Jokowi Enggan Minta Bantuan Asing Soal Pandemi di Tanah Air, Mahfud MD Sebut Enggak Malu Kalau Dibantu

- 29 Juli 2021, 18:19 WIB
Menkopolhukam, Mahfud MD
Menkopolhukam, Mahfud MD /tangkapan layar instagram@mohmahfudmd/

 

GALAMEDIA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) enggan untuk meminta bantuan kepada negara lain dalam penanganan pandemi Covid-19 di tanah air.

Hal tersebut merupakan pesan Presiden Jokowi kepada jajarannya seperti diungkapkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam dialog dengan sejumlah tokoh agama yang digelar secara virtual, Kamis, 29 Juli 2021.

Meski begitu, Negara Indonesia tak mau bersikap arogan atau sombong. Mahfud mengatakan, Jokowi pun berpesan agar tetap menerima negara lain yang hendak memberi bantuan.

Ia menyatakan bantuan dari negara lain datang tanpa diminta.

"Kalau minta bantuan itu enggak. Kita sudah dibilang oleh Pak Presiden kita jangan minta bantuan. Tapi kalau ada yang mau membantu kita terima, dan itu bantuan datangnya tanpa kita minta," kata Mahfud.

Baca Juga: Doa SBY Tuai Pro Kontra, Sejumlah Partai Pro Rezim Jokowi Mulai Angkat Bicara

Mahfud mengatakan, pemerintah tak merasa malu saat Indonesia menerima banyak bantuan dari negara lain. Soalnya tindakan memberi dan menerima bantuan biasa dilakukan dalam hubungan internasional.

Sebagai negara yang tak kaya, kata Mahfud, Indonesia juga memberikan bantuan ke Australia saat negara Kanguru itu dilanda kebakaran hutan dan Jepang saat dilanda tsunami.

"Australia terima kasihnya bukan main (kepada Indonesia)," ujar Mahfud.

Sebaliknya, saat Indonesia dilanda bencana banyak bantuan yang masuk dari berbagai negara.

Ia mencontohkan bantuan berdatangan dari Singapura Amerika Serikat, dan negara lainnya saat kasus Covid-19 di Indonesia meledak.

"Enggak malu-malu karena kita enggak minta juga dibantu, tapi juga kita punya program impor, tidak menggabungkan pada bantuan itu," katanya.

Namun sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan awal bulan Juli 2021 menyebutkan, Indonesia telah meminta bantuan kepada Singapura hingga China.

Baca Juga: Anak Usia Sekolah di Kota Cimahi Mulai Menjalani Vaksinasi Covid-19

Disebutkan, upaya tersebut bagian dari skenario pemerintah menghadapi lonjakan 40 ribu hingga 70 ribu kasus per hari.

"Kita juga sudah komunikasi dengan Singapura, kita komunikasi juga dengan Tiongkok (China), dan komunikasi juga dengan sumber-sumber lain. Jadi sebenarnya semua komprehensif kita lakukan," kata Luhut, Selasa, 6 Juli 2021.

Sejumlah bantuan dari Singapura, China, Uni Emirat Arab (UEA), hingga India pun telah tiba di Indonesia. Bantuan itu meliputi oksigen medis, alat pelindung diri (APD), masker, sampai vaksin Covid-19.

Ahli epidemiologi sekaligus akademisi dan peneliti dari Lembaga Ahlina Institute dr Tifauzia Tyassuma memprediksi hingga masa jabatan Presiden Jokowi berakhir, pandemi Covid-19 belum juga berakhir.

"17 bulan yang lalu, waktu itu saya katakan, kalau melihat sifatnya pandemi ini berlangsung antara 18 -24 bulan. Artinya akan berhenti di akhir tahun 2022," ujarnya dalam kanal Hersubeno Point di YouTube, Kamis, 29 Juli 2021.

Namun, lanjut dia, prediksi itu harus direvisi lagi. Hal ini merujuk pada kondisi terakhir di tanah air, di mana varian baru dari India dan lainnya mengamuk di berbagai daerah.

"Namun masalahnya kan sekarang virus ini bermutasi. WHO sudah menegaskan adanya varian-varian baru, seperti Alpha, Delta, dan lainnya. Dan, itu sudah menjangkiti penduduk kita," ungkapnya.

Baca Juga: Sedang Jalani LDR Karena Pandemi?Jangan Khawatir! Lakukan 5 Tips Ini Agar Hubunganmu Tak Monoton

Ia menyatakan, penamaan varian baru dari WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) itu merupakan sinyal bahwa virus corona ini akan terus melakukan mutasi. Bahkan, hingga varian Omega, yakni huruf terakhir alfabet Yunani.

"Artinya kalau kita cerdas ini sebuah sinyal dari WHO kalau virus ini akan bermutasi terus hingga Omega. Berarti harus kita revisi lagi ini kapan pandemi berakhir," ujarnya lagi.

Ia mengaku tak bermaksud menaku-nakuti namun hal itu melihat kondisi saat ini angka kematian di Indonesia yang sangat mengkhawatirkan.

Terlebih, angka kasus baru yang pecah rekor beberapa kali.

"Makanya ini saya ingatkan ke Kemenkes mohon hati-hati menyikapi angka Case Fatality Rate (CFR) ini," tuturnya.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x