Saksi Mata Ungkap Detik-Detik Mencekam Kerusuhan Dago Elos, Gas Air Mata Berseliweran

- 15 Agustus 2023, 12:56 WIB
Aparat mendatangi kawasan pemukiman warga Dago Elos.
Aparat mendatangi kawasan pemukiman warga Dago Elos. /Instagram/@lbhbandung/

GALAMEDIANEWS – Telah terjadi kerusuhan antara warga dan aparat di daerah Dago Elos pada hari Senin, 14 Agustus 2023. Kejadian ini berawal pada pukul 10.00 pagi, ketika sekelompok massa melakukan unjuk rasa di depan Kantor Polrestabes Bandung.

Unjuk rasa tersebut dilakukan sebagai bentuk protes terkait kasus permasalahan pemalsuan ahli waris antara Warga Dago Elos dengan pihak PT Dago Inti Graha dan Keluarga Muller. Menurut informasi dari Lembaga Bantuan Hukum, sengketa ini telah berlangsung sejak tahun 2019.

Salah satu penduduk Dago Elos, Lia mengungkapkan perasaannya terhadap situasi yang tidak adil akibat penolakan pihak kepolisian terhadap laporan mengenai sengketa tanah yang keluarga Muller klaim sebagai milik mereka.

Baca Juga: Malang Keren! 4 Tempat Wisata Berikut Ini Tawarkan Spot Instagramable yang Bikin Hits dan Viral

Ketika menceritakan tentang insiden bersitegang dengan pihak kepolisian, Lia menyinggung nama Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Ia memohon agar Ridwan Kamil mau hadir di Dago Elos untuk melihat secara langsung situasi yang tengah mereka hadapi.

“Bapak Ridwan Kamil terhormat datang ke sini, lihat kami disini, jangan hanya diam main medsos, datang ke sini,” Ujar Lia sambil menangis.

Baca Juga: 7 Promo Makanan 17 Agustus 2023, dari KFC, Pizza HUT, hingga McD Dijamin Kenyang

Kemudian, pernyataan Lia tersebut diikuti sorakan dan tepuk tangan warga setempat yang sependapat mengenai kedatangan Ridwan Kamil ke Dago Elos.

Penembakan Gas Air Mata

Pada hari Senin, 14 Agustus 2023, penduduk Dago Elos mengunjungi Kantor Polrestabes Bandung guna melaporkan perselisihan mengenai tanah yang diakui sebagai kepemilikan keluarga Muller. Namun, pihak kepolisian menolak laporan tersebut.

Kemudian dengan rasa kecewa, Lia mengaku memutuskan untuk masuk Kantor Polrestabes Bandung sendirian, dengan tujuan mencari informasi mengenai alasan penolakan tersebut. Namun, begitu sampai di dalam kantor, Lia mengaku dicegat sejumlah petugas kepolisian yang dilaporkan membawa senjata.

Baca Juga: Dijamin Nambah! Resep Nasi Goreng Dendeng Sambal Ijo ala Chef Devina Hermawan

Meski di tengah situasi yang menegangkan, Lia berusaha menanyakan alasan penolakan kepada petugas kepolisian. Meskipun, petugas polisi tetap bungkam.

“Saya tanpa berpikir panjang masuk ke kantor reskrim sendirian, saat masuk saya dicegat oleh polisi. Saya tidak peduli saya hanya tanya kenapa laporan kita ditolak? Tapi mereka diam,” kata warga Dago Elos itu menceritakan suasana kejadian dalam konferensi pers di Balai RW Dago Elos, Selasa, 15 Agustus 2023.

Kemudian, setelah bertanya tentang alasan penolakan tersebut, Lia meninggalkan kantor polisi. Namun, begitu sampai di pagar kantor polisi, Lia dihadang oleh seorang polisi dan mengeluarkan perkataan kasar yang membuat situasi menjadi tegang.

Baca Juga: Resep Kue Lobak ala Chef Devina Hermawan, Kue Favorit Keluarga Rasanya Enak Bikinnya Praktis

“Saya keluar pas di pagar ada oknum polisi berkata ‘gara-gara kau ....’ semuanya jadi kaya gini,” ungkapnya.

Warga Dago Elos pun memutuskan untuk meninggalkan Kantor Polrestabes Bandung pada pukul 20.00 WIB. Kemudian warga memutusan melakukan langkah blokade jalan sebagai bentuk protes guna menuntut keadilan terkait laporan yang mereka sampaikan.

