumber: Daily Mail

Tags

Terkini

Terpopuler