Peringatan Tak Didengar Penguasa, Buya Syafii: Sejak Zaman VOC, Kualitas Indonesia Tidak Semakin Membaik

- 11 Februari 2021, 23:24 WIB
POTRET Buya Syafii Maarif.*
POTRET Buya Syafii Maarif.* /Instagram/@buyasyafii


GALAMEDIA - Tokoh Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif menyatakan ungkapan Indonesia bak sekeping surga bisa berubah menjadi sekeping neraka jika tak ada perbaikan dalam pengelolaan negara jelang 100 tahun peringatan kemerdekaan.

Sehubungan hal itu upaya kritik ke pemerintah tak boleh berhenti.

Hal itu disampaikan pria yang akrab disapa Buya Syafii dalam bedah buku daring ‘Bernegara Hukum Tanpa Budaya Malu’ karya Sudjito, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), baru-baru ini.

“Kalau Indonesia terletak di selatan Sahara, Afrika, kita sudah lama gulung tikar, kita jadi negara gagal. Tapi karena kita ada di kawasan khatulistiwa--alamnya dermawan, walau sudah dirusak--masih juga memberi harapan,” tutur mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu.

Baca Juga: Gempa Berkekuatan Magnitudo 5,2 Mengguncang Wilayah Sumatera

Ia mengatakan Indonesia menghadapi berbagai persoalan, seperti rentetan korupsi dan perusakan alam.

Korupsi bahkan terjadi sejak 1970-an oleh Pertamina, lalu di masa berbeda terjadi skandal BLBI, Lapindo, Bank Bali, hingga kasus-kasus terbaru seperti Jiwasraya, Bumiputera, dan Asabri.

“Kalau begini terus, saya khawatir kalau peringatan ini tidak didengar oleh pengambil keputusan, oleh presiden dan menteri, kita menghadapai masalah yang sangat berat sebelum 100 tahun Indonesia merdeka. 2045 itu sebentar lagi,” tuturnya.

Dikatakan, sejumlah ekonom memang meramalkan Indonesia masuk lima besar negara terkuat dalam perekonomian di dunia.

Baca Juga: Gali Kasus Korupsi, Kejaksaan Agung Ungkap BPJS Ketenagakerjaan Merugi Rp20 Triliun

“Tapi siapa yang nikmati itu semua? Rakyat kecil, petani kita, kata orang sejak zaman VOC kualitasnya tidak semakin membaik,” ujar dia.

Disebutkan, sekelompok kecil orang menguasai hutan, perbankan, dan pertambangan dari bumi Nusantara. Padahal, Indonesia bukan negara kekuasaan tapi negara hukum.

“Pancasila seperti tidak berdaya di tangan anak-anak bangsa yang tuna-adab, tuna-moral, seperti bernegara hukum tanpa budaya malu. Negara hukum tidak akan tegak tanpa malu,” kata Buya.

Buya mengungkap banyak pejabat yang dikenalnya memang pintar. Namun ia meragukan mereka punya karakter karena kerap bersandiwara, bertingkah seenaknya, hingga melakukan kongkalikong.

Baca Juga: Epidemiolog UI: Rayakan Imlek Dengan Keluarga Inti Saja, Komisi IX DPR: Setiap Libur Kasus Covid-19 Melonjak

“Kalau bergini terus apa ada harapan untuk anak cucu kita? Apa mereka nanti cuma dapat ampas saja? Dikatakan orang, Indonesia ini seperti keping surga yang dipindahkan ke muka bumi. Itu nanti bisa jadi keping neraka,” kata dia.

Namun Buya meminta semua pihak tak berputus asa. Akademisi, misalnya, tetap harus mengkritik melalui buku dan ceramah dengan penyampaian secara populer agar mudah diterima masyarakat luas.

“Kita teriak terus. Kalau kita tiarap semua, proses negara gagal bukan suatu hal yang mustahil. Kalau arahnya ke sana (negara gagal), itu salah kita semua. Kita telah berkhianat pada Pancasila dan Tuhan,” ujarnya.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah