Abdul Rachman Thaha: Ahok Bisa Alami Kondisi Sama dengan Muhammad Kece, Remuk Redam Dibilas Napi

- 20 September 2021, 20:45 WIB
Abdul Rachman Thaha, Anggota DPD RI
Abdul Rachman Thaha, Anggota DPD RI /

 

GALAMEDIA – Nasib yang dialami Muhammad Kece dinilai berbanding terbalik dengan nasib yang sudah dialami oleh Komisaris Utama PT. Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Ahok dinilai mendapatkan perlakukan istimewa, sementara M. Kece sangat buruk.

Begitu penilaian Anggota Komite I DPD RI, Abdul Rachman Thaha (ART) menanggapi penganiayaan pada M. Kece yang dilakukan oleh Napoleon Bonaparte di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Bareskrim Polri.

“Dia (Ahok) tidak ditahan walau sudah ditetapkan sebagai tersangka penistaan agama. Bahkan setelah jatuh vonis bersalah, Ahok tidak dipenjara bersama para napi lainnya,” katanya kepada wartawan, Senin, 20 September 2021.

ART mengaku heran atas perlakuan berbeda ini. Di mana, lanjutnya, M. Kece kini berstatus ganda.

Baca Juga: Selalu Gunakan Masker di Manapun Kita Berada

Pertama sebagai pelaku penistaan agama. Kedua sebagai korban kerja hukum yang dianggap tebang pilih.

Menurutnya, nasib M. Kece bisa saja dialami oleh Ahok.

“Nasib Kace menyadarkan kita bahwa andai Ahok ditempatkan di dormitori seperti MK (M. Kece), bisa saja dia mengalami kondisi yang sama. Remuk redam dilibas sesama tahanan atau pun narapidana,” tuturnya.

Sehingga dirinya mengaku kasihan pada M. Kece karena tidak memperolah privilege yang didapatkan Ahok.

“Dengan kata lain tidak ada diskriminasi perlakuan hukum, Kece tidak akan menjadi objek berita hari ini. Pada sisi lain, itulah potret 'mahkamah hukum' di dalam penjara,” ungkapnya.

Politikus ini menambahkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, agama selalu berada di posisi tertinggi.

Namun, begitu ada yang melecehkan agama, hukumannya cuma sekitar lima tahun.

Hukuman seperti itu, menurut dia, tidak mewakili kemuliaan agama.

“Hukuman yang hanya segitu dipersepsikan tidak mewakili kemuliaan agama. Alhasil, tahanan atau pun napi yang ikut merasa terluka akibat agamanya dilecehkan kemudian memilih menegakkan hukum ala mereka sendiri,” imbuhnya.

Baca Juga: Innalillahi Wainnailahi Rojiun, Susilo Bambang Yudhoyono Berduka Cita, AHY: Ampunilah Segala Dosanya

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa narapidana memiliki semacam kasta. Di mana, penjahat seksual berada di kasta terbawah dan akan selalu diganggu saat berada di dalam.

Sementara kasta tertinggi adalah napi politik yang akan jadikan guru besar.

Namun dengan adanya kejadian ini, bisa saja ada kasta baru paling bawah, yakni napi penistaan agama.

“Jangan-jangan, aksi Napoleon menjadi preseden bagi munculnya kasta baru yang lebih rendah lagi daripada yang terendah, yaitu narapidana penistaan agama. Dengan dugaan seperti itu, saya mewanti-wanti siapa pun yang nekad menghina agama, bersiaplah di azab di penjara,” ucapnya.

ART mengaku menolak segala bentuk penganiayaan. Akan tetapi, karena kekerasan dalam penjara sudah menjadi sub budaya, maka para penista agama wajib bersiap.

“Sah sudah, dalam revisi KUHP, sanksi pidana bagi pelaku penistaan agama patut dihukum lebih berat lagi," pungkasnya.

Baca Juga: Bossman Mardigu: Jika Sontoloyo Jadi Presiden, Bank Indonesia Hilang! Mensos Hilang! Korupsi Bansos Musnah

Sebagaimana diketahui, Tersangka penistaan terhadap agama Muhammad Kece alias Muhammad Kosman dianiaya oleh Irjen Pol Napoleon Bonaparte.

Napoleon Bonaparte adalah sesama tahanan di Rutan Polri yang terseret kasus Djoko Tjandra.

Napoleon Bonaparte sudah mengakui dirinya yang menganiaya M. Kece. ***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah