Baca Juga: Kesehatan Mental Sama Penting dengan Fisik, Guardian Sediakan Layanan Konseling Psikologi Gratis
Namun, pemilik akun tersebut mengikuti saran dari Sujiwo Tejo untuk mencari informasi tentang Soeharto dan Supersemar. Dirinya pun mengaitkan keduanya dengan peristiwa pembantaian Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1965.
Waduh, beneran Mbah Jiwo ngetwit gini? Mari kita cek juga korban pembantaian 1965 usai Supersemar itu muncul. https://t.co/aFPOSuKcde— Rakhmad HP (@rakhmad_hp) March 15, 2021
"Waduh, beneran Mbah Jiwo ngetwit gini? Mari kita cek juga korban pembantaian 1965 usai Supersemar itu muncul," tulis pemilik akun Twitter @rakhmad_hp.
Berselang 3 menit kemudian, Sujiwo Tejo menanggapi pernyataan tersebut.
Baca Juga: Dengan Pegang UU Ini, Ketum LDP Kumham: Semakin Mudah Menilai KLB Deli Serdang Sah atau Tidak
Menurutnya, pemerintah di era kepemimpinan Soeharto memiliki kewenangan memerintah televisi untuk 30 persen menayangkan segala jenis kesenian dan tradisi di Indonesia.
Seperti halnya kesenian wayang yang merebak di era kepemimpinan Soeharto.
Justru Itulah yg kumaksud melihat manusia secara utuh .. tidak sepenggal2 .. wayang dll merebak di era Pak Harto krn di era beliau government punya wewenang memerintah televisi utuk 30 persen menayangkan tradisi Indionesia .. https://t.co/Y5P3XVsTyE— Jack Separo Gendeng (@sudjiwotedjo) March 15, 2021
"Justru Itulah yg kumaksud melihat manusia secara utuh .. tidak sepenggal-sepenggal .. wayang dll merebak di era Pak Harto karena di era beliau government punya wewenang memerintah televisi untuk 30 persen menayangkan tradisi Indonesia," pungkas Sujiwo Tejo. ***