Lia juga menegaskan bahwa tujuan dari aksi protes tersebut bukanlah untuk membuat kerusuhan, melainkan semata-mata untuk memohon keadilan dan menegaskan hak mereka terhadap laporan yang telah diajukan. Ia merasa bingung mengapa setelah 40 tahun hidup damai di wilayah tersebut, tiba-tiba muncul permasalahan ini dan pemerintah terlihat tidak mengambil langkah yang memadai.

“Tujuan kami bukan bikin kericuhan, kami hanya minta keadilan terima laporan kami apa salahnya? Kenapa setelah 40 tahun kami tengan tinggal disini, kenapa diusik? Pemerintah seakan tutup mata,” kata Lia.

Polda Jawa Barat kemudian tiba untuk berunding dengan warga Dago Elos. Mereka sepakat untuk menerima laporan warga, dengan syarat bahwa warga Dago Elos harus menghentikan aksi penutupan jalan. Namun, situasi memburuk saat polisi tiba-tiba menembakan gas air mata dari utara, yang menyebabkan anak-anak mengalami trauma dan mengganggu kegiatan sekolah mereka.

“Tiba-tiba dari arah belakang utara, enggak tahu siapa, menembakkan gas air mata padahal banyak anak-anak, sedikitpun enggak punya hati mereka,” katanya.

Lia mengungkapkan keprihatinannya mengenai dampak traumatis yang dirasakan oleh anak-anak akibat kejadian tersebut. Ia melihatkan ketidaksetujuannya terhadap tindakan Kasar dan penyerangan yang dilakukan oleh pihak polisi terhadap penduduk, setempat sambil berharap agar pihak yang berwenang lebih memperhatikan situasi ini.

“Mikir enggak gimana traumanya anak-anak itu, polisi pada ngedobrak rumah tersebut semuanya, tanpa berpikir mereka datang merek ngehajar orang-orang disini, anak-anak trauma nggak sekolah dari kemarin,” ujarnya.

Kronologi dan Duduk Perkara

Sengketa tanah di Dago Elos telah terjadi sejak tahun 2016 silam antara keluarga Muller dengan warga Dago Elos. Warga tiba-tiba mendapat gugatan dari generasi keempat keluarga Muller yang mengaku sebagai ahli waris dari pada lahan seluas 6,3 hektare yang melingkup permukiman Dago Elos - Cirapuhan.

Warga Dago Elos digugat oleh empat pihak atas nama Heri Hermawan Muller, Pipin Sandepi Muller, Dodi Rustendi Muller, dan PT Dago Inti Graha ke Pengadilan Negeri (PN) Bandung.

Mereka mengklaim sebagai pemilik dan ahli waris dari Eigendom Verponding dengan bukti kepemilikan lahan di era Hindia Belanda yang kemudian diwariskan kepada kakek mereka, George Henrik Muller, yang mana hak tersebut selanjutnya dioper kepada PT Dago Inti Graha, pada 1 Agustus 2016, melalui direktur utama Orie August Chandra.

Pada tanggal 24 Agustus 2017, majelis hakim PN Bandung, memenangkan gugatan keluarga Muller dengan alasan bukti yang diberikan warga dianggap tak cukup kuat untuk menjadi alas hak.

Bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, warga naik banding ke Pengadilan Tinggi Bandung yang mana Majelis hakim saat itu terdiri dari hakim ketua Arwan Byrin, hakim anggota Achmad Sobari dan Ridwan Ramli, yang akhirnya merilis putusannya pada 5 Februari 2018 dengan hasil kekalahan di pihak warga.

Tidak berhenti sampai di situ, warga mengajukan Kasasi ke MA. Warga memohon agar pengadilan bisa membatalkan dua putusan awal dari PN Bandung dan Pengadilan Tinggi Bandung dan pada 29 Oktober 2019, Majelis hakim MA mengabulkan permohonan warga dan menggugurkan dua putusan sebelumnya dan akhirnya warga mendapatkan haknya.

Saat ini, kasus tersebut menemukan babak baru usai putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) yang terbit tahun ini di mana putusan ini ternyata menguntungkan keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha.

MA dalam putusan PK nomor 109/PK/Pdt/2022, melalui Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, menyatakan para tergugat yang terdiri lebih dari 300 warga tersebut dianggap melakukan perbuatan melawan hukum.

Warga Dago Elos pun diminta pergi dari kampung tersebut dan dipaksa meruntuhkan rumah dan menyerahkan tanah mereka kepada PT Dago Inti Graha, tanpa syarat.***

Editor: Dicky Aditya

Sumber: Instagram @dagomelawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah