Jumlahnya Masih Terbatas, Pemerintah Fokus Kembangkan Koperasi Pangan

- 12 Juli 2020, 18:56 WIB
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Teten Masduki di Hotel Jayakarta, Jalan Ir. H. Djuanda, Bandung, Sabtu (11/7/2020). (Rio Ryzki Bate'e)
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Teten Masduki di Hotel Jayakarta, Jalan Ir. H. Djuanda, Bandung, Sabtu (11/7/2020). (Rio Ryzki Bate'e) /


GALAMEDIA - Dalam mencapai ketahanan dan kedaulatan pangan nasional, pemerintah pusat merancang pilot project koperasi pangan. Koperasi pangan ini akan diintegrasikan dengan program kehutanan sosial.

"Saat ini, jumlah koperasi yang bergerak di sektor riil/produksi masih sangat sedikit. Maka kami tengah fokus mengembangkan koperasi di sektor ini," ungkap Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Teten Masduki pada Dialog dengan Persaudaraan Hutan Sosial (Perhutsos) di Hotel Jayakarta, Jalan Ir. H. Djuanda, Bandung, Sabtu (11/7/2020).

Menurutnya kebanyakan koperasi yang hadir di Indonesia, yakni koperasi konsumen, karyawan dan simpan pinjam. Lebih jauh, kontribusi koperasi terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) juga masih kecil atau sekitar 5 persen.

Baca Juga: Kawasan Secapa AD Hegarmanah Gelar PSBM Awal Pekan Ini

Diakuinya bahwa peran koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional, belum pernah terealisasi. Dengan demikian, pemerintah berencana untuk fokus mengembangkan koperasi pangan, untuk mencapai target tersebut.

"Saat ini banyak perusahan berskala internasional yang kepemilikannya berada di bawah koperasi pangan. Contohnya koperasi susu Fonterra dari Selandia Baru, yang sukses menguasai 30 persen pasar susu dunia. Dan masih banyak lagi contoh sukses koperasi pangan dari negara lain yang berhasil menembus pasar dunia," jelasnya.

Teten menerangkan bahwa pihaknya juga akan membuat perencanaan pangan yang terintegrasi dari hulu hingga ke industri hilir. Sehingga sektor pangan Indonesia bisa jauh lebih efisien.

Baca Juga: Tersandung Kasus Korupsi, Kuswendi Terancam Diberhentikan dari Jabatan Kadispora Garut

Untuk di hulu, lanjutnya, melalui program kehutanan sosial, masyarakat bisa meminjam 2 hektare (ha) tanah per Kartu Keluarga (KK) selama 35 tahun. Periode waktu tersebut bisa diperpanjang menjadi 35 tahun lagi, sehingga totalnya menjadi 70 tahun.

Untuk mencapai skala bisnis, lanjutnya, pengembangan tanah garapan tersebut akan dikonsolidasikan. Maka untuk proses produksi, hasil panen, dan pemasaran akan lebih efisen serta memberikan hasil yang maksimal.

"Jadi sistemnya konsolidasi dalam skala bisnis, misalnya 100 sampai 200 hektare. Di Jawa kami sudah melakukan pemetaan dengan Perhutani dan akan membuat koperasi pangan yang cukup besar, untuk komoditas padi, jagung, dan garam untuk substitusi impor," tuturnya.

Baca Juga: Camat, Kapolsek, dan Danramil di Garut Ikut Gotong Royong Bongkar Rumah Mak Idah

Selain itu, beragam pengembangan komoditas buah tropis, juga bisa diaplikasikan pada program koperasi pangan tersebut. Lebih jauh, sapi perah dan beberapa hewan ternak lainnya, juga dinilai potensial untuk mengisi pasar dalam negeri.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Pengelola Perhutanan Sosial Indonesia (AP2SI), Roni Usman Kusmana menuturkan bahwa pengembangan pilot project koperasi pangan, merupakan kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

Mengingat, selama ini petani banyak menemukan kesulitan dalam menjual produknya karena belum ada wadah yang mumpuni.

Baca Juga: Kekasih Editor Metro TV yang Tewas di Pinggir Jalan Tol Ngaku Ada Orang Ketiga, Ini Respons Polisi

"Ketika panen, banyak petani sulit menjual produknya. Mereka juga sulit mendapatkan pinjaman modal karena tidak memiliki aset untuk dijadikan kolateral. Kami berharap, keberadaan koperasi pangan bisa menghapus praktek ijon," tambahnya.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x