Ini 9 Negara yang Terancam Bangkrut Seperti Sri Lanka, Apakah Indonesia Termasuk Salah Satunya?

- 11 Juli 2022, 16:08 WIB
Krisis di Srilanka /Reuters/Dinuka Liyanawatte
Krisis di Srilanka /Reuters/Dinuka Liyanawatte /

Baca Juga: Ikatan Cinta Hari Ini 11 Juli 2022: Andin Disebut Pelakor Oleh Sienna, Sal Kelabakan

4. Laos

Laos merupakan salah satu negara dengan perkembangan ekonomi tercepat sebelum pandemi. Tingkat utang luar negeri Laos meningkat.

Seperti Sri Lanka, Vientiane kini tengah berbicara dengan kreditur tentang bagaimana membayar utang miliaran dolar AS mereka.

Isu pembayaran utang luar negeri Laos terhitung mendesak, mengingat lemahnya keuangan pemerintah. Menurut Bank Dunia, cadangan devisa Laos setara atau kurang dari nilai impor selama dua bulan.

Depresiasi mata uang Laos hingga 30 persen memperburuk keadaan. Juga, harga-harga yang melambung serta tingkat pengangguran karena pandemi memperparah kemiskinan.

Baca Juga: Momen Ultah Aurel Hermansyah: Bener-bener Penuh Berkah Banget

5. Myanmar

Pandemi dan ketidakstabilan politik telah menghantam ekonomi Myanmar, terutama setelah tentara merebut kekuasaan pada Februari 2021 dari pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi.

Hal itu membawa sanksi Barat yang menargetkan kepemilikan komersial yang dikendalikan oleh tentara, yang mendominasi ekonomi. Ekonomi mengalami kontraksi sebesar 18% tahun lalu dan diperkirakan hampir tidak tumbuh pada tahun 2022.

Lebih dari 700.000 orang telah melarikan diri atau diusir dari rumah mereka oleh konflik bersenjata dan kekerasan politik.

Situasinya sangat tidak pasti, pembaruan ekonomi global baru-baru ini dari Bank Dunia mengecualikan proyeksi bagi Myanmar untuk 2022-2024.

Baca Juga: DOWNLOAD Logo Resmi HUT RI ke-77 Tahun 2022 JPEG, PNG, PDF Lengkap Tema, Klik Link Ini

6. Pakistan

Seperti Sri Lanka, Pakistan telah melakukan pembicaraan mendesak dengan IMF, berharap untuk menghidupkan kembali paket dana talangan US$ 6 miliar yang ditunda setelah pemerintah Perdana Menteri Imran Khan digulingkan pada bulan April.

Melonjaknya harga minyak mentah mendorong naiknya harga bahan bakar yang pada gilirannya menaikkan biaya lainnya, mendorong inflasi hingga lebih dari 21%.

Seruan seorang menteri pemerintah untuk mengurangi minum teh guna mengurangi tagihan US$ 600 juta untuk teh impor membuat marah banyak orang Pakistan.

Mata uang Pakistan, rupee, telah jatuh sekitar 30% terhadap dolar AS pada tahun lalu.

Untuk mendapatkan dukungan IMF, Perdana Menteri Shahbaz Sharif telah menaikkan harga bahan bakar, menghapuskan subsidi bahan bakar dan memberlakukan "pajak super" baru 10% pada industri-industri besar untuk membantu memperbaiki keuangan negara yang kembang kempis.

Pada akhir Maret, cadangan devisa Pakistan telah turun menjadi US$ 13,5 miliar, setara dengan hanya dua bulan impor.

Baca Juga: KV Fest Jakarta 2022 Digelar Agustus 2022, Berapa Harga Tiketnya?

7. Turki

Memburuknya keuangan pemerintah dan meningkatnya defisit neraca perdagangan dan modal telah memperparah masalah Turki dengan utang yang tinggi dan meningkat. Inflasi pun melambung di atas 70% dengan tingkat pengangguran yang tinggi.

Bank Sentral terpaksa menggunakan cadangan devisa untuk menangkis krisis mata uang, setelah lira jatuh ke posisi terendah sepanjang masa terhadap euro dan dolar AS pada akhir 2021.

Pemotongan pajak dan subsidi bahan bakar untuk meredam pukulan dari inflasi telah melemahkan keuangan pemerintah. Keluarga berjuang untuk membeli makanan dan barang-barang lainnya, sementara utang luar negeri Turki telah mencapai sekitar 54% dari PDB.

Baca Juga: Pusat Perjudian Terbesar Dunia Makau Kembali Menutup Seluruh Kasino demi Menekan Penyebaran Virus Covid-19

8. Zimbabwe

Inflasi di Zimbabwe telah melonjak hingga lebih dari 130%, meningkatkan kekhawatiran negara tersebut dapat kembali ke hiperinflasi tahun 2008 yang mencapai 500 miliar persen dan menumpuk masalah pada ekonominya yang sudah rapuh.

Zimbabwe berjuang untuk menghasilkan arus masuk yang memadai dari dolar AS yang dibutuhkan untuk ekonomi lokalnya yang telah terpukul oleh tahun-tahun deindustrialisasi, korupsi, investasi rendah, ekspor rendah, dan utang tinggi.

Inflasi telah membuat warga Zimbabwe tidak mempercayai mata uang tersebut, menambah permintaan dolar AS.

Banyak warga yang terpaksa mengurangi makan karena mereka berjuang untuk memenuhi kebutuhan lainnya.

Baca Juga: Satu Orang Luka Berat Akibat Pengeroyokan Sekelompok Orang di Sukajadi Bandung

9. Lebanon

Lebanon nyaris senasib dengan Sri Lanka, mulai dari keruntuhan mata uang, kekurangan uang, tingkat inflasi yang mendekik, kelaparan yang meningkat, antrean yang mengular untuk bahan bakar, dan kelas menengah yang hancur.

Halaman:

Editor: Mia Fahrani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x