Menurutnya, ada logika berpikir yang salah dari pernyataan tersebut. UAH kemudian bertanya-tanya, jika Tuhan bukan orang Arab, lantas Tuhan orang mana?
“Sekarang kita baca dengan nalar dulu. Ini bisa kita uji dengan pertanyaan. Jadi, menguji benarnya pernyataan salah satunya dalam ilmu logika dengan pertanyaan,” ujar UAH.
“Salah satu contohnya Anda mengutip pernyataan Tuhan bukan orang Arab, lantas orang mana? Bisa terjawab gak?” sambungnya.
Menurutnya, jika pertanyaan tersebut tak bisa dijawab, berarti apa yang disampaikan Cak Nun dan Dudung sejatinya tak benar, alias keliru.
“Kalau itu melahirkan kebingungan, maka pernyataan yang dibangun rapuh, karena sifat akal itu mengejar hingga bisa ditangkap dengan nalar dianggap sebagai kewajaran dan dengan kewajaran itu ditransformasikan kepada jalan pikiran kita dan membimbing ekspresi tubuh kita untuk bersikap,” tuturnya.
Dengan begitu, UAH menyebut, pernyataan tersebut mengandung premis yang rapuh karena Tuhan dan unsur kemanusiaan tak bisa disatukan.***