Selain itu, Israel juga tidak mengizinkan pernikahan antar agama dilangsungkan di negara tersebut, yang dimaksudkan untuk menghalangi orang Yahudi menikahi orang non-Yahudi. Pada tahun 2018, Israel mengesahkan undang-undang negara bangsa, yang menyatakan bahwa hak untuk melakukan penentuan nasional adalah hak eksklusif orang Yahudi. Ini mengesampingkan hak dan martabat orang non-Yahudi di Israel.
Terdapat juga Undang-undang Nakba, yang membuat ilegal untuk mengakui Nakba, yaitu pengusiran orang Palestina yang diperlukan untuk mendirikan Israel. Hal ini mirip dengan upaya untuk menghapus sejarah genosida terhadap penduduk asli atau perbudakan di Amerika. Undang-undang seperti ini menciptakan iklim yang mencegah pengakuan dan penghormatan terhadap sejarah dan pengalaman orang Palestina.
Selain itu, ada Undang-undang Komite Penerimaan, yang pada dasarnya memungkinkan kota-kota untuk mengoperasikan panel yang menolak aplikasi masuk berdasarkan kompatibilitas sosial budaya. Ini esensinya melegalkan diskriminasi perumahan rasialis di Israel. Kebijakan ini membuat orang Arab kesulitan untuk mendapatkan perumahan dan menciptakan pemisahan yang lebih dalam di antara kelompok etnis.
Politisi Israel yang Mendukung Kebencian dan Genosida
Yang lebih mencemaskan adalah bahwa politisi yang menganjurkan kebencian dan genosida terhadap orang Palestina seringkali menduduki posisi penting di pemerintahan Israel. Misalnya, pada tahun 2014, legislator Israel Ayelet Shaked menulis di Facebook yang menyebut semua orang Palestina sebagai musuh yang harus dibunuh, termasuk ibu mereka karena melahirkan "ular kecil" yang dimana adalah anak anak warga Palestina. Tahun berikutnya, dia diangkat sebagai Menteri Kehakiman oleh Benjamin Netanyahu. Ini adalah contoh nyata bahwa pandangan rasialis tidak hanya dihidupkan oleh warga biasa, tetapi juga didukung oleh pemimpin politik di negara tersebut.